BANTENRAYA.COM – Penambangan pasir di Kota Cilegon nampaknya semakin ugal-ugalan.
Pantau Banten Raya di sejumlah tambang pasir di Kelurahan Banjarnegara, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon berbatasan dengan Desa Batu Kuda, Kecamatan Mancak Kabupaten Serang,
Nampak aktivitas puluhan truk pasir mengangkut muatannya.
BACA JUGA: Marak Kasus Bullying di Banten, Amir Hamzah Sebut Lemahnya Penanaman Karakter dari Rumah
Kerusakan alam terjadi dengan sangat ekstrem. Mirisnya lagi, dana bagi hasil (DBH) dari hasil tambang di Kota Cilegon hanya Rp535 juta saja pada 2025 ini.
Padahal, perbaikan jalan rusak, khususnya Jalan Lingkar Selatan (JLS) mencapai puluhan miliar.
Termasuk bahaya longsor mengintai masyarakat perkampungan, terutama di empat kecamatan yakni Cibeber, Cilegon, Citangkil dan Ciwandan.
Wakil Sekretaris Bidang Lingkungan Hidup Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (Badko) Jabodetabeka-Banten Asep mengungkapkan, kerusakan alam karena tambang sangat mengkhawatirkan.
Lebih lagi sekarang di Kota Cilegon pemukiman sudah berbatasan dengan jurang karena penambangan.
Tidak hanya itu saja, kondisi ekstrem juga terjadi karena tidak ada lagi penghijauan yang dilakukan.
“Sudah banyak kampung dan rumah warga beberapa meter jurang karena bekas tambang. Semua bekas tambang juga menjadi gundul,” ucapnya, Rabu 19 November 2025.
Disisi lain, ujar Asep, kondisi tambang juga membuat danau buatan yang membahayakan untuk aktivitas warga.
“Itu jelas penambangan, karena mereka mengeruk setelah datar. Harusnya cukup didatarkan saja. Namun, ini malah digali,” jelasnya.
Belum lagi, tegas Asep, yang paling rugi adalah Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan atau Mineral dan Batubara di Kota Cilegon sangat minim.
Bahkan, pendapatan DBH tersebut tidak berbanding lurus dengan kerusakan infrastruktur jalan dan lingkungan di Kota Cilegon.
“Berdasarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025, DBH pertambangan atau mineral dan batubara di Kota Cilegon mencapai Rp535 juta. Termasuk, dari sisi IIUPH (Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan) dan PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) hanya berkontribusi sebesar Rp23.806.000,” paparnya.
Sebelumnya, Kepala DLH Kota Cilegon Sabri Mahyudin menyampaikan, pihaknya kebingungan soal tambang pasir di Kota Cilegon.
Sebab, sampai sekarang tidak ada yang jelas mana yang berizin dan tidak. hal itu, lantaran sampai detik ini DLH Kota Cilegon belum menerima data dari DPMPTSP Provinsi Banten kaitan mana saja tambang berizin dan tidak berizin.
“Kalau galian mah itu kewenangannya semua provinsi. Kami sudah meminta data resmi bersurat ke DPMPTSP Provinsi. Namu sampai sekarang tidak dikasih. Belum dibalas-balas sampai sekarang. Iya jadi bingung DLH juga nih mana yang berizin mana yang enggak,” katanya.
Sabri menyampaikan, pihaknya tidak menuduh jika galian di Kota Cilegon itu illegal semuanya. Namun, jika dilihat secara sekilas kan, misalnya titik koordinat, luas lahan tambang itu melebihi semuanya.
“Kita kan bagaimana yang dikasih 1 kavling mereka misalnya eksploitasinya 2 kavling, Kita juga gak bisa nuduh orang, kalo kita gak punya datanya kan koordinatnya yang mana, kan ada koordinatnya. Batas-batasnya dimana, dan lainnya,” jelasnya.
Sabri menyampaikan, dalam proses perizinan sendiri memang tidak ada pelibatan pemerintah kota setempat. Bahkan, termasuk kelurahan dan kecamatan.
“Sama sekali kalo soal perizinan itu nggak melalui pemerintah Enggak sama sekali, nggak ada. Semuanya lewat, kalua kota saja tidak apalagi kecamatan dan kelurahan,” ucapnya. ***
















