Oleh: Riswanda
Saat ini UU IKN telah mencapai kulminasi pengesahan. Opera poleksosbudhankam sempat menjadi pertimbangan bobot lanjut / tidak ‘memboyong ibu kota negara ke Kalimantan Timur’ (Riswanda 2022).
Termasuk apakah boyongan keputusan pindah sudah jitu. Barangkali, pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana memastikan keterpaduan aksi kebijakan memandu keberlanjutan pembangunan fisik, dan lebih lagi arsitektur sosial (Riswanda 2022) ibu kota baru.
Melihat hasil sensus penduduk di tahun 2020 (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2022), kira-kira 57,4% penduduk Indonesia terpumpun di Pulau Jawa. Sebagai perbandingan, sebaran penduduk di Sumatera sebesar 17,9%, Bali dan Nusa Tenggara 5,5%, Kalimantan 5,81%, Sulawesi 7,31%, Maluku dan Papua 2,61%.
Lalu, keterhubungan fakta ini dengan IKN? Niat baik pemerintah menciptakan ‘Modern city-sustainable city-forward thinking apakah sekadar fantasi atau memang sebuah terobosan?.
Bahan pembelajaran pertama, hajat menyeimbangkan wajah pembangunan Jawasentris menjadi Indonesiasentris rasanya cukup logis.
Paling tidak diukur dari peta sebaran penduduk per provinsi di awal. MInat baru mempercepat pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 bisa saja sejalan dengan dambaan terciptanya identitas nasional.
Selama, pertimbangan saksama turut menyasar perhatian terhadap aspek lingkungan. Belajar dari pengalaman Ibu Kota DKI Jakarta misalnya. Tedapat persoalan tata ruang, ketersediaan air bersih, belum lagi diagnosis gabasnya kualitas udara Jakarta di atas ambang batas Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).
Wacana pendekatan partisipasi warga belum sangguo menjawab kepastian dan kelayakan tempat tinggal di Jakarta. Janji pemerintah? Pembangunan IKN akan mencermati aspek ramah lingkungan.
Menilik Talk show Suara Cendekia Indonesia Selamatkan Alam (Kemendikbudristek 2022), 75% penutupan lahan di situs pembangunan Ibu Kota dialokasikan bagi pemugaran lingkungan. Kendati demikian, catatan tebal perlu dialamatkan pada penggunaan basis pendekatan ‘multiple-helix’.
Marwah bakal tiap rencana aksi ketahanan lingkungan di kajian regionalisasi proses pembangunan Ibu Kota, seyogyanya hadir di rencana utama (masterplan) IKN.
Demi meminimalkan buah risiko lingkungan hidup dan lingkungan sosial. Kenapa harus seperti itu? Kalimantan tercatat sebagai wilayah bersumber daya alam (Kajian Lingkungan Hidup Strategis IKN 2020).
Bahaya ‘ecological hazard’ merupakan tantangan tersendiri. Perhatian terhadap hak komunal lingkungan sosial budaya masyarakat adat juga tidak kalah penting.
Jika skenario pembangunan IKN adalah penggerak inovasi dan akselerator pembangunan ekonomi Nudantara, maka inovasi juga perlu hadir pada prosesi cetak biru dan ritual eksekusi kebijakan.
Anasir pembangunan manusia perlu hadir dalam turunan UU Nomor 3 Tahun 2022. Tercatat enam peraturan pelaksanaan dari UU IKN yang sedang dikemas, yaitu PP Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara, PP Pendanaan dan Penganggaran Ibu Kota Nusantara, Perpres Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara.
Ketiganya mengemasi Perpres Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perpres Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara, dan Perpres Otorita Ibu Kota Nusantara.
Selain perihal reka cipta Sistem Perkotaan Nasional (SPN) Kawasan Metropolitan / Mega Urban baru Nusantara, inovasi perlu hadir pada upaya serius melahirkan jantung pertumbuhan bersemboyan melayani Kawasan Indonesia Bagian Timur. Kota hijau dengan, katakanlah, kekebalan perubahan iklim dan resistansi potensi bencana adalah salah satunya.
Apa dalih? Tahun 2018 saja, jumlah penduduk Kalimantan Timur sebesar 3,6 juta jiwa (Kementerian PPN/ Bappenas 2020) untuk kemudian diramalkan naik 5-7 juta jiwa di 2025. Estimasi berlanjut di kisaran angka pertambahan 8,7-9,7 juta jiwa di 2035, antisipasi bertambah 10-11 juta jiwa di 2045. Tolak ukur pertambahan, pemerintah mengelaborasi wilayah IKN dan wilayah sekitar poros pembangunan.
Artinya? Klaster kebaruan riset kearifan lokal, kritis mendarat dalam sebuah komitmen bersama dan rencana aksi. Tawaran revitalisasi pemukiman cukup menjanjikan bagi kemungkinan munculnya konflik agraria.
Karenanya, upaya memberikan ruang interaksi pada sebagian kelompok masyarakat yang bisa jadi tidak berkenan pindah adalah mendasar. Nilai smart village dan social entrepreneurship (Riswanda 2022) laik menjadi nilai pengembangan kawasan.
Andil toma, toga atau tokoh adat setempat semestinya mampu menekan kebolehjadian spekulan-spekulan pembela kepentingan pribadi atas kepemilikan lahan misalnya.
Meskipun, Kalimantan Timur diproyeksi menuai benefit distribusi pekerja ketika proses pembangunan IKN, paling tidak dalam kurun 2-3 tahun. Cetak tebal Sorotan Riswanda ada di aspek intervensi terstruktur basis komunitas dalam ketahanan bencana. Sinkronisasi data dengan regulasi nasional dan bagaimana komunikasi kebijakan berjalan antar OPD menjadi frasa kunci.
Kenapa? Manajemen risiko kementakan kebakaran hutan, belum deforestasi, buah simalakama sorotan antisipasi kebijakan sejak dini. Fokus kebijakan mikro berhaluan dengan rencana besar IKN.
Mendaratkan transformasi knowledge program-program ketanggapan lingkungan perlu diiringi oleh kemapanan data kebutuhan wilayah. Terutama pemetaan tanggap potensi bencana wilayah-wilayah sentra pembangunan.
Uraian langkah strategis IKN perlu dilembagakan secara aksidental maupun terstruktur pada kontemplasi Nusantara. Menyisir diantaranya, keberimbangan unsur sistem pemerintahan seperti otonomi khusus, desentralisasi dengan legacy sosial-budaya dan sosial-ekonomi.
Penulis adalah Associate Professor Bidang Analisis Kebijakan