BANTENRAYA.COM – Belanja gaji hingga tunjangan 50 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kabupaten Lebak mencapai lebih dari Rp33,5 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD Lebak 2025.
Berdasarkan rincian APBD Lebak 2025, belanja gaji dan tunjangan tersebut terdiri dari beberapa item, dengan item terbesar diantaranya tunjangan perumahan DPRD mencapai Rp11,5 miliar, tunjangan transportasi Rp9,9 miliar, hingga tunjangan komunikasi intensif Rp6,3 miliar.
Selain itu, terdapat juga segudang tunjangan lainnya seperti representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, tunjangan jabatan, reses, hingga pembebasan pajak penghasilan.
Jika dirata-ratakan, seluruh anggota DPRD Lebak bisa mengantongi hingga Rp50 juta per bulan.
Angka itu tentu berada di atas rata-rata penghasilan masyarakat Lebak.
BACA JUGA: 5 Fakta Menarik Raja Ampat, Destinasi Wisata Terbaik Dunia 2025 Versi NatGeo
Besaran pendapatan anggota DPRD Lebak sendiri menuai ragam kecaman dari publik.
Publik menilai anggaran yang diterima wakil rakyat tak sebanding dengan kinerja.
Ketua DPRD Kabupaten Lebak, Juwita Wulandari sendiri hanya merespon hal tersebut secara birokratis.
Dia menyebut, bahwa gaji dan tunjangan yang diterima sudah sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.
Katanya, gaji hingga tunjangan sudah sesuai dengan berdasarkan Peraturan Bupati Lebak, Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Lebak Nomor 61 Tahun 2024, tentang Penjabaran APBD Lebak Tahun Anggaran 2025.
“Secara hukum tidak melanggar aturan (besaran) tunjangan tersebut.,” kata Juwita, Selasa, 9 September 2025.
Di sisi lain, Juwita juga mengungkapkan bahwa besaran gaji-tunjangan DPRD Lebak juga rupanya sama sekali tak tersentuh efisiensi.
Alasannya, instruksi presiden soal efisiensi hanya menyasar beberapa post anggaran kegiatan seremonial, perjalanan dinas, dan sebagainya. “Tunjangan tidak ada di instruksi pemangkasan,” terang dia.
Terkait tuntutan publik agar tunjangan dievaluasi, Juwita menyebut bahwa hal tersebut harus berdasarkan kesepakatan bersama.
Kendati begitu, ia berjanji akan membicarakan hal tersebut bersama fraksi lainnya di DPRD Kabupaten Lebak. “Itu nanti keputusan bersama, kami akan bicarakan dengan seluruh pimpinan fraksi,” terangnya.
BACA JUGA: Kelompok 79 KKM Uniba Tanam Padi Bersama Warga di Desa Gabus
Pengamat politik dan kebijakan publik dari Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menyebut bahwa kemunculan gap penghasilan yang sangat jauh antara wakil rakyat dengan konstituennya yang diwakili berpotensi menghilangkan kepekaan simpati dan sosial.
Di sisi lain, pendapatan yang terlalu besar oleh wakil rakyat juga dapat menumpulkan lembaga legislatif dalam mengawasi eksekutif, yang dalam hal ini ialah Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Lebak.
“Besaran porsi yang didapat, artinya ada deal-dealan antara eksekutif dan legislatif. Hal itu dapat menghilangkan sikap kritis dari DPRD dalam melakukan pengawasan. Dalam hal ini, idealisme wakil rakyat terpinggirkan,” kata Adib.***
















