BANTENRAYA.COM – Pernyataan Kepala BMKG Dwikorita yang menyatakan ada ancaman atau potensi tsunami 8 meter di Selat Sunda, membuat resah pelaku usaha pariwisata di Anyer-Cinangka, Kabupaten Serang.
Akibat pernyataan kepala BMKG itu banyak pengusaha hotel di Anyer-Cinangka yang merasa dirugikan karena para tamu hotel yang sudah melakukan pemesanan mulai membatalkan pesanannya.
Tidak hanya pengusaha hotel, para pelaku usaha pantai umum dan masyarakat yang biasa mengais rezeki di obyek wisata tersebut juga merasa dirugikan oleh pernyataan Kepala BMKG karena dapat mematikan usaha mereka.
Baca Juga: Luruskan Soal Potensi Tsunami 8 Meter di Cilegon, BMKG: Hanya Contoh Wilayah Rawan
Kabid Pemasaran dan Kemitraan usaha jasa pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Serang Eeng Kosasih mengatakan, phkanya banyak menerima keluhan dari para pelaku usaha pariwisata terkait dengan informasi potensi tsunami tersebut.
“Pernyataan Kepala BMKG Dwikorita yang disampaikan pada Rapat Kerja dengan Komisi V DPR-RI 1 Desember 2021 terkait ancaman tsunami 8 meter di Selat Sunda sangat meresahkan,” ujar Eeng, Jumat 3 Desember 2021.
Ia menilai, tanpa sadari pernyataan kepala BMKG itu menimbulkan kerugian yang luar biasa khususnya bagi para pelaku usaha jasa pariwisata di wilayah Anyer dan Cinangka dan masyarakat yang tinggal di sekitar pantai.
“Banyak tamu-tamu hotel sejak munculnya pemberitaan soal ancaman tsunami ini melakukan pembatalan pesanan hotelnya. Kerugiannya luar biasa mencapai miliaran,” katanya.
Ia mengapresiasi pernyataan kepala BMKG tersebut namun seharusnya kepala BMKB lebih bijak dan mencari formula yang tepat dalam menyampaikan informasi tersebut sehingga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat dan bukan menciptakan ketakutan-ketakutan.
Baca Juga: Logo HUT 65 Astra Dilucurkan, Usung Tema Kobarkan Semangat Bergerak dan Tumbuh Bersama
“Setelah hampir dua tahun dampak Covid-19 banyak hotel yang tutup dan usahanya terpuruk dan sekarang mulai bangkit justru beredar informasi yang justru menjatuhkan usaha jasa pariwisata,” tuturnya.
Padahal, pihak hotel telah melakukan berbagai persiapan menyambut Natal dan Tahun Baru (Nataru) seperti memperketat protokol kesehatan (prokes) Covid-19 dan menyiapkan aplikasi peduliLindungi.
“Pengurus PHRI banyak yang menyampaikan keluhannya karena usaha dan perjuangan mereka untuk membangkitkan pariwisata sia-sia hanya karena pernyataan kepala BMKG yang kurang elegan. Dampak terburuknya akan banyak karyawan hotel yang dirumahkan,” ungkapnya.***