BANTENRAYA.COM – Rumah Reot milik pasangan lansia, Juned (65) dan Sarniti (56) di Kampung Pasir Ipis, Desa Kaduagung Barat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak pada akhirnya ambruk akibat kondisinya yang sudah lapuk dan tak pernah tersentuh perbaikan.
Juned dan Sarniti beserta dua anak remajanya kini harus mengungsi ke rumah tetangga dan meninggalkan rumah reot.
Sarniti mengatakan, rumah mereka roboh pada Selasa, 7 Oktober 2025 sekitar pukul 03.00 WIB.
Beruntung, mereka berhasil menyelamatkan diri beberapa saat sebelum rumah reot milik mereka benar-benar rata dengan tanah.
“Rumah saya roboh jam tiga pagi tadi, karena kondisinya sudah busuk,” kata Saniti saat ditemui.
BACA JUGA: Remaja Hilang Terseret Ombak di Pantai Cinangka, Basarnas Banten Lakukan Pencarian
Sarniti menceritakan, bahwa sebelum rumah mereka ambruk, ia dan keluarga lainnya tak berada di dalam rumah reot.
Mereka sudah lebih dulu mengungsi ke rumah tetangga karena khawatir rumah mereka ambruk.
“Sudah tiga hari saya memang ngungsi di rumah tetangga, karena takut rumah ambruk,” terang dia.
Rumah Saniti sendiri hampir sepenuhnya berbahan dasar dari kayu dengan ukuran sekitar 5×6 meter.
Bagian dinding terbuat dari anyaman bambu.
Pada beberapa titik, terdapat tiang yang sengaja dipasang akibat rumahnya yang miring sebelum ambruk.
BACA JUGA: Budi Rustandi Bagikan 5.611 Paket Sembako untuk Masyarakat Miskin Ekstrim
Kata Sarniti, rumah yang ia tempati bersama suaminya sejak 20 tahun lalu memang sudah lama mengalami kerusakan berat.
“Atapnya bocor di mana-mana, tiangnya sudah lapuk. Sudah lama juga pengin diperbaiki, tapi belum ada biaya,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa rumah keluarga Sarniti dan Juned tinggal di rumah yang tak layak.
Keterbatasan ekonomi membuat satu keluarga itu hanya sekadar bisa menyaksikan kebocoran di atap rumahnya yang makin melebar dan tiang penyangga yang terus keropos.
Saniti bahkan menyebut bahwa ia bersama suami dan dua anaknya harus mengungsi ke rumah tetangga atau ketua RT ketika hujan deras turun.
Baginya, itu pilihan terbaik daripada harus bertaruh nyawa berdiam diri di rumahnya yang bisa kapan saja roboh.
Dua puluh tahun menunggu, permohonan bantuan perbaikan rumah yang mereka ajukan berulang kali tak pernah kunjung terwujud. Kini, pasangan renta itu benar-benar kehilangan tempat tinggal mereka.
“Harapannya ya mudah-mudahan ada yang ngebantu gitu. Ya saya mau ngebantu ya gimana juga kan ya terbatas ya,” kata Saniti.***