BANTENRAYA.COM – Pengamat pendidikan dari UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Rohman, mengatakan bahwa pesatnya informasi di era teknologi kecerdasan buatan (AI) membuat murid bisa mendapatkan informasi yang berlimpah dalam waktu yang instan.
Masalahnya, informasi yang tersedia di internet tidak seluruhnya dapat dipercaya bahkan banyak juga yang menyesatkan. Di sinilah guru berperan.
Menurut Rohman, guru hari ini tidak lagi hanya mengajar dengan papan tulis dan spidol. Mereka berhadapan dengan generasi yang sejak kecil akrab dengan gawai, mesin pencarian, dan AI.
Generasi ini mendapatkan jawaban dalam hitungan detik, tetapi sering keliru dalam memilah mana yang dapat dipercaya dan mana yang menyesatkan.
“Tantangan terbesar guru bukan lagi sekadar menyampaikan materi, tetapi membantu murid memaknai informasi yang berlimpah itu,” kata Rohman, Senin, 24 November 2025.
BACA JUGA: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Guru Nasional 2025 Bahasa Inggris, Lengkap dengan Artinya
Ia menekankan bahwa peran guru kini bergeser dari sumber utama pengetahuan menjadi fasilitator pembentukan cara berpikir dan karakter.
AI mungkin mampu menjawab ‘apa’, tetapi hanya guru yang mampu menerangkan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’.
“Mesin bisa menganalisis data, tetapi guru membentuk integritas, empati, dan watak,” tegas Rohman.
Rohman menambahkan bahwa di tengah maraknya hoaks, polarisasi, dan kecanduan digital, murid bukan hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga ketangguhan moral.
Dia menegaskan bahwa peran guru tidak hilang, tetapi berkembang menjadi semakin penting.
BACA JUGA: Kepala Dindikbud Cilegon Ungkap 42 Persen Guru Terlibat Pinjol Ilegal
“AI bisa menghasilkan esai, tetapi tidak bisa mengajarkan kejujuran. Internet bisa menjelaskan konsep, tetapi tidak bisa menumbuhkan empati. Ketika AI semakin pandai, manusia justru semakin memerlukan teladan. Teknologi membantu kita melangkah, tetapi hanya guru yang mampu menunjukkan arah,” kata Rohman.
Rohman juga menyoroti dinamika baru dalam hubungan sekolah dan keluarga.
Meningkatnya kesadaran hukum membuat orang tua lebih berani melapor ketika merasa ada kekerasan terhadap anak, seperti kasus yang terjadi di SMAN 1 Cimarga Lebak.
“Banyak guru merasa ruang geraknya kini terbatas. Sedikit saja keliru bisa berbuntut panjang,” ujarnya.
Namun ia menilai perubahan ini bukan ancaman, melainkan dorongan untuk meningkatkan profesionalisme. Kekerasan walau kecil dan walau bertujuan baik tidak lagi bisa dibenarkan.
BACA JUGA: Guru di Kabupaten Serang Dituntut Pelajari AI
“Disiplin penting, tetapi pendekatannya harus bergeser ke disiplin positif yang berbasis dialog, tanggung jawab, dan kesepakatan,” katanya.***



















