Oleh Firman Situmeang, Nabil, dan Adha – Indonesia baru saja mengadakan Pilkada Serentak pada 27 November 2024 lalu di berbagai provinsi dan kabupaten/kota.
Dari sekian kejutan yang ada, hasil Pilkada Banten menjadi pusat perhatian tersendiri. Pasalnya Klan Atut yang selama ini menjadi penguasa Banten justru babak belur dalam Pilkada kali ini.
Dari lima orang keluarga Atut yang ikut dalam Pilkada 2024 hanya satu orang yang keluar sebagai pemenangnya yakni Pilar Saga di Tangerang Selatan.
Baca Juga: 5 Link Download Kalender 2025, Desain Keren Format PDF, JPG dan CDR dapat Diunduh Gratis
Airin yang digadang-gadang akan memenangkan pertarungan Banten-1 sebagaimana tergambar dalam berbagai survei justru harus menelan pil pahit dan tertampar kenyataan setelah dikalahkan secara telak oleh pasangan Andra-Dimyati.
Skema yang sama juga terjadi di Pilkada Kota Serang, Kabupaten Serang, dan Pandeglang dimana Klan Atut harus tumbang di tangan para calon KIM Plus.
Pilkada Rasa Pilpres
Sebagai konsekuensi dari penyelenggaraannya yang dilakukan sesaat setelah pelantikan presiden, Pilkada Serentak 2024 menampakkan wajah yang berbeda dibandingkan Pilkada terdahulu.
Baca Juga: Tinggal Klik! 6 Link Twibbon Hari Armada RI Ke-79 Tahun 2024, Desain Elegan dan Kekinian
Alih-alih menjadi arena demokrasi lokal, Pilkada tahun ini justru menjadi hajatan nasional karena melibatkan oligarki politik nasional. Nasionalisasi Pilkada tersebut tidak terlepas dari agenda Prabowo agar semua kepala daerah mendukung semua program kerjanya.
Salah satu caranya yakni turun gunung dalam Pilkada guna memastikan bahwa yang duduk sebagai kepala daerah adalah “orangnya”.
Demi ambisi besar tersebut pada akhirnya Prabowo bersama Jokowi dan KIM Plus saling bahu membahu dalam memenangkan Pilkada di berbagai daerah.
Baca Juga: Beres Gus Miftah, Beredar Celetukan Gus Iqdam ke Penjual Minuman Tak Kalah Nyelekit
Pilkada yang harusnya adalah kontestasi daerah ditarik menjadi kontestasi nasional, tak terkecuali di Banten.
Jika kita telusuri lebih dalam ada beberapa faktor yang menyebabkan Trah Rau babak belur dalam Pilkada Banten 2024. Pertama, intervensi rezim.
Guna memenangkan Pilkada dan mengalahkan Klan Atut yang kurang “nurut” dengan kehendaknya membuat Ketua Umum Gerindra tersebut bersama Jokowi dan KIM Plus melakukan cawe-cawe di Pilkada Banten.
Baca Juga: Rekomendasi 10 Tempat Hiburan Seru di Tangerang, Cocok untuk Mengisi Liburan Sekolah dan Nataru
Adanya campur tangan Prabowo dalam Pilkada Banten beberapa waktu lalu tentu saja telah menciderai asas keadilan dalam praktek demokrasi kita.
Sebagai Presiden, Prabowo harusnya tidak boleh menyampaikan secara terbuka preferensi politiknya dalam Pilkada sehingga kompetisi berjalan fair.
Namun sebelum hari pencoblosan dilakukan, demi agenda politiknya Prabowo justru secara terang-terangan mengajak masyarakat untuk memilih “orangnya” di Pilkada.
Baca Juga: Rekomendasi 10 Tempat Hiburan Seru di Tangerang, Cocok untuk Mengisi Liburan Sekolah dan Nataru
Manuver Prabowo tersebut membuat Pilkada Banten menjadi tidak adil. Pilkada yang harusnya adalah persaingan antar elit politik lokal berubah menjadi pertarungan antara elit politik nasional versus elit politik lokal.
Dan ya pada akhirnya sehebat apapun sebuah dinasti lokal tidak akan bisa mengalahkan tangan-tangan rezim dan oligarki nasional.
Kedua, kekuatan modal. Uang dan Pilkada adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan. Keterlibatan oligarki nasional dalam Pilkada Banten diikuti pula dengan besarnya aliran dana yang dikucurkan untuk memenangkan pertarungan baik di darat maupun di udara.
Baca Juga: Perkuat Ketahanan Pangan, BRI Salurkan Rp199,83 Triliun untuk Sektor Pertanian
Hal ini terlihat dari produksi spanduk secara besar-besaran, penyelenggaraan konser berkaliber nasional, hingga menggerakkan para artis dan influencer seperti Raffi Ahmad.
Di samping itu sebagaimana informasi yang penulis himpun dari berbagai sumber, malam sebelum pencoblosan serangan fajar terjadi secara masif di berbagai daerah baik berupa uang tunai maupun sembako.
Memang betul Klan Atut juga melakukan money politic, namun besarannya masih kalah dengan lawan sehingga tidak mampu bersaing.
Ketiga, faktor mesin politik. Nasionalisasi Pilkada yang kemudian diikuti dengan menguatnya mesin politik di daerah menjadi salah satu faktor kunci dibalik kekalahan Klan Atut. Pada Pilpres 2024 kemarin, Klan Atut habis-habisan memenangkan Prabowo.
Namun pada Pilkada kali ini Keluarga Atut harus berhadap-hadapan dengan Prabowo sehingga menyulitkan mereka dalam mengubah iman politik pemilihnya karena konstituen sudah terlanjur menggandrungi Prabowo.
Lebih lanjut, mesin politik partai-partai dan simpul relawan KIM Plus pasca Pilpres juga masih panas sehingga Prabowo dan kawan-kawan bisa dengan mudah menggalang timsesnya untuk memenangkan calon-calon yang diusung Prabowo.
Baca Juga: Nonton When the Phone Rings Episode 5 Sub Indo: Hee Joo Dalam Bahaya, Sa Eon Khawatir?
Keempat, Program Populis. Selain meniru gaya berkampanye Prabowo, para calon kepala daerah di Banten juga turut mereproduksi diksi “gratis” ala Prabowo dengan mengusung program “Sekolah Gratis”.
Andra-Dimyati misalnya, mereka selalu mengumbar “Sekolah Gratis” dalam berbagai arena kampanye maupun debat. Penyampaian yang berulang dan sistematis pada akhirnya bukan hanya mengidentikkan mereka dengan Prabowo namun juga menjadi memorable bagi masyarakat Banten.
Terakhir, dualisme Golkar. Agenda awal koalisi KIM Plus adalah menduetkan Airin dan Andra Soni di Banten. Namun penolakan Airin membuat Gerindra membuka opsi baru dengan menggandeng Dimyati dari PKS dengan Golkar bergabung sebagai pengusung.
Baca Juga: Hasil Rekap KPU Kabupaten Serang, Segini Beda Suara Zakiyah-Najib yang Ungguli Andika-Nanang
Namun manuver PDIP mengusung Airin, membuat KIM Plus was-was dan mengirim Golkar untuk mengamankan situasi. Berkat setengah hatinya Golkar dan keterbatasan kekuatan PDIP di Banten pada akhirnya Airin harus mengalami kekalahan.
Skema yang hampir sama juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Hal ini terindikasi dari sikap Golkar pasca kekalahan Dinasti Atut yang tidak menunjukkan kekecewaan layaknya PDIP.
Penguasa Baru
Banyak pihak yang mengklaim bahwa kemenangan Andra-Dimyati merupakan simbol kemenangan rakyat atas dinasti. Namun sayangnya klaim tersebut hanya ilusi belaka.
Baca Juga: Kota Tangsel Juara Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Kabupaten Ini Urutan Buncit
Kemenangan Andra-Dimyati tidak sesederhana yang dibayangkan orang-orang. Nyatanya kekalahan Klan Atut bukanlah tumbangnya dinasti di Banten, melainkan hanyalah pergantian pimpinan dinasti di Banten dari Keluarga Atut ke tangan Keluarga Natakusumah.
Sebagaimana diketahui selain mengamankan kursi Banten-2, Klan Natakusumah juga berhasil melanjutkan estafet kepemimpinannya di Kabupaten Pandeglang setelah adik Dimyati yakni Raden Dewi Setiani berhasil memenangkan Pilkada Pandeglang.
Kemenangan keduanya menyempurnakan dominasi Klan Natakusumah di Banten setelah sebelumnya Rizki Natakusumah (anak Dimyati) berhasil mengamankan kursi DPR RI.
Baca Juga: Kejuaraan IWF Bahrain, Rizki Siap Berikan yang Terbaik untuk Indonesia
Dengan kata lain Pilkada Banten telah melahirkan penguasa baru dalam percaturan politik di Banten.
Banten yang awalnya dikuasai oleh Klan Atut kini nampaknya akan dikuasai oleh Klan Dimyati. Sedangkan Banten akan tetap menjadi provinsinya para dinasti. Dinasti yang membuat Banten sulit untuk maju.***
Penulis adalah Mahasiswa FISIP Semester 2 Unpam Kampus Serang.



















