BANTENRAYA.COM — Meski peringkat pengangguran di Banten mulai membaik, akan tetapi jumlah penduduk yang belum memiliki pekerjaan masih terbilang tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga Februari 2025, terdapat 412 ribu penganggur di Banten atau sekitar 6,64 persen dari total penduduk usia kerja sebanyak 9,44 juta jiwa.
Kondisi itu menempatkan Banten di posisi keempat tertinggi secara nasional dalam daftar provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi.
Sebagian besar pengangguran disumbang oleh lulusan SMA, dengan tingkat pengangguran mencapai 9,34 persen. Artinya, dari setiap 100 lulusan SMA, sekitar 9 orang belum bekerja.
BACA JUGA: Uniknya Desa Wisata Sumur Kenclong, Dipercaya Bisa Bikin Awet Muda
Lebih jauh, lulusan pendidikan tinggi seperti Diploma dan Sarjana juga menghadapi tantangan yang tidak kalah berat.
Tingkat serapan kerja bagi mereka masih rendah, hanya 11,9 persen, jauh di bawah lulusan SMA ke atas yang mencapai 49,62 persen.
Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan antara keahlian yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan industri di lapangan.
Menanggapi kondisi tersebut, anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa, menilai situasi ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Ia menegaskan, solusi yang paling relevan adalah memperkuat sinergi antara dunia pendidikan dan dunia industri.
“Data dari BPS ini perlu menjadi catatan penting bagi Pemprov dalam upaya menekan angka pengangguran di Banten. Kami memandang perlu adanya penguatan program link and match di dunia pendidikan kita,” tegas Yeremia, Kamis (30/10/2025).
Politisi PDIP itu menambahkan, link and match sangat penting agar proses penyiapan tenaga kerja dapat lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
“Para siswa harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan industri. Jangan sampai mereka lulus, tapi tidak siap kerja karena tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan,” ujarnya.
Yeremia menegaskan, penguatan link and match bukan sekadar jargon pendidikan, melainkan strategi kunci agar lulusan sekolah dan perguruan tinggi di Banten benar-benar siap bersaing.
“Kalau dunia pendidikan mampu beradaptasi dengan kebutuhan industri, angka pengangguran otomatis akan turun,” pungkasnya.
Diketahui, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025, jumlah angkatan kerja di Banten tercatat mencapai 6,21 juta orang, meningkat sekitar 163 ribu dibanding Februari 2024.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pun naik 0,87 persen poin. Dari jumlah tersebut, 5,80 juta orang sudah bekerja, di mana 53,37 persen di antaranya berada pada sektor formal.
Terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Septo Kalnadi, menyebutkan, meski secara peringkat menurun, angka pengangguran di Banten masih perlu mendapat perhatian serius.
“Alhamdulillah, tahun ini kita peringkat empat. Dua tahun berturut-turut sebelumnya kita ranking satu,” ujarnya.
Namun, ia mengakui, perbaikan peringkat tersebut belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang ideal.
“Secara peringkat menurun, tapi kalau dilihat dari angkanya masih cukup tinggi. Tahun lalu (2024) itu 425 ribu, tahun ini 416 ribu,” tegas Septo.
Menurutnya, upaya menurunkan pengangguran di Banten tidak hanya bergantung pada pembukaan lapangan kerja baru, tetapi juga pada peningkatan soft skill dan kemampuan adaptasi tenaga kerja terhadap kebutuhan industri yang terus berkembang.
“Kita sedang upayakan agar anak-anak SMK terutama, itu bisa mengikuti pelatihan atau magang di BLKI. Sehingga, ketika nanti mereka lulus, mereka sudah punya sertifikat yang bisa mereka gunakan untuk melamar kerja. Jadi tidak setelah lulus, mereka baru ikut pelatihan di BLKI,” tandasnya. ***
 
			















