BANTENRAYA.COM – Sebanyak 265 warga Kabupaten Lebak berangkat ke luar negeri untuk menjadi Pekerja Migran Indonesia atau PMI selama 2025.
Negara tujuan ada 12 meliputi Arab Saudi, Taiwan, Singapura, Malaysia, Jepang, Turki, Hong Kong, Brunei, Kuwait, Korsel, Qatar, dan Bulgaria.
“Dengan keberangkatan itu tentu dapat mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Lebak yang berdasarkan data BPS ada sebanyak 7,3 persen,” kata Sekretaris Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lebak, Rully Charuliyanto pada Minggu, 14 Desember 2025.
Rully menyampaikan, pihaknya sejauh ini bekerjasama dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau PJTKI dan Kementerian Tenaga Kerja atau Kemnaker untuk menyerap tenaga kerja luar negeri itu.
Selain itu, komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri serta penguatan jaringan ke kedutaan besar Indonesia di masing-masing negara juga ditingkatkan untuk melindungi para pekerja.
“Kita juga gencar sosialisasi untuk mencegah TPPO dan terus mengimbau agar calon pekerja memilih agen resmi. Untuk itu biasanya kita menggandeng pihak desa hingga tokoh masyarakat,” tuturnya.
Rully mengungkapkan, 265 pekerja yang berangkat akan bekerja di sektor formal mulai dari perawat bayi, lansia, perawat rumah sakit, salon aksesoris kendaraan, penjaga toko, pabrik, perbengkelan hingga satpam.
Ia juga mengklaim para pekerja sudah dibekali skill yang sesuai dengan pekerjaannya termasuk penguasaan bahasa negara yang dituju.
“Jenjang pendidikannya juga beragam, mulai dari SMP hingga sarjana,” imbuhnya.
Di sisi lain, Rully mengakui bahwa pihaknya kerap kecolongan terkait adanya warga Lebak yang bekerja ke luar negeri secara ilegal.
BACA JUGA: Permintaan LPG 3 Kilogram Diprediksi Akan Meningkat, Disperindag Lebak Pelototi Distribusi
Dalam hal ini, calon PMI tidak melakukan koordinasi dengan Disnaker serta menggunakan agen ilegal ketika berangkat.
Menurutnya, hal itu yang kemudian menjadi penyebab adanya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“TPPO itu ya karena hal itu. Jadi kita pun kesulitan untuk memulangkan. Agennya ilegal dan hukum di dua negara itu berbeda. Jadi kita hanya bisa koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri,” terangnya.
Kata Rully, berangkatnya warga Lebak ke luar negeri secara ilegal biasanya karena iming-iming dari pihak agen, seperti gaji yang tidak masuk akal.
Selain itu juga sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa berkonsultasi dengan Disnaker langkahnya lebih rumit ketimbang berangkat secara ilegal.
BACA JUGA: Pembangunan Huntap Banjir Bandang Lebak 2020 Terus Molor, BPBD Ungkap Penyebabnya
Padahal itu merupakan anggapan yang salah. Menurut Rully, berbagai prosedur yang diwajibkan merupakan langkah agar PMI asal Lebak benar-benar terlindungi.
“Ada banyak kita temukan warga Lebak yang jadi korban TPPO. Makanya sekali lagi kita terus ingatkan agar warga ini lapor terlebih dahulu ke Disnaker,” tandasnya.***














