BANTENRAYA.COM – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Provinsi Banten saat ini tengah menelusuri terkait keberadaan tambang pasir yang berada di Kampung Ciseke, Desa Jatimulya, Kecamatan Rangkasbitung yang diduga merupakan tambang pasir ilegal.
Penelurusan tersebut dilakukan karena adanya kejadian nahas yang mengakibatkan dua siswa SMK meninggal akibat tenggelam didalam kolam bekas aktivitas tambang.
Diketahui dua orang siswa itu merupakan siswa SMKN 1 Rangkasbitung yang juga merupakan anggota dari Ekstrakurikuler Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Kedua korban tersebut yakni H (16) dengan alamat Kampung Sabagi dan Y (16) yang beralamat di Kampung Lebong Malangnengah.
Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara (Minerba) pada Dinas ESDM Provinsi Banten Dedi Hidayat mengatakan bahwa, setelah mendapati informasi tersebut, pihaknya langsung terjun memeriksa keberadaan kolam bekas galian pasir yang diduga merupakan tambang pasir ilegal.
Baca Juga: ruk Pengangkut Tanah Bikin Jalan Sentul-Nyampah di Kabupaten Serang Berlumpur dan Membahayakan
“Saat ini sedang lakukan peninjauan lapangan. Sejauh penelurusan kita memang itu kegiatannya sudah lama, sepertinya itu kewenangan sebelum pindah ke provinsi. Saat ini kita tengah menelusuri siapa penambangnya, kapan menambangnya. Di kita (ESDM Banten), belum mendapati di lokasi itu adanya kegiatan menambang sejak pindah kewenangan,” ujarnya kepada BANTEN RAYA saat ditemui ditempat kerjanya, Senin, 13 Mei 2024.
Dedi mengungkapkan bahwa, pihaknya hingga saat ini belum pernah mengeluarkan izin tambang baru di Rangkasbitung, adapun izin yang dikeluarkan hanya izin limpahan dari Kabupaten Lebak.
“Paling yang ada hanya limpahan dari Kabupaten Lebak dulu. Jadi, provinsi belum pernah mengeluarkan izin baru di daerah rangkasbitung,” ungkapnya.
“Lokasi itu, sepertinya tidak berizin dan dilakukan oleh perorangan yang otomatis tidak ada yang mengontrol untuk reklamasi pasca-tambangnya. Baik dari kabupaten kota dulu maupun provinsi. Jadi jauhlah dari kegiatan pasca-tambang,” tambahnya.
Baca Juga: Bukan Cilegon atau Tangerang, Ternyata Daerah Ini Penyumbang Inflasi Tertinggi di Banten
Untuk diketahui, Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 3 Tahun 2020 yang mengatur secara ketat pemegang izin konsesi pertambangan untuk melakukan reklamasi pertambangan dengan tingkat keberhasilan sempurna.
Undang-undang tersebut juga telah mengatur secara ketat pemberian sanksi kepada pemegang izin konsesi yang tidak melakukan perintah undang-undang No. 3 Tahun 2020.
Sanksi yang diberikan pada dasarnya menyesuaikan tingkat keberhasilan reklamasi.
Dimana, para pemegang izin konsesi pertambangan akan mendapatkan sanksi berupa pidana penjara 5 tahun serta denda Rp100 miliar.
Baca Juga: Satpol PP Kabupaten Serang Bongkar Paksa Bangunan Liar di Kragilan, Warga Khawatir Dijadikan Warem
Dengan meningkatnya sanksi, maka diharapkan bahwa setiap perusahaan pertambangan akan melakukan kewajiban tersebut.
Dalam UU tersebut juga mengatur bahwa perusahaan harus menyerahkan dana jaminan sebelum aktivitas tambang.
Dana jaminan ini dipakai untuk mengantisipasi jika perusahaan ternyata gagal melakukan perbaikan lingkungan di kawasan pertambangan.
“Jerat hukumnya, di undang-undang 3 tahun 2020 tentang perubahan undang-undang 4 tahun 2009 tentang kegiatan penambangan, itu ada pasal 158, itu kaitannya dengan tambang tanpa izin. Sanksinya itu penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar,” ungkapnya.
Baca Juga: Pembangunan Tidak Merata, Forum RT RW Kota Serang Ngadu ke Sekda
Sementara itu, secara terpisah, Pelaksana Harian Sekretaris Daerah (Plh Sekda) Banten Virgojanti mengatakan, para pelaku tambang agar bisa lebih informatif. Hal itu perlu dilakukan agar tidak adanya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
“Terkait tambang pasir, untuk (masyarakat) ini kita imbau agar berhati-hati dan kami mohon juga ini masyarakat sekitar, kalau misalnya di sana ada kawasan (bekas tambang-red) tanpa tutup, berhati-hatilah, dijaga. Dan kepada para pelaku tambang juga untuk memberikan informasi, bahwa kedalamannya berapa dan untuk tidak diperkenankan anak-anak apalagi yang belum bisa berenang. Ya, kita khawatir terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan,” katanya.
“Mudah-mudahan nanti ke depan tidak terjadi lagi (kejadian serupa-red). Pihak perusahaan ya harus tanggung jawab lah kalau memang kawasan tambangnya masih menjadi area pertambangannya,” pungkasnya.***