BANTENRAYA.COM- Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kota Serang meminta jatah bahan bakar minyak (BBM) dibatasi.
Jatah BBM untuk petani dan nelayan saat ini masih terbatas, sehingga kebutuhan BBM tidak terpenuhi.
Permintaan dari petani itu terungkap dalam acara temu wicara gelar agribisnis Kota Serang 2023 yang digelar Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kota Serang.
Baca Juga: Detik-detik Penetapan UMP 2024, Pemprov Banten Persilakan Buruh Demo tapi…….
Kegiatan tersebut diadakan di Alun-alun Barat, Kota Serang, Senin 20 hingga Selasa 21 November 2023.
Salah seorang anggota KTNA Kecamatan Curug Jahidi mengatakan, BBM sangat penting bagi petani untuk keperluan mengoperasikan mesin bajak sawah.
Kebutuhan BBM tidak terbatas, terlebih menghadapi musim tanam seperti saat ini butuh sumber daya yang lebih.
Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Naik Jelang Natal dan Tahun Baru, Pemprov Banten Endus Potensi Inflasi
“Jadi kami (petani-red) pengennya BBM tidak dibatasi,” ujar Jahidi, ditemui usai acara.
Ia menuturkan, BBM untuk petani masih dijatah sekitar ratusan liter per kelompok. Sedangkan kebutuhan BBM untuk petani tidak terbatas.
“Pokoknya kita kan satu kelompok. Berapa orang kebutuhan kita. Jatah satu kelompok 200 liter. Makanya nggak terpenuhi,” tutur dia.
Jahidi menyebutkan, kebutuhan BBM bukan hanya untuk mesin traktor saja, melainkan untuk kebutuhan selama masa tanam dan masa panen.
“Tergantung. Apalagi sekarang lagi musim tanam itu di angka 400 liter habis kalau untuk traktor segala macam karena bukan untuk traktor saja,” katanya.
Apalagi kalau untuk masa panen kebutuhan lain-lain juga,” tuturnya.
Selain BBM, Jahidi juga mengungkapkan bahwa pihaknya membutuhkan alat pertanian seperti mesin traktor. Alat pertanian traktor sangat vital untuk pertanian.
“Jadi tadi mengusulkan untuk alat pertanian ditambah lagi tiap tahunnya. Paling vital mungkin traktor. Alat bajak. Selain itu nggak seberapa. Traktor yang paling utama,” ungkapnya.
Baca Juga: Pevita Pearce Jadi Brand Ambassador Bank Saqu, Bidik 117 Juta Solopreneur Pada 2030
Jahidi mengaku saat ini pihaknya baru memiliki 2 unit mesin traktor yang itu dirasa belum mencukupi, karena jumlah lahan pertaniannya luas.
“Makanya tadi saya mengusulkan itu untuk satu kecamatan itu paling satu tahun satu atau dua unit,” ucapnya.
Jahidi mengaku masih minimnya alat pertanian traktor berpengaruh terhadap kerja tidak maksimal.
“Makanya kita kan nggak bisa kerja maksimal satu atau dua unit. Nanti lima tahun ke depan yang dapat itu kan udah rusak lagi traktornya,” ungkapnya.
Makanya saya pengen umpamanya satu tahun minimal lima per kecamatan. Ini paling satu dua kan nggak terkejar,” katanya.
Anggota KTNA Kecamatan Kasemen Gatot Wahyudi mengatakan, pihaknya mengusulkan bantuan pupuk ditambah menjadi 500 kilogram (kg) per hektare.
Bila kebutuhan pupuk ditambah jadi 500 kg, hasilnya produksi pun bertambah menjadi 5 ton gabah.
“Kami minta kalau bisa 500 kilogram per hektar. Karena per 1 kuintal atau per 100 kilogram itu menghasilkan 1 ton gabah,” paparnya.
Baca Juga: Rizki Natakusumah Masukan Berkas Pendaftaran Calon Ketum KONI Pandeglang
“Jadi kalau 500 kilogram minimal kita sudah pasti dapat 5 ton gabah. Tinggal misalnya petani kreatif lagi, inovatif lagi Mereka menambah pupuk apalagi,” imbuhnya.
“Misalnya pupuk organik atau segala macam,” kata Gatot Wahyudi, kepada Bantenraya.com.
Gatot Wahyudi juta menyampaikan perihal petani milenial. Menurut dia, petani milenial kurang bergerak, sehingga kurang kegiatan.
“Saya lihat pembinanya masih kurang. Kalau pun ada petani milenial sepertinya dia masih susah untuk mengakses lahan,” katanya.
Baca Juga: GEGER! Calon Ketua Karang Taruna Tingkat Desa di Kabupaten Pandeglang Dipatok Rp 15 Juta
“Jadi mereka mau jadi petani, tapi lahan yang mau saya garap mana. Kemudian dari segi dana mereka juga kan butuh biaya,” ucap dia.
Adapun soal kredit usaha rakyat (KUR), Gatot Wahyudi menilai peminatnya masih minim karena masih diminta jaminan bagi warga yang akan mengajukan permohonan KUR.
“KUR gencar kelihatannya tapi orang minat untuk ngambil KUR itu kecil sekali. Karena ada KUR yang katanya tidak ada jaminan, ternyata di lapangan minimal BPKB tunjukkan segala macam,” ungkapnya.
Gatot Wahyudi juga mengaku keberatan dengan pembayaran angsuran KUR yang terlalu cepat.
Baca Juga: Guru di Bengkayang ini Viral karena Dukung Aksi Israel, Berakhir Minta Maaf
Gatot Wahyudi mengaku sulit mencari anak muda untuk menekuni profesi petani milenial masih minim.
“Sekarang itu terasa sekali bahwa untuk mencari tenaga kerja-tenaga kerja yang usianya di bawah 40 sampai 25,” katanya.
“Misalnya kita di sawah kan butuh biaya orang semprot, tenaga untuk macul, pembalikan galeng segala macam. Tenaga manusia itu sudah jarang,” akunya.
Gatot Wahyudi menyebutkan, usia para petani saat ini sudah memasuki kepala empat, sehingga ke depan butuh regenerasi untuk menggantikan petani yang usianya kepala empat.
“Yang banyak itu sudah di usia 40. Nanti kalau ada masanya yang 40 sudah nggak bisa kerja jadi petani, lahan itu nanti tidak ada orang lagi yang bekerja di sana. Memang tidak semuanya,” sebutnya.
Gatot Wahyudi mengatakan, bertani tidak selalu padi, ada juga usaha jamur, usaha tanam cabai segala macam.
“Satu kendala lagi yang berpengaruh kurang baik itu harga jual. Harga jual terlalu berfluktuatif. Kadang tinggi orang pada tanam tahu-tahu turun,” katanya. ***