BANTENRAYA.COM – Sebanyak 493 hektare kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di Jawab Barat dan Banten dikuasai gurandil hingga villa ilegal. Kondisi tak hanya merugikan negara secara materil, namun juga mengancam keberadaan satwa endemik kawasan konservasi tersebut.
Besaran luas kawasan TNGHS yang kuasai gurandil hingga vila ilegal sendiri diketahui setelah Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) bersama Komandan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda melakukan operasi penyegelan lubang Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) selama lebih dari sebulan terakhir.
Dansatgas Garuda PKH, Mayjen Dody Triwinarto mengungkapkan bahwa secara keseluruhan, kawasan TNGHS memiliki luas hingga 105.072 hektare, yang terbentang pada tiga kabupaten, yakni Sukabumi dan Bogor yang masuk dalam wilayah Jawa Barat, serta Lebak yang masuk ke dalam Provinsi Banten.
493 hektare yang dipakai untuk kegiatan Ilegal itu, disebut telah merugikan negara hingga Rp304 miliar. Namun kerugian itu rupanya belum termasuk nilai kerugian dari hasil tambang ilegal.
“Luas kegiatan ilegal di TNGHS sekitar 493 hektare itu terdiri dari kegiatan PETI seluas 346 ha dan bangunan villa ilegal sekitar 147 ha,” kata Dody di Kecamatan Cibeber, Lebak, Rabu (3/12/2025).
BACA JUGA : Sudah Makin Rusak, TNGHS Lebak Minta Aktivitas Penambangan Ilegal Dihentikan atau……
Dody menegaskan kegiatan penertiban kawasan TNGHS merupakan langkah penting yang dilakukan pihaknya bersama Kementerian Kehutanan untuk mencegah kerusakan hutan, khususnya di Banten dan Jawa Barat meluas.
Terlebih, kawasan TNGHS memiliki peran penting sebagai penyangga kehidupan, pengatur tata air, mencegah banjir dan longsor. Operasi ini juga rangkaian kesiapsiagaan kita menghadapi musim penghujan yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir.
“Untuk mengoptimalkan penyelesaian kegiatan ilegal (PETI dan vila ilegal) di TNGHS, Satgas PKH akan melakukan Penertiban Penggunaan Kawasan Konservasi TNGHS untuk bangunan komersial wisata sebanyak 488 unit di Blok Lokapurna, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra menyampaikan bahwa aktivitas ilegal, berupa pertambangan hingga area rekreasi mengancam keberadaan satwa endemik di kawasan konservasi itu. Salah satu yang terdampak ialah macam tutul. Katanya, saat ini populasi macan tutul di kawasan TNGHS hanya tersisa sekitar 58 ekor.
BACA JUGA : Gakkum Kehutanan Kemenhut Bredel 55 PETI di Kawasan TNGHS Blok Cirotan Lebak
“Pendataan dari tahun 2015 itu ada sekitar 58 individu tersebar di seluruh kawasan TNGHS, baik Jawa Barat hingga Banten,” imbuhnya. Kemudian satwa lain yang disebut terancam ialah Owa Jawa dan Elang Jawa. (***)

















