BANTENRAYA.COM – Evaluasi terhadap besaran tunjangan kinerja (tukin) aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menguat.
Hal itu menyusul setelah adanya desakan dari sejumlah fraksi di DPRD Banten yang mendorong agar efisiensi anggaran juga menyasar belanja pegawai, khususnya tukin ASN Banten yang dianggap terlalu besar.
Menanggapi polemik tersebut, seorang Pengamat Kebijakan Publik dari Populi Center, Usep Saeful Ahyar, menilai Pemprov Banten perlu untuk mengevaluasi jumlah dan pemberian tukin yang terlalu besar.
Baca Juga: Pesantren Ibnu Syam Cilegon Jajaki Kerjasama dengan Maqari Quraniyah di Madinatul Munawwarah
Sebab, kata dia, hal itu berisiko menurunkan kepercayaan publik, terutama jika jumlah tukin yang diterima oleh pejabat eksekutif tidak berbanding lurus dengan kinerjanya dan kondisi pelayanan publik yang ada.
“Kalau tukin besar tapi kinerjanya buruk, anggaran pembangunan untuk rakyat kecil, dan pendapatan masyarakat tidak meningkat, itu akan memicu penurunan kepercayaan publik,” kata Usep, Senin, (8/9/2025).
Ia mengungkapkan, besarnya jumlah tukin bagi ASN terutama pejabat di Pemprov Banten saat ini bahkan melebihi dari jumlah yang diterima ASN di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, kecuali DKI Jakarta. Namun, kualitas pelayanan publik di Banten masih jauh tertinggal.
Baca Juga: Piala Rektor 2025 UIN SMH Banten, Saatnya Jaring Bibit Atlet Unggul
“Lihat saja transportasi publik, tidak ada yang jelas. Pelayanan di birokrasi pun banyak dikeluhkan. Dengan kondisi seperti itu, juah tukin yang besar itu saya rasa perlu dievaluasi,” ujarnya.
Selain soal kualitas layanan, Usep juga menyoroti kesenjangan tukin antara pegawai dinas dengan guru. Menurutnya, guru justru memiliki beban kerja besar, tetapi mendapatkan tukin jauh lebih kecil.
“Nah, dinas ada yang sampai Rp24 juta, bahkan lebih dari 50 juta, sedangkan guru hanya sekitar Rp3 jutaan. Padahal beban guru berat dan kontribusinya besar. Itu tidak adil,” tegasnya.
Baca Juga: Menu MBG di Cibadak Diduga Basi, Komisi III DPRD Lebak Minta Dapur Dievaluasi
“Saya merasa Pemprov Banten perlu melakukan evaluasi dan reformasi terhadap besaran tukin bagi ASN. Dan, pemberiannya juga harus diberikan berdasarkan capaian kinerja. Kan awalnya tujuan daripada pemberian tukin itu ya agar membedakan pegawai yang kerja dan tidak kerja,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Banten, A Dimyati Natakusumah, menolak desakan DPRD untuk memangkas tukin ASN. Menurutnya, tunjangan kinerja penting untuk menjaga integritas birokrasi dan mencegah praktik korupsi.
“Kalau tukin itu kan memang sudah kinerja mereka. Nantinya kalau kurang, mereka akan cari-cari yang lain. Kalau dipotong, bisa jadi malah mereka cari jalan lain yang berisiko hukum. Jadi biar saja tukin, yang dipangkas itu kegiatan, misalnya FGD atau sosialisasi yang terlalu banyak,” kata Dimyati.
Baca Juga: Ada Temuan BPOM Soal Kehigienisan, Kepala SPPG Cigoong 1 Angkat Suara
Ia menegaskan, tukin layak dipertahankan karena ASN juga menghadapi beban hidup yang tinggi.
“ASN itu punya anak sekolah, punya kredit. Kalau dipotong, bisa macet semua. Tukin itu bagian dari bonus supaya mereka lebih berprestasi,” jelasnya.
Menurut Dimyati, efisiensi anggaran sebaiknya dilakukan pada kegiatan birokrasi, bukan tunjangan kinerja.
“Kalau kegiatan boleh dipangkas, tapi kalau tunjangan kinerja birokrasi dipotong, menurut saya itu tidak ideal,” pungkasnya.
Sebelumnya, diketahui, Ketua DPRD Banten, Fahmi Hakim, memastikan bahwa isu pemotongan belanja pegawai, termasuk tukin, akan kembali menjadi bahan pembahasan dalam APBD 2026.
Badan Anggaran (Banggar) disebutnya akan menelaah secara serius komposisi belanja pegawai yang porsinya cukup besar dalam APBD.
Baca Juga: Klarifikasi SPPG Serdang Soal Dugaan Siswa SMPN 1 Kramatwatu yang Keracunan Menu MBG
“Karena kami juga sudah menghapuskan kegiatan Sosialisasi Perda (Sosper) sebesar Rp67 miliar,” ungkap Fahmi.
Sebagai informasi, DPRD Banten juga telah menghapus rencana program kunjungan daerah pemilihan (dapil) dalam perubahan APBD 2025, yang nilainya hampir sama dengan Sosper.
Dana efisiensi Rp67 miliar tersebut kemudian dialihkan untuk program-program masyarakat, seperti penguatan sekolah gratis Rp22,5 miliar, relokasi sepadan Sungai Cibanten Rp2,9 miliar, bantuan RTLH Rp5,9 miliar dan Rp5,1 miliar, serta penanaman jagung dan kelapa Rp4,3 miliar. ***
 
			

















