BANTENRAYA.COM – Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa atau dari enam tahun menjadi sembilan tahun dinilai merusak demokrasi.
Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun terus disurakan oleh para kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia.
Namun desakan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun itu banyak mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menyebut perpajangan masa jabatan kepala desa dapat merusak demokrasi.
“Perpanjangan masa jabatan Kades itu merusak demokrasi,” ujar Ubedilah dalam akun twitter pribadinya dikutip Bantenraya.com, Jumat 20 Januari 2023.
Menurutnya, jabatan publik yang dipilih rakyat dalam demokrasi harus dipergilirkan untuk menghindari adanya kecenderungan korupsi dan otoriter.
Baca Juga: Sekali Dapat Korban, Calo PT Nikomas Bisa Langsung Bawa Pulang Honda Scoopy Baru dari Dealer
“Enam tahun (masa jabatan-red) saja tercatat ada 686 kepala desa menjadi tersangka koruspi. Mau sembilan tahun?,” katanya.
Cuitan Ubedilah Badrun itu mendapar berbagai komentar dari warganet salah satunya dari pemilik akun twitter @PramukhtikoS yang menilai hal itu sebagai pelanggengan budaya feodal.
“Ini pelanggengan budaya feodal dan kronisme elit desa. Delapan tahun dikoreksi jadi enam tahun, dikoreksi lg kok justru ke sembilan tahun,” katanya.
Sebelumnya, pada Selasa 17 Januari 2023 kemarin, ratusan kepala desa menggela aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa.***