Sadar sulit menjalankan seorang diri, Aeni mengajak tiga kawan perempuannya: Sri Ekayanti, Elin Sri Mulyani, dan Muttammimah. Gayung bersambut. Komitmen terbentuk. Carita lantas bergerak.
Saat ini carita masih berkonsentrasi di kawasan Kecamatan Carenang. Para anggota melakukan survei kepada para lansia di berbagai desa atau kampung yang perlu dibantu.
Selain program berbagi sembako yang dilakukan mingguan, komunitas memiliki program bulanan berupa perbaikan rumah. Meskipun hanya kecil-kecilan.
Misalnya, membersihkan, merapikan, dan memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil di rumah. Maklum, mayoritas target santunan mereka hidup dalam rumah yang kurang layak.
Mereka juga mendonasikan keperluan dasar seperti kasur, lemari, selimut, hingga berbagai perabotan esensial sesuai dengan hasil survei dari kunjungan pertama. ”Harapannya, para lansia bisa menjalani keseharian lebih layak,” kata Aeni yang sehari-hari berwiraswasta.
Untuk program sembako mingguan, komunitas tersebut mendistribusikan puluhan paket. Biasanya, setiap kampung mendapat alokasi 6–7 paket. Di Kecamatan Carenang, ada sekitar 40 kampung.
Namun, dia mengakui tidak setiap pekan bisa menjangkau semua kampung karena keterbatasan. Karena itu, Carita menerapkan sistem bergilir. ”Jadi, misalkan Jumat ini di kampung A enam orang. Ternyata masih banyak lansia yang belum. Nah, minggu berikutnya kita ambil dulu yang lain,” kata sarjana administrasi publik itu.
Terkait dengan pendanaan, Aeni menyebut seluruhnya hasil dari donasi. Baik yang didapat secara daring maupun luring.
Berbagai video kegiatan yang mereka unggah lewat TikTok juga memberikan dampak signifikan bagi keuangan komunitas. Bukan hanya itu, video-video di TikTok tersebut juga mendorong banyak orang untuk bergabung dengan Carita.
Tapi, Aeni tak mau aji mumpung. Demi alasan efektivitas, dia memutuskan untuk membatasi keanggotaan hanya 50 orang. Jika terlalu banyak, dia justru khawatir sulit merangkul dan mengonsolidasikan kegiatannya.
Lima puluh anggota itu kini dibagi dalam lima kelompok besar: pendanaan, logistik, konsumsi, humas, serta publikasi dan dokumentasi. Di luar kerja struktural, anggota diminta membantu menyosialisasikan. ”Minta tolong share pamflet dan sejenisnya,” ujarnya.
Dengan kekuatan Carita saat ini, Aeni tidak memiliki target muluk-muluk. Dia hanya ingin Carita bisa konsisten. Sambil berupaya memperluas jangkauan bantuan, dia berharap apa yang dilakukan Carita bisa menginspirasi anak-anak muda di tempat lain.
Toh, untuk memulai juga tidak diperlukan sumber daya yang besar. Sebab, banyak lansia yang sebenarnya tidak membutuhkan bantuan neko-neko.
Yang mereka butuhkan hanya teman ngobrol. Sebab, anak atau sanak saudara mereka tinggal di tempat jauh. Atau, bahkan ada yang tidak punya anak atau keluarga tersisa.
Nyai Ranti di Kampung Sambilawang, misalnya. Dia begitu gembira tiap kali ada relawan yang berkunjung.
”Terima kasih banyak sudah mau peduli dan perhatian. Jangan lupa sering jengukin ke sini selagi masih ada umur,” pesan Nyai Ranti tiap kali para relawan pamit sebagaimana ditirukan Aeni. (***)