BANTENRAYA.COM – Seorang santri Pondok Pesantren di Kecamatan Petir, Kabupaten Serang berinisial R dilaporkan atas dugaan penganiayaan terhadap juniornya berinisial RK ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Serang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Banten Raya, kasus penganiyaan santri itu terjadi pada Rabu 17 September 2025 lalu. Peristiwa itu bermula saat R melihat kamar juniornya dalam kondisi tidak rapi dan kotor.
Sebagai bentuk didikan agar menjaga kebersihan, R memberikan hukuman kepada penghuni kamar yaitu sekitar 26 santri dengan memberikan hukuman untuk menulis satu juz Al-Quran.
BACA JUGA: Warga Lebak Jalan Kaki Pergi Haji ke Tanah Suci Mekah, Hari Kelima Baru Tiba di Lampung
Namun hingga batas waktu yang ditentukan puluhan santri junior itu tidak menyelesaikan tugas. Hingga akhirnya, R memberikan hukuman berupa pukulan dibagian paha dan betis menggunakan gagang sapu.
Akibat pukulan benda tumpul itu, RK dan puluhan temannya mengalami luka lebam. Orangtua yang mengetahui hal itu sempat meminta penjelasan ke Pimpinan Ponpes, akan tetapi tidak ditemui.
Setelah melakukan visum di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Banten, orangtua RK melaporkan peristiwa penganiayaan yang dilakukan seniornya itu ke Unit PPA Satreskrim Polres Serang.
Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko membenarkan laporan dugaan penganiyaan di Ponpes tersebut. Namun pada Jumat 26 September 2025 kemarin sudah diselesaikan secara kekeluargaan di Mapolres Serang.
“Keluarga korban maupun terduga pelaku sudah melakukan musyawarah secara kekeluargaan dan sepakat tidak saling menuntut dan terduga pelaku janji tidak akan mengulangi perbuatan serupa,” katanya saat dikonfirmasi.
Dengan adanya peristiwa itu, Condro berharap kejadian itu tidak terulang, dan pihak ponpes untuk melakukan komunikasi yang baik dengan orangtua santri.
“Jika ada kejadian sekolah harus terbuka agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” harapnya.
Condro mengungkapkan apa yang dilakukan seniornya itu untuk kebaikan juniornya. Namun dengan cara kekerasan dalam mendidik tidak dibenarkan.
“Jadi ini yang terakhir kali, jangan sampai terulang lagi. Jangan ada kekerasan di sana (pondok pesantren) dan ini bukan jamannya lagi,” ungkapnya. ***