BANTENRAYA.COM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang mengancam akan menahan terdakwa peredaran obat ilegal dan pelanggaran izin edar Lucky Mulyawan Martono selaku pemilik dan Popy Herlinda Ayu Utami selaku penanggung jawab Apotek Gama 1 di Kota Cilegon.
Ancaman penahanan dilakukan apabila bos Apotek Gama tersebut tidak kooperatif saat persidangan.
Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin meminta bos dan penanggungjawab Apotek Gama 1 untuk kooperatif menghadiri persidangan dengan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Jika tidak, pihaknya tidak akan segan-segan untuk menahan keduanya.
“Nanti minggu depan tanggapan pak jaksa, jam 10 sudah ada di sini bisa yah. Kalau terdakwa jam 10 tidak sampai di sini akan saya tahan,” kata Majelis Hakim dalam sidang kedua dengan agenda eksepsi atau bantahan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon, Selasa, 9 September 2025.
BACA JUGA: Siswa SMPN 22 Kota Serang Belajar Pilah Sampah
Sementara itu, Yusuf Kurniawan menjelaskan alasan Lucky Mulyawan Martono dan Popy Herlinda Ayu Utami tidak dilakukan penahanan sejak tahap penyelidikan, hingga persidangan.
“Alasannya karena kooperatif, Yang Mulia,” jelasnya.
Ditempat yang sama, kuasa hukum terdakwa, Budi Siswanto menyebut jika dakwaan JPU kabur, tidak menguraikan peristiwa sejak tahun 2019.
Padahal, Lucky belum menjabat sebagai penanggung jawab apotek maupun bagian dari Apotek Gama pada tahun itu.
BACA JUGA: Payroll Gaji Resmi Pindah, Ratusan PPPK Kabupaten Serang Mulai Buat Rekening di Bank Banten
“Klien kami baru memiliki tanggung jawab pada 2024, sementara dakwaan menyebutkan sejak 2019. Ini jelas error in persona, karena subjek hukum yang disebutkan tidak tepat,” katanya.
Budi menjelaskan perkara obat setelan yang diusut BBPOM Serang, hingga menyebabkan keduanya jadi tersangka, seharusnya masuk ranah administrasi bukan pidana.
“Temuan BBPOM Serang pada September 2024 lebih tepat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi sesuai peraturan BPOM. Tidak seharusnya ditarik ke ranah pidana,” jelasnya.
Menurut Budi, dakwaan jaksa tidak hanya keliru dalam menyebutkan waktu, tetapi juga menempatkan pihak yang tidak tepat sebagai terdakwa.
“Artinya, dakwaan ini kabur, karena menyebut perbuatan sejak 2019 tanpa dasar tanggung jawab dari klien kami,” tambahnya.
BACA JUGA: Kasus Penipuan Transaksi Online Tinggi, Dana Buka Posko Bantuan Keliling di Jabar dan Banten
Diketahui, perkara ini berawal dari hasil pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan atau BBPOM Serang tahun 2019.
Di mana, BPOM memperoleh informasi Apotek Gama 1 Cilegon memerjualbelikan obat stelan.
Berdasarkan informasi tersebut BPOM mengeluarkan Surat Perintah Tugas pada 12 Februari 2019, untuk melakukan pemeriksaan terhadap Apotek Gama 1.
Apotek Gama diduga melakukan pelanggaran berupa obat yang disimpan dengan baik, tempat penyimpanan obat di gudang lantai 3 tidak memiliki izin, penyaluran obat keras tidak menggunakan resep dokter, ditemukan produk obat racikan, obat tradisional dan kosmetik yang tidak memiliki izin edar.
Berdasarkan temuan tersebut BPKM memberikan Surat Peringatan pada 6 Maret 2019.
Selanjutnya, pada Januari 2024, BPOM kembali mendapat peredaran atau penjualan obat stelan yang tidak memiliki label di Apotek Gama tersebut.
Untuk memperkuat informasi itu, petugas BPOM menyamar sebagai konsumen.
Awalnya karyawan Apotek GAMA 1 Cilegon menawarkan obat merek CATAFLAM Rp75 ribu.
Petugas BPOM kemudian meminta obat murah, dan karyawan Apotek GAMA memberikan obat berisi kapsul warna hijau-kuning, tablet putih dan tablet pink dengan total 15 butir obat dengan harga jual Rp25 ribu per paket.
BACA JUGA: Biar Nggak Boncos, Raditya Dika Bongkar Tips Jitu Atur Keuangan Mahasiswa di Era FOMO
Obat tersebut tidak ada label yang berisikan jenis obat, cara penggunaan dan kadaluarsa.
Selain itu, pada 19 September 2024, BPOM melakukan sidak di Apotek Gama 1 Cilegon, dan melakukan pemeriksaan yang disaksikan perwakilan dari Apotek.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada lantai 3, terdapat ruang penyimpanan persediaan farmasi dan ruang penyimpanan cangkang kapsul, yang tidak memiliki izin.
Terdakwa Lucky Mulyawan Martono sebagai penanggung jawab Apotek Gama 1 bersama-sama terdakwa Poppy selaku Apoteker menjual obat stelan yang merupakan obat keras tidak melalui resep dokter.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 435 Undang-Undang RI No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Usai membacakan eksepsi atas dakwaan JPU, Majelis hakim menunda sidang dan akan melanjutkan dengan agenda tanggapan JPU terhadap eksepsi pekan depan.***