Oleh. Eko Supriatno*
Potongan dialog seorang ibu, Kinan dalam serial Layang Putus menjadi viral di media sosial. “Terus kamu bawa dia ke Cappadocia. It’s my dream, not her! My dream, Mas,” kata Kinan.
Layangan Putus, Serial original WeTV mencetak rekor terbarunya. Tidak hanya menduduki posisi top trending selama berminggu-minggu, WeTV dalam keterangannya, Rabu, mencatat “Layangan Putus” telah ditonton lebih dari 15 juta kali dalam satu hari penayangannya, demikian dilansir Antara.
“Layangan Putus” menjadi topik yang paling banyak dicari di media sosial, mengalahkan pencarian untuk tayangan-tayangan lainnya. Tagar dan percakapan tentang “Layangan Putus”, Aris, Kinan dan Lydia sempat merajai daftar trending topik di berbagai media sosial.
Baca Juga: Profil dan Biodata Taemin SHINee yang Pindah Tugas Saat Wajib Militer Karena Depresi
Drama Indonesia yang dibintangi Putri Marino, Reza Rahadian, dan Anya Geraldine ini mengisahkan sebuah cerita rumah tangga yang hancur karena perselingkuhan. Selain jalan cerita yang begitu melekat di kehidupan sehari-hari penonton, beberapa adegan pun sempat viral karena begitu berkesan.
Ada tiga alasan mengapa “Layangan Putus” disukai masyarakat bahkan digemasi oleh kalangan ibu-ibu. Pertama, Masyarakat merasa stres dengan berita-berita tentang Covid-19 atau merasa lelah dan tertekan akibat Covid-19, sehingga masyarakat melakukan pelarian dengan mencari tayangan hiburan di televisi digital; Kedua, lantaran pilihan hiburan lain di televisi banyak yang bersifat monoton atau seragam. Sedangkan yang ketiga adalah dengan adanya sinetron itu dapat membangun fantasi bagi masyarakat yang saat ini sedang merasa stres akibat pandemi.
“Layangan putus” menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Melalui “layangan putus”, seorang penulis naskah atau sutradara mengungkapkan problema kehidupan yang sutradara sendiri ikut berada di dalamnya. Film “layangan putus” menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat
Baca Juga: Ibunya Disebut Seperti Toko Emas Berjalan Oleh Warganet, Via Vallen Berikan Jawaban Begini
“Layangan putus” merupakan tiruan kehidupan. Layangan putus tidak dapat dipisahkan dari fenomena kehidupan, karena layangan putus mengupas tentang kehidupan manusia. Baik hubungan antarmanusia ataupun hubungan dengan masyarakat atau suatu kelompok, juga peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Layangan putus tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi layangan putus tercipta dari gambaran atau cerminan kehidupan. Terdapat kesamaan layangan putus dengan kehidupan nyata, tetapi kesamaan itu tidak sama persis hanya mirip atau kebetulan sama. Layangan putus berurusan dengan manusia dalam masyarakat serta usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu.
Film layangan putus adalah suatu tempat untuk mengungkapkan gagasan, ide dan pikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Layangan putus menyuguhkan pengalaman batin yang dialami penulis naskah atau sutradara kepada penikmat film (masyarakat.
Baca Juga: Sah! Vidi Aldiano dan Sheila Dara Resmi Menikah
Layangan putus tidak bisa dilepaskan dari kehidupan, layangan putus sangat bergantung dengan kehidupan. Dengan semakin berkembangnya kehidupan manusia dan segala hal yang ada di dalamnya. Manusia adalah objek utama dari sosiologi dan layangan putus, dalam sosiologi manusia dijadikan objek dan selalu diikuti sesuai dengan perkembangan. Sedangkan manusia dalam layangan putus dijadikan objek tetapi objek di dalam Film fiksi atau tidak dalam kehidupan yang nyata.
Terdapat perbedaan dan persamaan antara sosiologi dan layangan putus, perbedaan yang ada antara keduannya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan layangan putus menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat serta perasaannya.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian penulis dalam mengkaji sebuah film adalah bahasanya tentang konflik. Dalam kenyataannya faktor kebencian dan kecemburuan memang faktor penyebab terjadinya konflik. Konflik merupakan gejala alamiah yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan sosial, namun ia tidak harus berkepanjangan. Penulis menganalisa beberapa bentuk atau cara mengakhiri konflik antara lain dengan cara kompromi, berdamai, berdamai sepakat untuk tidak sepakat.
Baca Juga: Pernikahan Vidi Aldiano dan Sheila Dara Berlangsung Sangat Sumringah dan Penuh Senyum
Konflik muncul karena adanya cara pandang yang berbeda antara manusia yang mewakili suatu kepentingan berhadapan dengan kepentingan lain yang berbeda-beda.
Perbedaan kepentingan disini dapat berupa nilai, kepentingan, adat istiadat dan lain-lain. Konflik selalu terjadi pada setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah film yang bagus adalah yang di dalamnya terdapat konflik yang bagus.
Konflik perselingkuhan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat terjadi karena berbagai faktor. Faktor penyebab perselingkuhan dapat terjadi dari dalam diri manusia sendiri atau dari pihak luar. Sama halnya konflik perselingkuhan yang terjadi dalam Film layangan putus, tokoh-tokoh yang ada dalam Film layangan putus juga memiliki faktor yang mendorong terjadinya konflik perselingkuhan.
Baca Juga: Kondisi Terkini Penyeberangan di Pelabuhan Merak Pasca Gempa Bumi Banten Magnitudo 6,7
Konflik adalah bentuk dasar dari interaksi. Begitu juga dengan konflik perselingkuhan, konflik perselingkuhan terjadi karena adanya interaksi sosial. Berhasil atau tidaknya interaksi sosial, tetap akan menimbulkan sebuah koflik. Sebab konflik adalah bagian dari interaksi, sedangkan interaksi adalah hubungan timbal balik dengan orang atau kelompok lain. Di dalam hubungan dengan orang lain tidak akan terjadi dengan mulus- mulus saja, melainkan akan dibumbui dengan adanya konflik. Konflik yang terjadi akan menjadikan sebuah film lebih menarik.
Konflik dapat mempunyai banyak bentuk. beberapa dari antaranya, termasuk pertandingan antagonistik, konflik hukum, konflik mengenai prinsip- prinsip dasar atapun pelbagai hal obyektif yang mengatasi individu yang terlibat, konflik antarpribadi yang memiliki mutu-mutu tertentu secara bersama, konflik dalam hubungan yang intim, konflik yang mengancam untuk mengacaukan suatu kelompok. Kasus konflik antarpribadi yang memiliki mutu bersama yang mempunyai hubungan yang intim, atau para anggota suatu kelompok, maka sumber kesatuannya jelas.
Bird (1994), dalam (Ginanjar, 2009: 15) menyatakan bahwa, perselingkuhan adalah hubungan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang telah menikah dengan orang lain yang bukan merupakan pasangan secara resmi. Hartati (2011: 10) menyatakan bahwa, perselingkuhan adalah salah satu penyebab rusaknya hubungan suami istri atau pasangan kekasih. Masalah yang sering kita jumpai adalah masalah keluarga atau rumah tangga. Setiap orang yang sudah berumah tangga tentu tidak ingin perkawinannya terusik oleh kehadiran pihak ketiga. Seperti yang kita ketahui, perkawinan adalah sebuah ikatan sakral, sebagai salah satu bentuk interaksi puncak antarmanusia yang melibatkan dua orang yang saling mencintai untuk hidup dan membina keluarga yang bahagia. Tetapi pada kenyataannya sekarang ini banyak terjadi kasus perceraian yang disebabkan karena adanya perselingkuhan.
Baca Juga: Kondisi Terkini Penyeberangan di Pelabuhan Merak Pasca Gempa Bumi Banten Magnitudo 6,7
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari kata selingkuh adalah suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, curang, serong. Selingkuh tidak hanya terjadi dalam pasangan yang sudah menikah, pasangan yang belum menikah juga banyak terjadi perselingkuhan. Pasangan yang belum menikah sudah memiliki komitmen untuk menjaga perasaan pasangan satu sama lain dan memiliki ikatan moral, sehingga jika terjadi penghianatan maka bisa dikatakan sebagai perselingkuhan.
Fenomena perselingkuhan terkesan semakin marak karena jumlah pria dan wanita yang terlibat dalam perselingkuhan lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (Then, 1998) dalam (Adriani, 2010: 20). Fakta yang mendukung pernyataan ini adalah terungkapnya perselingkuhan yang dilakukan oleh para figur publik mulai dari presiden, pejabat negara, pengusaha dan artis. Duncome (2004) dalam (Adriani, 2010: 20) menyatakan bahwa, meskipun perselingkuhan secara langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu pernikahan dan kehidupan keluarga, kemungkinan ikut terpengaruhnya anak akibat perselingkuhan orang tuannya tampaknya masih jarang didiskusikan.
Selain pasangan, yang dirugikan akibat perselingkuhan adalah anak. Banyak kita temui anak-anak yang terjerat dalam pergaulan bebas akibat konflik yang dialami oleh orang tuannya. Anak-anak merasa kurang mendapat perhatian dan kasih sayang oleh kedua orang tuannya, sehingga mereka cenderung mencari pelampiasan untuk mendapatkan perhatian yang mereka dambakan.
Baca Juga: Karena Melihat Sosok Lydia di Layangan Putus, Anya Geraldine Termotivasi untuk Turunkan Berat Badan
Anak yang tahu bahwa orang tuannya berselingkuh, memiliki anggapan, tentang pernikahan yang di dalamnya terdapat perselingkuhan. Anggapan ini dapat mempengaruhi perilaku untuk menikah. Oleh karena itu diduga terdapat hubungan antara anggapan perselingkuhan dalam pernikahan pada anak yang mengetahui perselingkuhan orang tuannya dengan intensi untuk menikah.
Permasalahan tentang perselingkuhan masih jarang diteliti. Hal yang dapat menghancurkan sendi-sendi keluarga, masyarakat bahkan negara adalah adanya perselingkuhan di kalangan keluarga. Perselingkuhan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan pasangannya. Dampak negatif akibat perselingkuhan setidaknya kesadaran bahwa perselingkuhan merupakan tindakan yang tidak benar dan akan terjadi konflik internal pada diri pelaku serta rasa bersalah.
Selingkuh apabila seorang istri atau suami menjalin hubungan tanpa sepengetahuan pasangannya. Sama halnya dengan hubungan berpacaran, seorang kekasih menjalin hubungan dengan orang lain tanpa sepengetahuan kekasihnya dapat juga disebut sebagai perselingkuhan.
Seperti yang tergambar dalam film “Layangan Putus”, di dalam film tersebut kental sekali dengan hubungan perselingkuhan. Sebagian besar konflik yang terjadi dalam novel ini adalah konflik perselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi tidak hanya pada tokoh yang sudah menikah, tokoh yang masih dalam hubungan berpacaran juga terlibat dalam konflik perselingkuhan.
Baca Juga: Viral Wanita Ini Suaranya Mirip Mendiang Laura Anna, Hingga Buat Warganet Merinding
Catatan Kritik
Film-film bertema selingkuh seperti ‘Layangan putus” itu memang tengah digandrungi oleh pegiat film kita. Entah karena rendahnya selera publik atau kemalasan dalam berkreasi dan berinovasi, film-film seperti percintaan, perselingkuhan, pertarungan tak pernah beranjak dari tatapan publik. Seolah hanya kisah itu yang lebih heroik dan pantas disuguhkan.
Ironisnya, film bertema selingkuh itu disajikan untuk kalangan anak-anak yang belum mampu menyensor diri. Berbagai nilai film itu meresap, nyaris tak terbendung. Perlahan tapi pasti nilai itu mempengaruhi pikiran dan perilaku mereka. Di sini kiranya benar bahwa televisi tak pernah memberikan tuntunan pada anak-anak.
Rendahnya pendidikan melalui media perfilman masih diperhatikan setengah hati. Pemerintah seolah diam dan cenderung tak mau ambil bagian. Mungkin pemerintah mengira bahwa pendidikan tak akan terpengaruh akibat film-film itu.
Baca Juga: Pasokan Listrik di Banten Sudah Pulih 100 Persen Usai Gempa Bumi Magnitudo 6,7
Pendidikan memiliki imun kuat untuk membendung penetrasi nilai-nilai negatif film. Asalkan sistemnya berjalan dengan tepat pendidikan pun akan berada pada koridor yang tepat.
Pemerintah lupa bahwa perubahan membutuhkan media dan film bisa menjadi media perubahan arah pendidikan, meski dalam derajat tertentu. Keberadaan film-film tema selingkuh telah membentuk citra negatif sekolah dan dunia pendidikan di mata publik, khususnya anak-anak. Citra film mampu menyeting seorang anak agar melawan orangtua dan guru. Film bisa merubah seorang anak berani putus sekolah. Film pulalah yang menjadi sebab seorang anak berani membunuh. Dengan getir, mari kita lihat seorang anak berusia 14 tahun yang tega menghabisi nyawa temannya pada akhir era 1980-an.
Tentu tak perlu lagi peristiwa itu terulang. Namun, untuk menebus semua itu kiranya pemerintah harus peka dan mau menyikapi secara bijak film-film sekolah itu. Mengarahkan ke jalan yang tepat adalah tindakan yang harus ditempuh untuk mencegah terulangnya korban jiwa akibat siaran film.
Film apa pun boleh dibuat karena kebebasan seni harus kita akui, tetapi kebebasan harus pula diarahkan untuk kemaslahatan. Artinya, bilamana secara moral-etis tidak pantas film itu bisa disensor. Ini tidak sama dengan pembatasan seni. Melainkan perhatian, pengorbanan yang perlu dicurahkan untuk kebaikan. Hal mana dalam sebuah perang untuk kemerdekaan, pengorbanan tumpah darah amat diperlukan. Persoalannya adalah maukah stasiun televisi swasta secara bersama-sama melakukan perubahan dengan menanggalkan keuntungan finansial?
Baca Juga: Kenali! Ternyata Ini Gejala Orang yang Terinfeksi Varian Omicron
Pemerintah juga perlu berdiskusi dengan seniman, pegiat film, dan budayawan untuk menopang terbentuknya film-film berpendidikan. Selain itu Kemendikbud perlu menggandeng Komnas anak untuk melindungi anak-anak dari bahaya film. ***
*Eko Supriatno, Pengamat Sosial, Penekun Kajian di Laboratorim Sosial, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.


















