BANTENRAYA.COM – Warga Medaksa, Keluharan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak diusir anggota DPRD Kota Cilegon.
Pengusiran terjadi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan lintas komisi di ruang Aula DPRD KOta Cilegon, Rabu 27 Desember 2023.
Pantauan Bantenraya.com, sebelum terjadi pengusiran tersebut, terjadi perdebatan yang cukup alot antara perwakilan warga Medaksa dengan pimpinan rapat RDP DPRD Kota Cilegon.
Baca Juga: 331 ODGJ di Kota Cilegon Bisa Ikut Nyoblos Pemilu 2024, Berikut Sebarannya
RDP sendiri saat itu dipimpin langsung oleh anggota DPRD dari Fraksi PAN Hasbudin.
Hal ini terkait usulan pimpinan RDP agar tanah sekitaran area Pelindo 2 agar dilakukan pengukuran, tetapi warga Medaksa tidak menerima usulan tersebut.
Warga Medaksa beralasan, apabila terjadi pengukuran hal itu akan menguntungkan Pemkot Cilegon, padahal warga lebih mempersoalkan pelapasan hak tanah dari Pelindo ke Pemkot Cilegon.
Baca Juga: Target 19.000, Program PTSL di Kabupaten Serang Baru Trealisasi 6.900 Bidang Tanah
Anggota Komisi III DPRD Kota Cilegon Hasbudin mengatakan, warga selalu menanyakan pengukuran tersebut untuk tujuan apa dan hal ini selalu berulang.
“Pengukuran itu untuk menentukan lahan yang 66.000 itu yang dari Pelindo sudah dilepas haknya pada Pemkot,” tuturnya.
“Karena saya menghormati (warga Medaksa) saya berikan kesempatan barangkali ada hal-hal yang harus disampaikan,” kata Hasbudin, pasca RDP yang berujung ricuh.
Baca Juga: Jadi Sorotan Media Asing, Al-Jazeera Sebut Gibran Rakabuming Raka Sebagai Nepo Baby
Hasbudin menjelaskan, saat diberikan kesempatan berbicara, perwakilan dari warga Medaksa hanya berputar pada persoalan pelepasan hak tanah dari Pelindo ke Pemkot Cilegon.
Padahal, menurutnya, persoalan tersebut tidak tepat disampaikan saat RDP kali ini karena tugas DPRD sebagai jembatan untuk warga bertemu dengan pihak terkait
“Muter-muter aja, itu lagi itu lagi. Saya nyatakan persoalaan itu bukan di sini, di pengadilan,” ungkapnya.
Baca Juga: Investasi di Pandeglang Seret, Bupati Irna Narulita Salahkan Pendemo
“Dia kan selalu mempersoalkan transaksi atau pelepasan hak antara Pelindo denga Pemkot, kalau itu bukan di sini,” sambungnya.
Menurutnya, perbedaan pendapat itu sekadar masalah selera bukan masalah suka atau tidak suka.
Dalam masalah ini, paparnya, yang dibicarakan terkait aturan dan hukum, sehingga masalah transaksi tersebut mesti digugat lewat pengadilan.
“Kalau ternyata nanti dibatalkan oleh pengadilan, transaksi Pelindo dengan Pemkot itu dianggap tidak sah, biar ada putusan pengadilan,” tegasnya.
Baca Juga: Ada 27 Tanggal Merah Tahun Depan, Apakah 2 Januari 2024 Termasuk Hari Libur?
“Maka kita mendudukkan dulu, meminta kepada pemerintah daerah lakukan dulu itu (pengukuran-red). Aset yang katanya dibeli dari Pelindo itu sementara patoknya belum pernah tahu,” lanjutnya.
Sementara dari pihak yang berselisih, Tokoh Masyarakat Medaksa Ali Rusdi menyampaikan, keributan yang berujung diusir itu karena permintaan mereka tidak dipenuhi.
Ali mengatakan, yang dipersoalkan warga itu terkait pelepasan hak dari Pelindo ke Pemkot Cilegon dan menolak untuk dilakukannya pengukuran.
Baca Juga: Profil dan Biodata Lee Sun Kyun Aktor Korea Selatan yang Ditemukan Tewas Diduga Bunuh Diri di Mobil
“Hasbudin pernah mengatakan wajar-wajar saja masyarakat meminta hak nya karena sudah menempati sekian tahun,” katanya.
“Tetapi di atas tanah itu ada yang melekat PT Pelindo II yang diberikan Haknya kepada Pemkot Cilegon,” ujar dia.
Ali menegaskan, lahan yang dianggap sengketa itu sudah ditempati masyarakat puluhan tahun dan sudah menjadi perkampungan.
Baca Juga: Nelayan Sumur Pandeglang Kebanjiran Ikan Tongkol, Dijual Murah Rp 5 Ribu Per Kilogram
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 pasal 7 ayat 2 tahun 2021 disitu jelas tanah yang sudah ditempati selama 20 Tahun dan sudah menjadi perkampungan. Walaupun diatas tanah itu ada hak yang melekat, artinya ada HGB dan HPL,” imbuhnya.
“Kalau kata Presiden dicabut yah cabut proses itu berikan kepada masyarakat sesuai prosedur yang berlaku,” tambahnya.
Atas dasar itu, lanjut Rusdi, warga menolak melakukan pengukuran lahan oleh Pemkot.
Sebab, kata dia, tujuan dan maksud pengukuranya itu belum jelas untuk apa, bahkan bisa merugikan warga Medaksa ke depannya.
“Menolak dasar hukumnya apa diukur itu dan kita belum tau kejelasanya seperti apa. Kecuali kita tau diukur ini untuk apa,” tutur Rusdin.
“Menolak, saya tidak setuju untuk diukur. Kalau diukur dan dijadikan Sertifikat Pemda mau jadi apa kita mau kemana kita,” pungkasnya.***