BANTENRAYA.COM – Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon mengaku sulit menggarap lahan menganggur untuk dijadikan pertanian produktif.
Hal itu, karena kebanyakan lahan tersebut sudah milik perusahaan dan pengembang perumahan.
Pengurus Gapoktan Kelurahan Sukmajaya Buang menjelaskan, dari 157 petani yang ada di Gapoktan, hanya 10 persen saja yang memiliki lahan pribadi.
Sisanya sebagian besar melakukan garapan dengan menyewa tanah dan menggarap lahan orang lain.
“Dari 40 hektar lebih lahan sawah, yang dimanfaatkan baru beberapa persen saja atau perkiraan 30 persen. Kesulitannya karena milik perusahaan dan susah untuk dimintai izin atau sewa penggunaan lahannya. padahal cocok untuk pertanian,” ujarnya, Rabu, 10 Desember 2025.
BACA JUGA: Data DKPP Kabupaten Serang, Setahun Alih Fungsi Lahan Pertanian Tembus 3.600 Hektare
Buang menyatakan, saat ini pihaknya sudah menggarap lahan pertanian untuk padi dan jagung.
Padi dan jagung menjadi komoditas utama yang terus digeber pemerintah pusat.
“Padi dan jagung ungu. Jadi ini program ketahanan pangan dari pemerintah dan kepolisian,” ujarnya.
Kendati cuaca buruk dan banjir, jelas Buang, beruntung tanaman padi sudah kuat, sehingga tidak terdampak secara signifikan.
Baru nanti saat musim selanjutnya akan menanam sejumlah tanaman buah seperti melon.
“Nanti kalau melon, sekarang tidak cocok karena musim hujan,” ujarnya.
BACA JUGA: Pimpin Karang Taruna Purwakarta, Rifqi Bidik Pengembangan Sektor Pertanian
Pengurus Gapoktan Kelurahan Tegal Bunder, Kecamatan Purwakarta Marjii menyampaikan, lahan yang sekarang kebanyakan digarap petani sendiri merupakan lahan milik orang atau lebih tepatnya pengusaha.
“Terutama yang di gunung itu sudah punya pengusaha semua kebanyakan. Memang diizinkan untuk menggarap seperti untuk kacang, padi dan pisang. Kalau lahan memang sudah punya pengusaha semuanya,” ungkapnya.
Marjii menyatakan, mayoritas petani di Tegal Bunder sendiri, adalah petani yang memanfaatkan lahan orang lain dengan bentuk saat panen paruhan hasil.
“Kalau sewa tidak mungkin kebayar. Jadi sistemnya biasanya paruhan hasil panen. Tapi yah semua lahan di sini sudah punya pengusaha,” pungkasnya.***
















