BANTENRAYA.COM– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengaku secara rutin telah melakukan evaluasi terhadap proses pendistribusian pupuk bersubsidi.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Banten. Babar Suharso.
Ia mengatakan, selama ini proses evaluasi selalu rutin dilakukan. Dan selama evaluasi, ia mengklaim tidak ada proses penyimpangan yang terjadi.
Baca Juga: DPRD Banten Setujui Usulan Raperda Limbah B3 dan Perlindungan Kekerasan
Hanya saja. kata dia. ada keterlambatan dari proses penyerapan akibat pendistribusian ke kios yang menjual pupuk bersubsidi.
“Kita evaluasi secara rutin. Sejauh ini tidak ada penyimpangan, hanya keterlambatan penyerapan. Kita sudah bahas dengan para distributor dan pengecer (distribusi pupuk subsidi, -red). Ternyata yang baru terlaporkan itu masalah di tingkat Kios, KPL (kios pupuk lengkap),” kata Babar kepada Banten Raya, Kamis 11 Juli 2024.
“Jadi mereka itu (kios,-red) tidak menyetok secara banyak dari distributor. Kalau ada yang mengajukan, baru dia ambil ke distributor. Jadi tidak menyetok pupuk sesuai dengan kuota yang sebelumnya diajukan berdasarkan data ajuan kelompok tani (Poktan). Sehingga ketika petani ingin beli, di kios kosong. Padahal banyak di gudang distributor,” sambungnya.
Baca Juga: Inilah Sederet Catatan Khusus DPRD Kepada Dindik Terkait PPDB
Babar mengatakan, proses penjualan pupuk bersubsidi oleh kios itu berizin. Sehingga, ketika para kios mengajukan izin sebagai kios pupuk lengkap, pengecer pupuk bersubsidi dan pestisida bersubsidi, maka harus melampirkan data kelompok taninya.
“Dan harusnya sesuai dengan pengujuam izin dan kuota yang diberikan, dia (pemilik kios, -red) itu harus menyetok pupuk dan pestisida, seperti NPK, dan Urea,” katanya.
Babar mengatakan, kedepan pihaknya akan mengevaluasi para kios yang melakukan sistem pre-order seperti itu.
Sehingga, penyerapan pupuk subsidi di Banten dapat terserap dengan banyak.
“Kedepan kita akan evaluasi lagi para kios yang baru menyediakan pupuk kalau ada petani yang mau beli. Karena seharusnya para pemilik kios yang mendapatkan izin sebagai penyedia pupuk bersubsidi bisa menebus pupuk sesuai dengan apa yang diajukan,” ujarnya
Babar juga menerangkan, dalam proses penebusan pupuk pun tidak boleh dilakukan sembarangan, dimana para petani perlu masuk dan terdaftar lebih dulu sebagai calon penerima pupuk bersubdisi melalui kelompok tani.
Baca Juga: PPDB Dinilai Carut-marut, Kumala Minta Pj Gubernur Banten Evaluasi Dindik Banten
“Jadi aturannya memang si petani itu kan terdaftar sebagai kelompok tani yang masuk dalam data Rencana definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Nah ketika realisasi distribusi, itu petani harus menunjukkan KTP, karena tidak sembarangan, kan itu pupuk bersubdisi,” ucapnya.
“Itu yang harus dipastikan. Tapi kalau yang di luar area pelayanan, itu pasti akan ditolak. Jadi sudah by name by address,” lanjutnya.
Sementara itu, sebelumnya, Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Banten Oong Syahroni meminta agar Pemprov Banten mengubah pola distribusi pupuk subsidi dengan memperbanyak kios-kios pengecer.
Baca Juga: Kumala Soroti Dugaan Kecurangan PPDB di SMA 1 Rangkasbitung, Minta Pemerintah Segera Bertindak
Pasalnya, kata dia, saat ini stok pupuk di kios pengecer lebih sering kosong, dan jarak tempuh antar desa dengan kios pengecer juga menjadi kendala dalam proses distribusi.
Oong menerangkan, Pemprov Banten harus juga memperbanyak kios-kios pengecer di tingkat desa. Bila perlu setiap satu desa satu kios pengecer, sehingga para petani bisa lebih mudah mengakses pupuk subsidi.
“Kalau bisa dikatakan stok pupuk di kios itu sering kosong, mungkin iya. Makanya itu juga harus dievaluasi. Namun ada hal lainnya yang juga penting diperhatikan oleh Pemprov Banten berkenaan dengan pola distribusi pupuk subsidi itu sendiri,” kata Oong.
Baca Juga: Demi Pemekaran Kabupaten Cilangkahan, Petani di Lebak Selatan Serahkan 42 Hektare Tanah
“Yang terjadi saat ini kan satu kios itu untuk menjangkau sekitar tiga desa. Masalahnya, untuk di daerah Lebak dan Pandeglang itu, jarak antar satu desa dengan desa lainnya cukup jauh. Sehingga hal ini akan berdampak pada tambahan biaya operasional petani,” tambahnya.***