BANTEN RAYA– Realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten hingga pertengahan April 2025 masih tergolong rendah.
Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), hingga 17 April, serapan anggaran baru mencapai Rp2,14 triliun atau 18,25 persen dari total pagu Rp11,77 triliun setelah pergeseran.
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Banten, Nana Supiana, menegaskan bahwa, rendahnya serapan bukan karena anggaran ditahan, melainkan sebagai bentuk pengamanan fiskal. Terlebih, upaya Pemprov menaikkan pajak daerah sebesar 1 persen dari 11 persen ke 12 persen idak disetujui oleh pemerintah pusat.
“Bukan penahanan, kita ada hal yang mesti dikonsolidasikan kaitan kenaikan pajak itu. Karena opsi pendapatan ini tidak disetujui, maka belanjanya harus kita sesuaikan,” kata Nana, Rabu (23/4/2025).
Baca Juga: Hari Transportasi Nasional, Besok Naik Transum di Jakarta Gratis
Nana menyebutkan, penyesuaian tersebut berdampak pada koreksi belanja sekitar Rp1,2 triliun. Namun demikian, Nana memastikan program rutin dan prioritas tetap berjalan, sementara dana yang terdampak telah diamankan dalam sistem keuangan daerah.
“Sudah ditandai dan diamankan dalam rekening. Ini hanya menunggu momen perubahan APBD untuk dialihkan kembali ke program prioritas sesuai misi gubernur,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Banten, Andra Soni, mengakui bahwa pihaknya tengah melakukan evaluasi atas kondisi ini. Ia menyebut, selain penyesuaian target pendapatan, kebijakan efisiensi anggaran juga menjadi faktor utama masih minimnya serapan anggaran.
“Ini sedang dievaluasi, karena kan kemarin efisiensi, kemudian menyesuaikan dengan visi-misi Gubernur,” kata Andra.
“InsyaAllah segera kita lakukan penyerapan,” tambahnya.
Baca Juga: Ini Langkah Disperindag Lebak Selamatkan Pasar Cipanas Baru yang Hampir Terbengkalai
Terpisah, Kepala BPKAD Banten, Rina Dewiyanti, menyebut bahwa rendahnya serapan anggaran di awal tahun masih tergolong wajar. Menurutnya, pelaksanaan kegiatan besar biasanya baru dimulai menjelang akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga.
“Biasanya memang seperti itu di awal tahun. Kegiatan besar umumnya mulai realisasi di akhir triwulan dua atau awal triwulan tiga. Tapi OPD sudah bisa mulai menjalankan program sesuai anggaran kas,” kata Rina.
Diketahui, dalam rincian belanja, pos belanja operasional mendominasi dengan realisasi Rp1,36 triliun atau 18,81 persen. Belanja pegawai tercatat sebesar Rp595,22 miliar dan belanja barang/jasa mencapai Rp574,44 miliar.
Namun, belanja modal masih tertinggal, baru mencapai Rp26,77 miliar atau 2,39 persen dari total Rp1,12 triliun. Sedangkan belanja tidak terduga belum menunjukkan realisasi sama sekali. (***)