BANTENRAYA.COM – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak dari sektor pasar baru mencapai 67 persen menjelang penutupan tahun berjalan. Berdasarkan Perda Nomor 1 tahun 2025, Disperindag dibebankan untuk mendapatkan PAD sebesar Rp10 miliar. Disperindag Lebak mengakui ada banyak tantangan yang dialami sepanjang 2025 hingga target PAD itu sulit tercapai.
“Baru sekitar 67 persen di Lebak. Kalau melihat dari target, berarti ya kira-kira baru terealisasi Rp6,7 miliar. Tahun ini, ada cukup banyak dinamika yang dialami,” kata Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindag Lebak, Yani saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa, 23 Desember 2025.
Dalam Perda lebak itu, Yani merincikan PAD dari Pasar sendiri secara umum terbagi ke dalam beberapa jenis. Mulai dari salar harian, penyewaan kios, los dan lain-lain, serta retribusi parkir di luar badan jalan. Kendala paling dirasakan ialah dari penyewaan kios serta retribusi parkir di luar badan jalan.
Penghimpunan PAD itu sendiri berasal dari 13 pasar di seluruh Kabupaten Lebak yang saat ini aktif. Secara keseluruhan, Disperindag Lebak memiliki sekitar 1.314 lapak, 1022 kios, 233 los, 191 toko, serta 85 selter. Namun, banyak penyewa lapak dan kios kesulitan menjalankan kewajibannya untuk membayar sewa sementara beberapa diantaranya ternyata dalam kondisi kosong.
Kata Yani, kondisi saat ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya daya beli masyarakat. “Bahkan ada pedagang yang bilang, kita mending gulung tikar saja daripada harus bayar sewa. Ya itu bukti kalau memang daya beliasih rendah,” ungkapnya.
BACA JUGA : Stok Daging dan Telur di Kabupaten Lebak Aman hingga Ramadan 2026
Selian itu, Yani mengungkapkan bahwa pendapatan terbesar rupanya berasal dari retribusi parkir di luar badan jalan yang berada di Pasar Rangkasbitung. Bahkan dari total target sebesar Rp10 miliar itu, Rp6 miliar diantaranya merupakan target yang berasal dari parkir itu. Namun saat ini, realisasi retribusi parkir di Pasar Rangkasbitung baru mencapai Rp4 miliar.
“Selain penyewaan kios, rendahnya daya beli masyarakat juga tentu mempengaruhi pendapatan parkir. Ketika awal-awal menentukan target, parkir Pasar Rangkasbitung itu bisa tembus Rp17 juta per hari, tapi sekarang rata-rata Rp10 hingga Rp11 juta per hari” terangnya.
Menurut Yani, selain rendahnya daya beli, pembangunan Stasiun Ultimate Rangkasbitung diklaim jadi salah penyebab turunnya pendapatan parkir di luar badan jalan. “Secara psikologis mempengaruhi. Jadi calon pembeli lebih memilih parkir di dalam badan jalan,” ujarnya.
Kendati begitu, Yani mengklaim pihaknya akan memaksimalkan sisa hari menjelang penutupan tahun 2025 ini meski tak tercapai hingga 100 persen. “Setidaknya bisa sampai 70 persen. Kita akan terus maksimalkan,” tandasnya. (***)















