BANTENRAYA.COM – Himpunan Mahasiswa Serang atau Hamas menyoroti adanya dua remaja di Kota Tangerang Selatan bernama Farel Mahardika Putera berusia 19 tahun dan NR berusia 16 tahun yang berniat menjual ginjal.
Dua remaja tersebut terpaksa menjual ginjal untuk bisa membebaskan ibunda tercinta Syafrida Yani yang berusia 49 tahun yang mendekam di balik jeruji besi tahanan sejak Rabu, 19 Maret 2025.
Kepala Departemen Advokasi dan Investigasi Hamas Rahmatullah mengatakan, Syafrida Yani ditahan atas laporan kerabatnya berinisial NY yang merupakan seorang pramugari maskapai penerbangan.
“Dari perlakuan dan kronologi ibunda dua remaja tersebut dituduh dalam kasus penggelapan, saudaranya yang masih ada ikatan keluarga. Dari penjelasan anak terlapor, ibundanya menerima nominal uang Rp10 juta untuk perawatan barang dan rumah milik si pelapor,” ujarnya, Sabtu, 22 Maret 2025.
Ia menjelaskan, Syafrida Yani diduga korban perbudakan yang dimanfaatkan tenaga dan waktunya untuk menjaga barang milik si pelapor saat kerja di luar negeri.
“Mirisnya si korban sudah menunjukan bukti-bukti catatan penggunaan uang tersebut tapi ditolak, bahkan pengembalian uang Rp10 juta juga ditolak. Pelapor hanya menerima barang atau handphone yang kala itu diberikan kepada Syafrida Yani,” katanya.
Rahmat menuturkan, untuk membebaskan ibunda yang ditahan dibalik jeruji besi tersebut, sang anak rela melakukan aksi damai dengan menunjukan sebuah poster untuk menjual ginjal yang ia miliki.
“Pada akhirnya masyarakat kecil akan kalah oleh orang-orang yang memiliki materi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dua remaja tersebut rela menjual ginjal untuk membebaskan sang ibunda yang di tahan di balik jeruji besi,” jelasnya.
Baca Juga: Daftar Lokasi ATM Pecahan 10 Ribu dan 20 Ribu di Banten, Untuk THR Lebaran Idul Fitri 2025
Pihaknya juga mengkritik aparat kepolisian selaku aparat penegak hukum yang tidak menggunakan asas In Dubio Pro Reo untuk menguntungkan terdakwa.
“Kami meminta kepada pemerintah daerah agar memberantas oknum-oknum yang merugikan masyarakat kecil dan menguntungkan sebagian orang tanpa melihat kebenaran yang ada,” paparnya.
Menurutnya, apa yang terjadi dalam kasus tersebut merupakan ketimpangan hukum yang menguntungkan orang yang memiliki harta dan bisa merugikan rakyat miskin yang dinilai tidak bersalah.
“Demokrasi akan tercipta jika semua merasakan hal yang sama tanpa ada kasta dan harta yang menjadi pembeda. Hukum akan berjalan jika kebenaran yang menjadi prioritas tapi hukum akan mati jika kebenaran sudah tidak dipandang dan kalah oleh keadaan,” tuturnya.***


















