BANTENRAYA.COM – Industri dan perdagangan di Kota Cilegon masih mengalami pelemahan.
Bahkan sejumlah industri mengaku sudah mengencangkan ikat pinggang untuk tetap bisa bertahan ditengah ketidakpastian pasar global.
Chief HRD GA dan Legal PT Indorama Malim Hander Jhoni menjelaskan, kondisi lesunya ekonomi salah satunya karena perang di Eropa, agresifitas ekonomi Amerika dan juga tingginya dolar.
“Ini dirasakan semuanya bukan hanya Indorama saja. Bahkan bukan saja sektor industri tapi rumah tangga juga sudah terdampak,” ujarnya, Minggu, 5 Oktober 2025.
Jhoni menyampaikan, dari dalam negeri juga tidak adanya proteksi impor dari pemerintah membuat semua barang luar negeri masuk.
Hal itu menimbulkan persaingan pasar, sehingga membuat kondisi barang menjadi sangat murah.
“Namun kalau seandainya impornya dibuka nanti kita habis. Anti dumping itu tidak ada proteksi ke negara kita. Semua sektor dibuka semua. Kita harus bersiang keras dengan negara lain. Jadi malah pasar dibanjiri produk luar. Iyah apakah impor legal dan ilegal kan masalah teksit sudah cukup banyak,” ucapnya.
BACA JUGA: DPRD Banten Buat Aturan Baru, Industri Wajib Bayar Dampak Lingkungan
Untuk bisa tetap bertahan, tegas Jhoni, pihaknya sudah melakukan pemangkasan terhadap sejumlah biaya tidak penting.
“Sekarang terpenting adalah wait and see. Tapi bukan buat invetasi pengembangan. Tapi sambil bertahan,” ujarnya.
Jhoni memastikan perusahaannya, belum sampai memutus hubungan kerja.
Namun, untuk melakukan perekrutan masih belum bisa dilakukan.
“Masih belum pemutusan. Tapi belum bisa juga menambah,” tegasnya.
Sementara itu, kondisi yang sama dirasakan para pengusahan di Kota Cilegon.
Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Kota Cilegon Huluful Fahmi, sejumlah sektor sudah sangat lesu, termasuk proyek pemerintah.
BACA JUGA: Menkeu Purbaya Turun Tangan Intervensi MBG, Saham Industri Peternakan Diprediksi Melangit
“Semuanya terimbas dengan kondisi efisiensi. Jika barang terjual juga pembayaran tetap lama,” jelasnya.
Fahmi meyatakan, meminta juga pemerintah bisa mengambil langkah kebijakan, sehingga ekonomi kembali bisa bergulir. Atau minimal memberikan relaksasi agar bisa bertahan.
“Bisa lewat relaksasi, jadi pengusaha dan industri tetap bertahan,” pungkasnya.***