BANTENRAYA.COM – Buruh Banten siap melayangkan gugatan terhadap Surat Keputusan atau SK Gubernur Banten tentang penetapan upah minimum kabupaten/kota atau UMK 2022.
Rencana untuk gugat SK Gubernur Banten tentang UMK 2022 jika semua upaya yang dilakukan buruh tak juga membuahkan hasil.
Langkah untuk gugat SK Gubernur Banten tentang UMK 2022 akan menjadi langkah akhir.
Baca Juga: Jadwal Liga Inggris Pekan ke-16, Legenda liverpool Steven Gerrard Kembali ke Anfield
Seperti diketahui, selain menggelar rangkaian aksi unjuk rasa sebelum penetapan UMK 2022, buruh di Banten juga melakukan mogok kerja massal pada 6-10 Desember 2021.
Mereka meminta agar UMK 2022 naik sebesar 5,4 persen untuk seluruh daerah di Banten.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten Intan Indria Dewi mengatakan, buruh tak pernah surut semangatnya untuk menuntut Gubernur Banten merevisi UMK 2022.
Baca Juga: Masuk Periode Akhir Tahun, Banten Sudah Digoyang 21 Gempa Bumi
“Kami tetap menuntut agar Gubernur Banten dapat mengubah atau merevisi UMK 2022,” ujarnya saat dihubungi wartawan, kemarin.
Ia menegaskan, jika pada akhirnya gubernur tetap bergeming dengan keputusannya tersebut maka buruh akan mengambil langkah lainnya.
Pihaknya akan mengambil jalur hukum dengan menggugat SK Gubernur Banten tentang penetapan UMK 2022.
Baca Juga: Jadwal dan Link Live Streaming BRI Liga 1 Persija vs Bhayangkara FC, Saling Tengok Peluang
“Kita akan mengirimkan gugatan terhadap gubernur terkait dengan SK tersebut,” katanya.
Intan menjelaskan, gugatan dilayangkan karena Gubernur Banten dalam menetapkan UMK 2022 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
Padahal, PP tersebut adalah turunan dari Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Baca Juga: Ernest Prakasa Sebut Pemerkosa Santriwati di Bandung Sebagai Manusia Biadab
Pada kesempatan sebelumnya, Intan pernah mengungkapkan jika gugatan tersebut akan dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“SK tersebut masih menggunakan PP 36 yang mana PP 36 adalah turunan Undang-undang cipta kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK (Mahkamah Konstitusi),” ungkapnya.
Lebih lanjut Ia tak sependapat dengan anggapan jika aksi yang digelar buruh kali ini akan menyebabkan pengusaha eksodus besar-besaran ke daerah lain.
Baca Juga: Jadi Pilot Project, Kejati Banten Bangun Rumah Sakit Tipe A di Kabupaten Serang
Menurut Intan, hal itu hanya sekadar ancaman karena bukan hal mudah untuk memindahkan investasi beserta infrastrukturnya.
Pun demikian dengan pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang menyarankan pengusaha cari karyawan baru menanggapi buruh yang mogok kerja karena menolak UMK 2022. Hal itu juga tak mudah untuk dilakukan.
“Tenaga kerja diganti itu harus melalui proses PHK (pemutusan hubungan kerja) dan mendapatkan pesangon, kecuali kalau gubernur mau bayar pesangon untuk ratusan ribu buruh yang ada di Banten,” tuturnya.
Baca Juga: Ganjil Genap Mulai Diuji Coba di Banten, Ini Titik-Titiknya
Ia menegaskan, jika buruh Banten tak akan tinggal diam selama tuntutannya belum dipenuhi.
Terlebih, setelah adanya tanggapan dari gubernur yang diakuinya telah melukai hati buruh.
“Harusnya pemerintah yang baik jika ada seperti ini duduk bersama dan mencari solusi, bukan buat statement kontroversi dan melukai buruh yang notabene rakyat Banten,” ujarnya.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku heran karena Ia diseret-seret terkait kenaikan besaran UMK 2022. Dia mengklaim, dirinya hanya menjalankan aturan dari pemerintah pusat.
Selain itu, lanjutnya, persoalan upah tersebut merupakan urusan buruh dengan pengusaha, sedangkan dirinya selaku pemerintah daerah hanya fasilitator.
“Lalu ko gubernur yang disalah-salahin. Itu bukan kewenangan gubernur, tetapi amanah PP 36 tahun 2021, sudah berdasarkan kompromi,” ujarnya
Baca Juga: Walikota Bandung Meninggal Dunia Akibat Alami Serangan Jantung
Dia mengaku memahami kebutuhan buruh namun untuk besaran kenaikan upah yang diminta buruh terlalu besar sehingga pengusaha tidak sanggup menunaikannya.
Sebab, pengusaha menghitung produktivitas antara kinerja dengan penghasilan masih belum stabil.
“Tapi kalau mereka mau demo, itu silakan saja. Saya mah tidak ada masalah. Tapi kalau sudah keputusan ya tidak bisa, karena ada aturannya. Saya mah terbuka kalau untuk kepentingan masyarakat,” katanya.
Baca Juga: Beli Rumah di Sakinah Residence, Gratis Liburan ke Turki
Berdasarkan catatan Bantenraya.com, besaran UMK 2022 telah ditetapkan dan tertuang dalam Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.282-Huk/2021 tentang UMK di Provinsi banten Tahun 2022.
Dalam putusannya, terdapat tiga daerah yang tak mengalami kenaikan upah.
Rinciannya, Kabupaten Pandeglang tidak ada kenaikan atau tetap di Rp2.800.292.64. Kabupaten Lebak menjadi Rp2.773.590.40 dari Rp2.751.313.81 atau naik 0,81 persen.
Baca Juga: Menang Lawan Kamboja, Masalah Pertahanan dan Kondisi Fisik Jadi Perhatian Shin Tae-yong
Kabupaten Serang tidak ada kenaikan atau tetap di Rp4.215.180.86. Kabupaten Tangerang tidak ada kenaikan atau tetap di Rp4.230.792.65.
Selanjutnya, Kota Tangerang menjadi Rp4.285.798.90 dari Rp4.262.015.37 atau naik 0,56 persen. Kota Tangerang Selatan menjadi Rp4.280.214.51 dari Rp4.230.792.65 atau naik 1,17 persen.
Kota Cilegon menjadi Rp4.340.254.18 dari Rp4.309.772.64 atau naik 0,71 persen. Kota Serang menjadi Rp3.850.526.18 dari Rp 3.830.549.10 atau naik 0,52 persen. ***

















