BANTENRAYA.COM – Ombudsman Republik Indonesia menyimpulkan telah terjadi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS C3) terkait penimbunan aliran anak sungai di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang.
Kesimpulan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten yang kemudian diserahkan kepada Bupati Tangerang Moch. Maesyal Rasyid, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, Yayat Ahadiat, dan Kapolres Tangerang Kota, Kombespol Andi M. Indra pada Selasa, 23 September 2025 di Desa Muncung.
BACA JUGA: Pungli Program PTSL, Mantan Pejabat BPN Tangerang dan Mantan Kades Divonis 1,9 Tahun Penjara
Hasil Investigasi Ombudsman
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, mengatakan, laporan ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman sesuai dengan Pasal 7 huruf d UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Investigasi dilakukan setelah sebelumnya ada aduan yang disampaikan masyarakat berkaitan dengan adanya pengurugan sungai di daerah mereka oleh pengembang perumahan.
“Sebelumnya telah dilakukan pengurugan oleh kontraktor pengembang sepanjang kurang lebih 4-5 km dan lebar kurang lebih 6-15 meter,” kata Fadli, Rabu (24/8/2025).
Fadli mengatakan, area yang diurug itu merupakan sebuah sungai. Hal itu bisa dibuktikan dengan citra satelit yang sebelumnya dilakukan Badan Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Ironisnya, saat sungai itu diurug, tidak ada instansi yang merasa itu merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Tangerang maupun BBWS C3.
“Makanya kita bilang mereka abai,” katanya.
Fadli mengungkapkan, saat dia datang ke lokasi, kondisi sungai sudah tertutup rata dengan tanah.
Padahal, bila sungai-sungai itu ada yang mengelola atau ada yang memiliki, maka seharusnya tidak akan terjadi penimbunan sungai tersebut.
“Kalau begitu ada pengabaian oleh pemerintah daerah dan BBWS C3. Padahal ini bisa menyebabkan banjir dan segala macem bencana lainnya,” katanya.
Adapun pengurugan anak sungai ini dilakukan pada Kali Malang, Kali Muara Selasih, dan Kali Gurun Kanjen.
Pengurugan juga dilakukan tanpa izin dan tanpa ganti rugi yang layak kepada warga yang terdampak, terutama petani dan petambak ikan.
Aktivitas pengurugan ini menyebabkan gangguan pada pertanian, perikanan, serta mengakibatkan banjir karena saluran air tidak mengalir sebagaimana mestinya.
“Pengurugan ini melanggar beberapa ketentuan, seperti Pasal 5 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, serta Pasal 27 ayat (2) UUD 1945,” ujar Fadli seraya menambahkan bahwa sumber daya air adalah milik negara dan tidak boleh dimiliki oleh individu atau badan usaha. ***