BANTENRAYA.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Cilegon Rahmatulloh menyoroti maju mundurnya mutasi dan rotasi pejabat eselon II Pemkot Cilegon.
Apalagi, ada kabar menyatakan mutasi dan rotasi tersebut urung dilakukan lantaran belum disetujui oleh Badan Kepegawaian Nasional atau BKN RI.
“Sebagai wakil rakyat yang berada di DPRD Kota Cilegon, saya merasa perlu menyampaikan bahwa pemerintah kota harus menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama. Mutasi atau rotasi jabatan birokrat sangat mendesak agar janji kampanye, program pembangunan, dan akselerasi pelayanan masyarakat dapat segera terlaksana,” kata Rahmatulloh kepada Bantenraya.com pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Dikatakan Rahmat, Pemkot Cilegon melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BKPSDM seharusnya telah menyiapkan kajian yang matang sejak awal, agar pengajuan mutasi dapat lolos proses persetujuan BKN RI.
Apalagi, BKN menolak usulan Pemkot Cilegon lantaran sebagian pejabat belum genap dua tahun di posisi yang saat ini didudukinya.
BACA JUGA: Isu Transaksional Jabatan di Lingkungan Pemkot Cilegon Ditepis Robinsar, Rotasi Tunggu Jawaban BKN
“Ini menunjukan bahwa persyaratan administratif dasar ini tidak diperhatikan secara cermat dalam penyusunan usulan. Bagi saya, ini mencerminkan kelemahan dalam perencanaan internal para birokrat dalam mengelola sumber daya manusia,” kata Politisi Partai Amanat Nasional atau PAN ini.
Jika aspek administratif dan kepatuhan prosedur tidak diantisipasi sejak awal, kata Rahmat, maka terjadinya hambatan seperti ini akan merugikan masyarakat, terlebih jika kebijakan mutasi tersebut sangat terkait dengan program strategis.
“Sebagai anggota DPRD, saya juga memertanyakan sikap pemerintah kota yang tampaknya menerima penolakan BKN secara fatalistik, seolah tak dapat didebat atau dinegosiasikan. Padahal dalam praktik manajemen kepegawaian, terdapat ruang koordinasi teknis antara pemerintah daerah dan BKN atas persyaratan mutasi, terutama dalam konteks percepatan reformasi birokrasi,” tuturnya.
Wakil rakyat empat periode ini mengatakan, jika memang terdapat pejabat eselon II yang masa jabatan dalam posisi sebelumnya kurang dari dua tahun, bukan berarti mutasi harus dibatalkan mentah-mentah.
Pemkot Cilegon seharusnya bisa mengajukan argumentasi teknis, memohon dispensasi atau interpretasi fleksibel, misalnya dengan mengajukan usulan khusus percepatan kinerja.
BACA JUGA: BKPSDM Belum Pastikan Nasib Honorer Kota Cilegon yang Tak Masuk Database BKN
“Agar aspek urgensi mutasi dapat diperhitungkan. Apabila daerah lain bisa, mengapa Cilegon tidak? Ini menjadi catatan serius terhadap profesionalisme pengusul mutasi di Pemkot Cilegon,” tandasnya.
Rahmat menyebut, sikap menyerah terhadap penolakan BKN juga membuka ruang dugaan Walikota dan Wakil Walikota tidak mendapat masukan yang utuh atas prosedur penyampaian usulan berkas mutasi secara lengkap dan sesuai prosedur, serta strategi antisipasinya.
“Penundaan mutasi eselon II akibat masalah administratif bukan persoalan sepele. Karena posisi eselon II adalah pengambil keputusan strategis dalam birokrasi, penempatan pejabat yang kurang pas dapat menyebabkan terhambatnya pelaksanaan program, koordinasi antar OPD, dan akuntabilitas kebijakan. Waktu dan momentum bisa hilang, padahal visi-misi Robinsar-Fajar butuh eksekusi cepat,” cetusnya.
Rahmat menganggap bahwa kegagalan percepatan mutasi di Cilegon bukan semata kegagalan administratif, tetapi cermin kurangnya pembenahan manajemen kepegawaian, lemahnya koordinasi teknis antar lembaga, dan potensi adanya hambatan internal yang disengaja.
“Robinsar-Fajar wajib menggunakan momentum ini untuk memperkuat tata kelola birokrasi, memastikan profesionalisme, dan menjamin agar kebijakan mutasi tidak menjadi hambatan, melainkan alat untuk akselerasi pelayanan publik,” tutupnya.***