BANTENRAYA.COM – Identitas orang Banten yang merupakan saudagar saat ini dinilai mulai luntur bahkan hilang.
Padahal, dahulu Kesultanan Banten dikenal karena orang-orang Banten aktif dalam perdagangan internasional dan menjadi saudagar.
Tidak hanya itu, darah dagang orang banten itu juga diturunkan oleh Kerajaan Demak yang mengembangkan kerajaan sampai ke barat Jawa yaitu Banten.
Baca Juga: 3 Oknum Pengawas Pemilu di Kabupaten Lebak Ditangkap Polisi Gegara Nyabu, Bawaslu Lebak Siap Pecat
Karena itu, identitas orang Banten semestinya adalah mereka yang aktif dalam perniagaan.
“Masyarakat Banten jika bicara identitas ya harus memperkuat jiwa dan sipir enterpreneurship,” kata sejarawan Banten Prof Mufti Ali saat Focused Group Discussion Hubungan Sejarah Banten-Demak Abad 16-17 di kampus II UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Senin 30 Oktober 2023.
Ia mengatakan, identitas lain orang Banten yang kuat agama Islamnya juga di saat yang bersamaan ketika aktif dalam perdagangan tidak luntur karena sudah sejak kecil diajari ilmu agama.
Baca Juga: Lebak Bakal Punya Rumah Ibadah Senilai Rp20 M di Maja, Lokasi Tepatnya Ada di Sini
Sementara yang terjadi saat ini, identitas agama orang Banten memang masih kuat namun identitas entrepreneurshipnya semakin hilang.
“Spirit untuk mau jadi saudagarnya kok menghilang? Sehingga peran-peran ini diambil alih oleh suku dan bangsa yang lain,” ujarnya.
Bila melihat sejarah Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa bersama Kesultanan Banten.
Keduanya sama-sama kerajaan Islam dan memiliki kemajuan di bidang perdagangan.
Baca Juga: Per 1 November 2023, E parking di Pasar Rangkasbitung Mulai Diberlakukan: Jangan Ada Lagi Kebocoran!
Hubungan kedua kerajaan ini juga sangat rekat karena salah satunya dibangun dengan cara kawin-mawin.
Di mana Sultan Hasanuddin Banten merupakan menantu dari Sultan Demak Trenggono.
Mufti Ali juga mengingatkan bahwa Kerajaan Banten masa lalu bisa maju karena menerapkan jurus MPH yaitu meritocracy, pragmatism, dan honesty.
Meritokrasi artinya individu dipromosikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya, bukan berdasarkan latar belakang sosial atau koneksinya.
Hal ini ditunjukkan dengan Kesultanan Banten mempekerjakan banyak orang asing yang memiliki kemampuan, misalnya soal pengelolaan pajak, arsitek, dan lain sebagainya.
Baca Juga: RSUD Adjidarmo Rangkasbitung Siap Tampung Caleg Stres Akibat Gagal di Pemilu
Pragmatisme artinya kebijakan dan keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan praktis, bukan berdasarkan ideologi atau keyakinan politik maupun agama.
Karena itu, Kesultanan Banten bisa dengan erat menjalin hubungan bisnis dengan Portugis, meski secara ideologi agama, misalkan, tidak sama.
Dirut PT Krakatau Steel Tbk Purwono Widodo yang juga menjadi salah satu pembicara diskusi mengatakan, Kerajaan Demak mencapai masa keemasan sebagai pusat bisnis dan perdagangan pada saat masa Sultan Trenggono.
Baca Juga: Terus Endorse Tanpa Bayar, Begini Harapan Helldy Agustian untuk UMKM Cilegon
Namun Kerajaan Demak menjadi lemah karena adanya persaingan internal di kerjaan. Apalagi terjadi aksi bunuh-membunuh.
Kerajaan Demak sendiri melebarkan pengaruh kekuasaannya dengan merebut Kerajaan Sunda Banten Girang.
hal itu dilakukan untuk mencegah pengaruh Portugis, mencegah dominasi perdagangan dan penyebaran agama Katolik saat itu.
Baca Juga: Palestina Kian Mencekam, Sanuji Pentamarta Serukan Galang Bantuan
Apalagi, saat itu Kerajaan Sudan memiliki hubungan yang mesra dengan Portugis.
Sehingga ekspansilah Kerajaan Demak ke Banten. Salah satu cara merekatkan antara Kerajaan Demak dengan Banten adalah dengan perkawinan.
“Diplomasi perkawinan menjadi strategi mempersatukan Banten dengan Demak,” katanya di mana saat itu Putri Sultan Demak Trenggono yaitu Nyai Ageng Ratu Kirana menikah dengan Sultan Banten yaitu Sultan Maulana Hasanuddin. ***