BANTENRAYA.COM – Menjadi guru honorer selama 24 tahun, tak mampubuat Cacang Hidayat (55), warga Kampung Sanding, Desa Sumurbandung, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak untuk memiliki rumah layak yang nyaman.
Bukan tanpa alasan, upah sang guru honorer yang hanya Rp500 hingga Rp800 ribu per bulan, jauh dari kata cukup, bahkan jika hanya untuk sekadar makan.
Cacang sendiri menjadi pegawai honorer penjaga sekolah dan perpustakaan di SMP Negeri 2 Cibadak sudah sejak tahun 2001 silam.
“Buat makan saja harus ditutupi dari bantuan istri yang kerja seadanya. Gimana mau bikin rumah,” kata Cacang saat ditemui, Jumat, 12 Desember 2025.
Di rumah lapuk dan tua miliknya, Cacang tinggal bersama sang istri, Enok Sutirah (43) dan Cacang, telah tinggal di rumah itu sejak tahun 2000.
Kondisi rumah Cacang sendiri, sudah sangat memprihatikan. Anyaman bambu yang menjadi dinding sebagian besar berlubang.
BACA JUGA: Maman Mauludin Gugat PTUN Usai Diberhentikan Sekda Cilegon, Begini Respon Robinsar
Beberapa tiang penyangga keropos hingga Cacang harus memasang penopang tambahan. Belum lagi, kebocoran pada bagian atap yang terlihat di mana-mana.
“Kalau hujan, kami pindah ke satu kamar yang masih agak utuh. Itu pun seadanya. Anak-anak tidur berhimpitan. Rumah ini memang sudah tidak layak,” tuturnya.
Cacang sendiri mengakui perjuangan dan dedikasinya sebagai guru honorer tak sebanding dengan upah yang ia terima.
Bahkan, untuk menuju sekolah tempatnya bekerja, Cacang berjalan kaki sekitar 8-9 kilometer, dengan menempuh perjalanan dua jam setiap harinya.
Namun harapan muncul, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan penetapan PPPK Paruh Waktu.
“Saya berangkat jam 05.00 WIB. Biasanya jalan kaki sekitar dua jam, pulang pergi begitu setiap hari. Kadang ada juga yang memberi tumpangan,” terangnya.


















