BANTENRAYA.COM – Ancaman bencana hidrometeorologi masih membayangi Provinsi Banten memasuki awal tahun 2026.
Potensi banjir, tanah longsor, dan angin kencang diprediksi terus meningkat seiring tingginya curah hujan hingga Maret 2026.
Di tengah kewaspadaan tersebut, kondisi perlengkapan kebencanaan yang sudah uzur menjadi sorotan karena dinilai dapat menghambat penanganan saat terjadi bencana.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Provinsi Banten Lutfi Mujahidin mengatakan, berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG curah hujan ringan hingga deras masih akan melanda sebagian besar wilayah Banten dalam tiga bulan ke depan.
“Karena menurut BMKG, kira-kira 3 bulan sampai Maret 2026 masih dalam posisi hujan ringan dan deras, itu potensi adanya bencana. Khususnya Banten ini banyak pegunungan di daerah selatan itu ada potensi bencana,” ujar Lutfi saat ditemui usai Apel Siaga Kebencanaan di Kantor BPBD Banten, Senin, 24 November 2025.
BACA JUGA: Dijanjikan 2025, Penyintas Bencana di Kabupaten Lebak Kembali Batal Miliki Hunian Tetap Tahun Ini
Lutfi menjelaskan, pihaknya telah memetakan wilayah rawan bencana. Kabupaten Lebak dan Pandeglang di wilayah selatan Banten masuk kategori tinggi risiko longsor karena kondisi geografis pegunungan.
Sementara itu, kawasan Tangerang Raya, Kota Serang, dan Kota Cilegon berpotensi mengalami banjir ketika hujan dengan intensitas tinggi.
“Wilayah longsor itu ada di selatan. Karena konturnya pegunungan seperti di Lebak dan Pandeglang. Wilayah banjir sudah jelas Tangerang Raya, bahkan beberapa titik di Serang dan Cilegon itu titik rawan banjir,” jelasnya.
Lutfi menuturkan, BPBD telah mencatat ada ratusan titik rawan banjir yang tersebar di kabupaten/kota.
Tangerang menjadi wilayah dengan jumlah titik banjir terbanyak, disusul Serang, Cilegon, serta sebagian titik di Lebak dan Pandeglang.
BACA JUGA: BPBD Kota Cilegon Petakan Empat Kecamatan Rawan Bencana Kegagalan Teknologi
“Ratusan se-Banten kabupaten/kota ya. Yang paling banyak itu di Tangerang. Kemudian juga di Lebak, Cilegon, Pandeglang ada tapi tidak sebanyak di daerah seperti Tangerang Raya atau Serang,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Lutfi juga turut menyoroti kondisi peralatan kebencanaan yang sebagian besar sudah terlalu lama digunakan dan memerlukan peremajaan.
Beberapa perlengkapan dinilai tidak lagi optimal karena usia pakai lebih dari 10 tahun.
“Alat-alat kita itu sudah lama dan beberapa baru. Perahu sudah pada bocor, bukan berarti tidak dirawat, tapi perahu karet itu kan rawan ketika dipakai di medan saat evakuasi kebencanaan. Umpamanya kena kayu, seperti itu jadi perlunya peremajaan,” katanya.
“Ada juga tadi barang dari tahun 2013,” tambahnya.
BACA JUGA: Gunung Luhur Jadi Titik Vital Komunikasi Bencana Baru di Banten Selatan
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Banten Andra Soni mengakui perlunya penambahan unit dan peremajaan alat kebencanaan agar respon penanganan dapat berjalan maksimal.
Ia meminta BPBD melakukan inventarisasi mendetail terhadap fasilitas pendukung yang sudah tidak layak.
“Dan berdasarkan pengalaman kita di tahun 2018 dan 2019 kita perlu tambahan peralatan. Saya sudah sampaikan kepada Sekda dan kepada Kalak untuk menginventarisir alat-alat kita yang sudah uzur dan fungsinya tidak maksimal untuk diremajakan dalam rangka kesiapsiagaan,” tegasnya.***
















