oleh: Dr. Indah Wulandari, M.Kep., Ns. Sp. Kep. MB
BANTENRAYA.COM – Jumlah penderita diabetes melitus terus meningkat di Indonesia.
Salah satu faktor krusial dalam pengobatan diabetes melitus adalah kepatuhan terhadap perawatan diri.
Namun, banyak klien mengalami kesulitan dalam perawatan diri secara konsisten.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis spiritual dan budaya yang melibatkan dukungan keluarga dapat secara signifikan meningkatkan kepatuhan perawatan diri serta menurunkan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) pada klien diabetes melitus.
Melalui intervensi selama 8 minggu yang diterapkan pada kelompok intervensi, terjadi peningkatan kepatuhan perawatan diri dan penurunan rata-rata GDS sebesar 50 mg/d.
Temuan ini menunjukkan bahwa integrasi nilai spiritual dan budaya lokal dalam model dukungan keluarga merupakan strategi efektif yang layak diadopsi dalam kebijakan manajemen diabetes melitus.
Oleh karena itu, pengembangan kebijakan yang mendukung pelatihan tenaga kesehatan, revisi materi edukasi, serta penguatan peran keluarga sangat direkomendasikan untuk meningkatkan kualitas hidup klien diabetes melitus dan menurunkan beban penyakit kronis di Indonesia.
Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang signifikan, meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kronis.
Di Indonesia, prevalensi diabetes melitus yang terus meningkat menunjukkan kebutuhan mendesak akan strategi manajemen diri yang efektif.
Kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri, termasuk diet, pengobatan, aktivitas fisik, pemantauan glukosa, dan perawatan kaki, sangat penting untuk menjaga kontrol glikemik.
Namun, kepatuhan perawatan diri seringkali suboptimal, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas dan keberagaman budaya.
Keyakinan budaya dan spiritual sangat memengaruhi perilaku kesehatan di banyak komunitas, termasuk di Banten.
Mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam sistem dukungan keluarga dapat menawarkan pendekatan baru untuk meningkatkan hasil pengobatan diabetes melitus.
Temuan Kunci
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas model dukungan keluarga berbasis spiritual dan budaya terhadap kepatuhan perawatan diri dan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) pada klien diabetes melitus.
Studi kuasi-eksperimental dengan kelompok kontrol ini melibatkan 86 peserta (43 kelompok intervensi, 43 kelompok kontrol).
Kelompok intervensi menerima modul dukungan keluarga berbasis spiritual dan budaya selama 8 minggu, sementara kelompok kontrol menerima perawatan standar.
Baca Juga: 3 Calon Sekda Kabupaten Serang Dicoret, Cek Daftar Nama yang Lolos Seleksi Administrasi
Temuan utama penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan signifikan dalam perawatan diri mandiri pada kelompok intervensi dalam skor kepatuhan perawatan diri (p = 0.000) dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Selain itu, terjadi penurunan kadar GDS yang signifikan secara statistik pada kelompok intervensi mulai dari minggu ke-6 intervensi (p = 0.000).
Rata-rata GDS turun dari 210 mg/dL menjadi 160 mg/dL pada kelompok intervensi, sementara kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Dampak jangka panjang, kedua variabel (kepatuhan perawatan diri dan GDS) tetap berbeda secara signifikan pasca-intervensi antara kedua kelompok.
Baca Juga: Kasus Pelecehan di SMP Negeri 9 Kota Serang, Terduga Pelaku Langsung Dinonjobkan
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan temuan ini, disarankan beberapa implikasi kebijakan untuk meningkatkan manajemen diabetes melitus di komunitas, terutama di wilayah dengan karakteristik budaya dan spiritual yang serupa.
Kementerian Kesehatan RI dan dinas kesehatan provinsi/ kabupaten perlu mempertimbangkan integrasi model dukungan keluarga berbasis spiritual dan budaya ke dalam program-program manajemen diabetes melitus yang ada, seperti prolanis.
Modul intervensi dapat dikembangkan dan distandarisasi untuk implementasi yang lebih luas.
Diperlukan pelatihan bagi tenaga kesehatan (perawat, bidan, penyuluh kesehatan) di fasilitas kesehatan primer mengenai implementasi model dukungan keluarga yang sensitif terhadap nilai-nilai spiritual dan budaya lokal.
Pelatihan harus mencakup teknik memfasilitasi peran keluarga, edukasi berbasis nilai lokal, dan motivasi spiritual.
Baca Juga: Marak Kasus Pelecehan dan Bullying di Sekolah, Ketua KAMMI Banten: Ajak Anak Makan Malam
Materi edukasi diabetes melitus harus direvisi untuk mencakup elemen spiritual (misalnya, doa, penerimaan, motivasi religius) dan budaya (misalnya, peran keluarga dalam perawatan) yang relevan dengan komunitas setempat.
Ini akan meningkatkan relevansi dan penerimaan intervensi oleh klien dan keluarga.
Kebijakan harus mendukung dan memperkuat peran keluarga sebagai agen kunci dalam perawatan diri diabetes melitus.
Ini bisa dilakukan melalui program edukasi keluarga, kelompok dukungan keluarga, dan sesi konseling yang melibatkan seluruh anggota keluarga.
Meskipun studi ini menunjukkan hasil positif dalam jangka pendek (8 minggu), diperlukan penelitian longitudinal untuk mengevaluasi efek jangka panjang dari model ini terhadap kepatuhan perawatan diri dan kontrol glikemik.
Selain itu studi implementasi di berbagai wilayah geografis dapat memberikan bukti lebih lanjut tentang skalabilitas model ini.
Baca Juga: Kelompok 04 KKM Uniba Gelar Senam Di Pantai Gope, Masyarakat Antusias
Kesimpulan
Model dukungan keluarga berbasis spiritual dan budaya terbukti secara signifikan meningkatkan kepatuhan perawatan diri dan kontrol glikemik pada klien diabetes melitus.
Mengintegrasikan nilai-nilai lokal dalam intervensi kesehatan sangat penting untuk praktik keperawatan yang sensitif secara budaya dan manajemen penyakit kronis yang efektif.
Implementasi kebijakan yang mendukung pendekatan ini akan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup klien diabetes melitus dan mengurangi beban penyakit ini di masyarakat.***