BANTENRAYA.COM – Pemilik utama jaringan Apotek Gama Edy Mulyawan Martono menjadi dalang atas temuan cangkang kapsul di Lantai 3 Apotek Gama, Kota Cilegon.
Hal itu terungkap dalam dalam sidang kasus penjualan obat setelan Apotek Gama Kota Cilegon yang digelar di Pengadilan Negeri Serang pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum atau JPU Kejari Cilegon menghadirkan Fakihudin selaku area Manager Serang Apotek Gama.
Saksi dihadirkan untuk keterangan terdakwa pemilik Apotek Gama Cilegon Lucky Mulyawan Martono atau Lucky Martono dan apotekernya, Popy Herlinda Ayu Utami.
Fakihudin mengatakan, jika cangkang kapsul dan obat di lantai 3 Apotek Gama Cilegon yang jadi temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM di Serang pada saat inspeksi mendadak atau Sidak berasal dari Apotek Cabang di Kota Serang.
“Terkait obat itu saya tidak tau, sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Pindahan dari Gama Cipete Serang,” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin, Selasa, 7 Oktober 2025.
BACA JUGA: Apotek Gama Jual Obat Tanpa Merk Rp25 Ribu Perpaket
Fakih menjelaskan, cangkang kapsul itu dipindah dari Apotek Gama Cabang Serang setelah mendapat perintah dari bos besar Edy Mulyawan Martono, dan atasannya di Apotek Gama.
“Betul (yang menyuruh pak Edy). Saya pernah disampaikan pak Tri Apoteker penanggungjawab Cipete. Pak Edi dan pak Tri (Yang memerintahkan),” jelasnya.
Fakih mengungkapkan, jika cangkang kapsul itu sengaja disimpan di lantai 3.
Berdasarkan informasi cangkang kapsul itu akan dikirim ke Bekasi, Jawa Barat.
“Cangkang kapsul yang ditemukan BPOM itu, cangkang kapsul milik pak Martono yang dikirim ke Bekasi,” ungkapnya.
Diketahui, perkara peredaran obat ilegal dan pelanggaran izin edar itu bermula dari hasil pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Serang tahun 2019.
Di mana, BPOM memperoleh informasi Apotik Gama 1 Cilegon memperjualbelikan obat stelan.
BACA JUGA: Eksepsi Bos Apotek Gama Kota Cilegon Ditolak Hakim PN Serang
Apotek Gama diduga melakukan pelanggaran berupa obat yang disimpan dengan baik, tempat penyimpanan obat di gudang lantai 3 tidak memiliki izin, penyaluran obat keras tidak menggunakan resep dokter, ditemukan produk obat racikan, obat tradisional dan kosmetik yang tidak memiliki izin edar.
Berdasarkan temuan tersebut BPKM memberikan Surat Peringatan pada 6 Maret 2019.
Selanjutnya, pada Januari 2024, BPOM kembali mendapat peredaran atau penjualan obat stelan yang tidak memiliki label di Apotek Gama tersebut.
Untuk memperkuat informasi itu, petugas BPOM menyamar sebagai konsumen.
Awalnya karyawan Apotek GAMA 1 Cilegon menawarkan obat merek CATAFLAM Rp75 ribu.
Petugas BPOM kemudian meminta obat murah, dan karyawan Apotek GAMA memberikan obat berisi kapsul warna hijau-kuning, tablet putih dan tablet pink dengan total 15 butir obat dengan harga jual Rp25 ribu per paket.
BACA JUGA: Berkas Perkara Apoteker Apotek Gama Dilimpah ke Kejaksaan
Obat tersebut tidak ada label yang berisikan jenis obat, cara penggunaan dan kadaluarsa.
Selain itu, pada 19 September 2024, BPOM melakukan sidak di Apotek Gama 1 Cilegon, dan melakukan pemeriksaan yang disaksikan perwakilan dari Apotek.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada lantai 3, terdapat ruang penyimpanan persediaan farmasi dan ruang penyimpanan cangkang kapsul, yang tidak memiliki izin.
Terdakwa Lucky Martono sebagai penanggung jawab Apotek Gama 1 bersama-sama terdakwa Poppy selaku Apoteker menjual obat stelan yang merupakan obat keras tidak melalui resep dokter.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 Undang-Undang RI No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
BACA JUGA:Anak Bosnya Jadi Tersangka, Apotek Gama Bantah Kepemilikan Obat Sitaan BPOM
Usai mendengarkan keterangan para saksi, Majelis hakim menunda sidang perkara peredaran obat ilegal dan pelanggaran izin edar itu hingga minggu depan denga agenda keterangan saksi.***



















