BANTENRAYA.COM – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2022 Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten mengungkap kasus kekerasan anak di Banten sepanjang Januari hingga Juli 2022.
Data kasus yang tercatat dan terpantau di LPA Provinsi Banten sejak awal Januari hingga Juli tahun 2022 terdapat 27 kasus kekerasan anak yang masih didominasi oleh kasus kekerasan seksual.
“Rinciannya adalah kasus kekerasan seksual sebanyak 37 persen, kekerasan fisik sebanyak 26 persen, dan hak asuh sebanyak 22 persen, penelantaran dan ekspoitasi anak 15 persen,” ujar Ketua LPA Provinsi Banten Hendry Gunawan, Minggu, 24 Juli 2022.
Ironisnya, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni di rumah dan dan lingkungan sosial anak.
Sedangkan pelakunya adalah orang terdekat mulai dari ayah ibu kandung, saudara, hingga teman bermain.
Baca Juga: Lirik Lagu Kau dan Aku dari Riana, jadi Soundtrack Film Bukan Cinderella yang di Perankan oleh Fuji
“Adapun tempat kejadian kekerasan terhadap anak yang mendominasi adalah di lingkungan sosial/ masyarakat, baik di perumahan atau di perkampungan,” kata Hendry..
Dari berbagai kasus yang ada, kata Hendry, peran teknologi dan media sosial menjadi pemicu terbesar munculnya kekerasan bahkan kejahatan seksual terhadap anak.
Untuk itu, pentingnya pemahaman penggunaan gawai juga perlu diperkuat dengan pemahaman tentang literasi digital, bukan saja bagi anak-anak tapi juga bagi orang tua.
Penggunaan gawai oleh anak-anak seringkali lepas pengawasan orang tua.
Mengambil salah satu kasus kekerasan seksual, ada anak dapat berjam-jam menggunakan gawai di malam hari tanpa ada pengawasan orang tua.
Baca Juga: Ruben Onsu Sempat Jalani Perawatan di Singapura. Penyakit Apa?
Setelah itu, terjadi perkenalan korban dengan pelaku di media sosial hingga berlanjut saling bertemu dan berakhir dengan terjadinya kekerasan seksual.
“Bahkan ada beberapa pelaku yang mengaku melakukan kekerasan seksual setelah terpapar pornografi melalui gawai,” ujarnya.
Dosen Universitas Serang Raya (Unsera) ini mengatakan, pentingnya pemahaman literasi digital juga berkaitan erat dengan peran serta lingkungan masyarakat untuk memantau perkembangan anak-anak yang ada di daerah tempat tinggal mereka.
Minimnya pemahaman tentang perlindungan anak menyebabkan peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan masih jauh dari lingkungan yang ramah anak.
Begitu banyak di daerah ditemukan anak-anak berkumpul bermain game yang dipenuhi adegan kekerasan yang cukup membahayakan psikis anak tanpa didampingi oleh orang dewasa.
“Semakin banyak orang dewasa melakukan pembiaran terhadap perilaku anak, maka semakin banyak anak menganggap itu pembenaran,” katanya.
Baca Juga: Tak Setuju dengan Penangkapannya, Warganet Serukan Bebaskan Roy Suryo
Sekretaris LPA Provinsi Banten M. Suwaidi menambahkan, kasus lain yang perlu diantisipasi oleh orang tua akibat gawai adalah prostitusi online dan LGBTQ yang bisa masuk dalam kehidupan pribadi anak.
Melalui aplikasi-aplikasi yang ada, anak-anak membentuk komunitas dan bertukar informasi terkait perkembangan dan hal-hal baru di sekitar mereka, sampai di tahap yang tidak terdeteksi oleh orang tua, game dan group komunikasi yang dimiliki anak-anak sudah terpapar informasi negatif yang di dalamnya terdapat predator anak yang sudah mengintai korban anak.
Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak, Komisi Nasional Perlindungan Anak dan LPA Provinsi Banten beserta Lembaga Perlindungan Anak di tingkat kabupaten/ kota di Provinsi Banten membangun kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
“Maka perlu didorong peran aktif keluarga, masyarakat, pemerintah melalui berbagai program prioritas, berkesinambungan, massif dan terintegrasi,” katanya.
Baca Juga: 10 Jenis Bahan Pangan yang Berfungsi Menyehatkan Fungsi Otak
Salah satu program yang LPA Provinsi Banten dorong dan kembangkan adalah membangun kemitraan berupa nota kesepahaman dengan berbagai lembaga pendidikan, baik dari yang ada di bawah naungan Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama di Banten. Selain itu, nota kesepahaman juga dibangun dengan badan usaha.
“Gerakan Perlindungan Anak melalui nota kesepahaman ini mendorong untuk menyamakan persepsi agar perlindungan anak bukan hanya menjadi tugas negara maupun Lembaga Perlindungan Anak tapi juga menjadi tanggung jawab bersama,” ujar Suwaidi. (***)