–Akademisi mendukung usulan pemotongan tunjangan kinerja (tukin) pejabat Pemerintah Provinsi Banten yang diusulkan fraksi-fraksi di DPRD Provinsi Banten.
Hanya saja, penerapan pemotongan tukin itu menurutnya harus diterapkan pada pejabat yang secara kinerja memang memble.
Pengamat politik dari UNIS Tangerang Adib Miftahul mengatakan, pemotongan tukin pejabat sangat tepat dan masuk akal apabila dikaitkan dengan kinerja dari pejabat tersebut.
Bahkan, Adib menyatakan tunjangan untuk pejabat bisa saja diberi hanya 50 persen atau 20 persen bahkan tidak usah diberi tunjangan apabila kinerja pejabat tersebut amburadul dan tidak bisa diharapkan.
“Kita tahu memecat pejabat ini kan susah, kalau enggak karena ada pelanggaran yang berat. Etos kerjanya begitu saja, tidak ada inovasi, nah ini kalau yang begini enggak usah dikasih tunjangan kinerja. Ini baru bagus tuh,” kata Adib.
Adib menyatakan, tunjangan kinerja harus digunakan untuk mengukur bagaimana reward and punishment diterapkan.
Sebab inilah sebenarnya esensi dari salah satu asas maritokrasi, yaitu memberikan penghargaan kepada yang berprestasi dan memberikan hukuman kepada yang tidak bekerja secara baik.
Dengan cara ini, maka setiap pejabat diberi penghargaan sesuai dengan kinerja yang dilakukan.
“Jadi kalau DPRD meminta tukin semua pejabat harus dipotong 50 persen, ini cenderung seperti “balas dendam” pribadi dari DPRD. Karena semua mata saat ini sekarang sedang tertuju pada DPRD yang tunjangannya dinilai fantastis dan ini bukan hanya terjadi di Banten tapi hampir di semua daerah di Indonesia,” katanya.
Karena itu, dia meminta agar DPRD Banten mendorong BKPSDM Banten atau BPKAD Banten untuk meng-assesment mana saja pejabat-pejabat yang harus diberi reward mana yang harus diberi punishment. Sebab selama ini tidak ada penerapan hal ini karena semua dipukul rata.
“Itulah kekacauan yang sudah bertahun-tahun berlalu. Semua dipandang rata. Emang kinerjanya sama? Justru itulah yang akhirnya membuat kecenderungan saling iri, karena enggak ada batasan di situ. Jadi, mulai dari sekarang yang bagus mana, yang sedang mana, yang jelek mana, itu harus berbeda-beda. DPRD jangan main asal pukul rata begitu,” kata Adib. (***)
















