BANTENRAYA.COM – Wakil Gubernur Banten A Dimyati Natakusumah menanggapi serius terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pengadaan makanan dan minuman (mamin) di RSUD Cilograng dan RSUD Labuan.
Ia memastikan bahwa, seluruh catatan yang disampaikan oleh BPK dan hal-hal yang menjadi kerugian negara telah dikembalikan sepenuhnya.
Namun, Dimyati menyebut jika persoalan tersebut adalah catatan penting yang harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh dan tidak boleh terjadi di masa mendatang.
Baca Juga: Novran Lepas Jabatan, Zamroni Tama Resmi Jabat Plt Dirut BPRS Cilegon Mandiri
“Itu memang ada temuan, tapi itu temuan tahun 2024, bukan 2025. Dan itu sudah diselesaikan oleh Dinas Kesehatan serta rumah sakit itu sendiri. Tapi tetap menjadi catatan buat kita,” kata Dimyati, Senin (19/5/2025).
Sebelumnya, dalam laporan hasil pemeriksaannya, BPK menemukan pengadaan mamin senilai Rp1,89 miliar yang dilakukan saat kedua rumah sakit tersebut belum mulai beroperasi.
Belanja dilakukan oleh Dinas Kesehatan Banten melalui dua rekanan, yakni CV DPS dan CV PBS.
Tak hanya pengadaan yang dinilai prematur, BPK ju mgaencatat adanya bahan makanan dengan masa kedaluwarsa yang dekat.
Salah satu produk yang disorot adalah susu UHT yang tercatat akan kedaluwarsa pada Juni 2025, sementara hingga kini belum ada layanan pasien yang berjalan di kedua rumah sakit tersebut.
Selain itu, BPK juga menyebut jika adanya markup harga dalam pengadaan tersebut. Di mana, terdapat selisih harga kontrak dengan harga pasar yang nilainya mencapai Rp251,7 juta.
Baca Juga: Berkedok Admin Pabrik, Gadis Cantik Asal Cikeusal Tipu Pencari Kerja hingga Puluhan Juta
Menanggapi hal itu Dimyati menyebut jika hal itu terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara rencana peresmian dan realisasi operasional rumah sakit. Ia menyampaikan, kemungkinan besar kesalahan terjadi karena adanya miss administrasi.
“Ya mungkin karena ada miss dalam administrasi. Rumah sakit ini kan awalnya mau diresmikan pada tahun 2024 lalu, tapi kemudian kan diundur karena gak keuber. Sementara, pengadaannya sudah dilakukan duluan, padahal rumah sakit belum beroperasi. Akhirnya ya tetap jadi temuan BPK,” jelasnya.
Mengenai adanya temuan mark up harga, Dimyati mengatakan jika hal ini bukan perkara sepele. Ia mengatakan, pengembalian kerugian harus dilakukan apabila tidak ingin masuk ke dalam ranah pidana.
Baca Juga: Hendak Gotong Royong Bikin Majelis Ta’lim, Pria Asal Serang Tewas Ditusuk OTK
“Kalau ada markup harga berarti ada kerugian. Dan kalau tidak dikembalikan, ya itu pidana. Tapi dalam kasus ini, pengembaliannya sudah dilakukan,” tegasnya.
Ia memastikan, pihaknya telah menindaklanjuti seluruh rekomendasi dari BPK. Selain itu, ia juga mengaku akan terus mendorong agar pengawasan internal diperkuat, khususnya dalam hal perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
“Saya sudah sampaikan di sidang paripurna DPRD, bahwa kita tidak boleh lagi punya catatan-catatan semacam ini. Tidak boleh lagi ada perencanaan atau penganggaran yang tidak terukur. Apalagi yang sifatnya membuka peluang korupsi, seperti markup harga atau pengurangan kualitas barang, gak boleh itu,” katanya.
Baca Juga: Demo di Pemkab Lebak, Hasbi Jayabaya Sawer Masa Aksi Rp150 Ribu
Lebih lanjut Dimyati menerangkan, pihaknya telah meminta kepada Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Banten (Plh Sekda Banten) untuk membangun sistem koordinasi yang lebih ketat. Di mana, kata dia, semua kegiatan yang melibatkan anggaran daerah kini harus diketahui dan disetujui oleh Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Saya sudah minta Plh Sekda yang baru sekarang ini untuk buat sistem, bahwa semua kegiatan harus sepengetahuan Wakil Gubernur dan Gubernur. Jadi nggak ada lagi yang jalan sendiri. Kalau sudah disetujui oleh kami, tanggung jawabnya pun ada di kami,” pungkasnya.
Sementara itu, saat dimintai keterangan dan konfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti memilih untuk menghindar dari wartawan dan berlari masuk ke dalam mobil.***