BANTENRAYA.COM – Tingkat kemiskinan ekstrem di Provinsi Banten masih menjadi persoalan serius.
Berdasarkan data Indikator Status Kesejahteraan 2024 dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), tercatat sekitar satu juta penduduk Banten masuk dalam kelompok Desil 1, yaitu lapisan masyarakat dengan tingkat kesejahteraan paling rendah.
Sistem desil sendiri membagi masyarakat ke dalam sepuluh kelompok berdasarkan tingkat kesejahteraannya.
Dalam konteks bantuan sosial, empat kelompok pertama menjadi prioritas, yakni Desil 1 (sangat miskin), Desil 2 (miskin), Desil 3 (hampir miskin), dan Desil 4 (rentan miskin).
Data Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten menunjukkan sekitar empat juta penduduk yang masuk dalam pendataan kesejahteraan, sekitar satu juta orang tergolong Desil 1, 979 ribu orang Desil 2, satu juta orang Desil 3, dan 1,2 juta orang Desil 4.
Dari seluruh wilayah di Banten, Kabupaten Tangerang tercatat sebagai daerah dengan jumlah penduduk miskin ekstrem terbanyak, yakni 370.319 jiwa. Posisi berikutnya ditempati Kota Tangerang 154.727 jiwa, Kabupaten Pandeglang 153.138 jiwa, dan Kabupaten Lebak 150.659 jiwa.
BACA JUGA: Sekolah Rakyat Jadi Terobosan Untuk Entaskan Kemiskinan di Pandeglang
Sigit Iko Sugondo, Praktisi Pemberdayaan Masyarakat, mengatakan bahwa tipikal kemiskinan paling besar yang ada di Provinsi Banten, khususnya di Banten Selatan, adalah kemiskinan kultural.
Kemiskinan kultural sendiri didefinisikan sebagai kemiskinan yang tercipta karena adanya faktor budaya yang mempengaruhi ekonomi masyarakat.
“Situasi politik tidak mempengaruhi. Yang berpengaruh adalah adanya ketidakadilan sosial, ada marginalisasi terhadap kelompok tertentu,” kata Sigit saat International Seminar on Islamic Social Finance “Building Inclusive Futures: Integtating GEDSI and Ultra-Poor Graduation” di kampus UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Rabu (12/11/2025).
Dia mencontohkan salah satu bentuk marginalisasi itu misalnya yang dialami oleh perempuan di Banten Selatan, di mana mereka tidak diberikan keleluasaan menganyam pendidikan, dengan alasan wanita tidak perlu sekolah terlalu tinggi.
Toh ketika mendapatkan suami yang memiliki strata sosial tinggi maka perempuan akan ikut naik juga.
BACA JUGA: Konferensi Nasional Komunikasi Pembangunan FISIP Untirta Dukung Upaya Pengentasan Kemiskinan
“Toh kalau suaminya dokter akan jadi bu dokter, kalau suaminya kepala desa akan jadi bu kades,” ujarnya.
Norma ini pada akhirnya menyebabkan banyak sekali dari anak perempuan yang putus sekolah. Sementara akses terhadap ekonomi sering kali berkaitan dengan tingkat pendidikan seseorang.
Selain termarjinalkan, perempuan dan kaum miskin di Banten juga tidak mendapatkan akses ke pendidikan dan pelatihan yang berkualitas. Sehingga ketika mereka bercocok tanam, cara yang digunakan hanya yang diwariskan secara turun-temurun dari kakek nenek mereka. Padahal, pengetahuan itu belum tentu cocok atau tepat.
Misalnya ketika memberikan pupuk urea untuk tanaman padi. Masyarakat hanya tahu hitungan bahwa dalam satu hektare dibutuhkan 6 kwintal pupuk urea.
Padahal, seharusnya petani mengamati dahulu misalnya ph tanahnya berapa, bagaimana warna daun dan perlu dilakukan penanganan seperti apa, hingga penghitungan kebutuhan lain untuk pertanian mereka.
Sementara itu, Abdul Rafur, Dirut LAZ Harfa Banten, mengatakan bahwa LAZ Harfa ikut bersama dengan pemerintah dan pemerintah daerah menuntaskan kemiskinan ekstrem di Provinsi Banten, khususnya di Banten Selatan.
Karena itu dia mengajak semua pihak, termasuk perguruan tinggi, untuk berkolaborasi menuntaskan kemiskinan ekstrem di Provinsi Banten.
“Mungkin kampus, lewat mahasiswanya, bisa ikut membantu dengan woro-woro di medsos supaya program ini tersebar luas,” katanya.
Furkon, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Provinsi Banten, mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten terus berkomitmen menekan angka kemiskinan ekstrem.
Berbagai program yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Banten salah satunya bertujuan mengurangi angka kemiskinan.
BACA JUGA: Camat Rajeg Optimis Pengolahan Kemiri dan Tempe Dapat Kurangi Kemiskinan Ekstrem
“Program Bang Andra, Bangun Jalan Desa Sejahtera, dan Jalan Usaha Tani digulirkan untuk mengurangi angka kemiskinan,” kata dia.***

















