BANTENRAYA.COM – Sejumlah pedagang di pelataran Masjid Raya Al Bantani atau Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten atau KP3B, memertanyakan legalitas dan dasar kebijakan pengkavlingan lapak jualan yang dilakukan oleh Koperasi Pasar Tani.
Sejumlah pedagang merasa dipaksa bergabung ke dalam koperasi tanpa kejelasan regulasi, serta dibebani berbagai pungutan yang dianggap membingungkan dan memberatkan.
Jen, salah seorang pedagang makanan ringan yang sehari-hari berjualan di lokasi tersebut menegaskan, area pelataran Masjid Raya Al Bantani merupakan ruang terbuka yang selama ini bisa dimanfaatkan oleh siapapun untuk berdagang tanpa batasan keanggotaan ataupun biaya.
“Sampai sejauh ini jualan di KP3B itu masih dibuka untuk seluruh masyarakat. Siapa pun boleh jualan di sana. Tidak ada organisasi yang secara resmi mengatur dan mengelola pedagang,” ujar Jen pada Minggu, 27 Juli 2025.
Menurutnya, sejak awal dirinya berdagang di kawasan tersebut, tidak pernah ada pungutan resmi, baik retribusi maupun biaya kebersihan.
Namun, saat ini muncul satu organisasi bernama Koperasi Pasar Tani yang diduga memaksa dan meminta agar para pedagang untuk bergabung sebagai anggota.
“Isu yang beredar, koperasi pasar tani ini seolah memaksa para pedagang untuk masuk jadi anggota mereka. Ada biaya pendaftaran Rp100 ribu, kemudian bulanan Rp50 ribu, dan bahkan pungutan harian Rp5.000 sampai Rp20.000,” jelasnya.
Jen mengatakan, informasi yang ia terima menyebutkan bahwa kemungkinan besar retribusi resmi dari pemerintah memang akan diberlakukan di kemudian hari.
Namun hingga saat ini, belum ada aturan apapun dari pemerintah terkait pengelolaan pedagang maupun penarikan biaya di halaman Masjid Raya Al Bantani KP3B.
“Setau kami, Dinas PUPR Provinsi Banten yang punya kewenangan atas aset halaman masjid itu, juga belum menetapkan regulasi apa pun. Artinya, koperasi pasar tani ini masih simpang siur,” ujarnya.
Kekhawatiran pedagang tak berhenti di situ, belakangan, kata Jen, kawasan pelataran masjid dicoret-coret dengan nomor-nomor kavling menggunakan cat semprot sebagai tanda kepemilikan lapak.
Jen menilai, tindakan tersebut merusak fasilitas publik yang seharusnya steril dan bebas dari klaim kepemilikan.
“Itu lahan dan aset pemerintah. Dicoret-coret pakai nomor urutan, dari satu dan seterusnya. Padahal pelataran masjid itu sering dipakai untuk upacara, pelatihan, dan kegiatan kepolisian. Tidak seharusnya ada pengkavlingan lapak seperti itu. Ini ruang terbuka, siapa saja boleh berjualan,” tegasnya.
Baca Juga: Tanpa Harus Menginap, Yuk Liburan di Pantai Aston Anyer Cuma Rp300 Ribuan
Ia mengungkapkan, berdasarkan informasi yang beredar di kalangan pedagang, koperasi telah berhasil merekrut lebih dari 200 orang.
Dana dari biaya pendaftaran dan iuran ditaksir sudah mencapai antara Rp40 juta hingga Rp50 juta.
Namun, sistem penempatan lapak tetap berjalan secara bebas, tanpa jaminan tempat yang pasti, bahkan bagi yang sudah membayar.
“Sampai sekarang, sistemnya tetap terbuka. Siapa cepat, dia dapat. Tidak ada jaminan permanen meski sudah daftar dan bayar. Hal ini jelas merugikan pedagang,” tambahnya.
Baca Juga: Sehari Sebelum Pelantikan Belum Ada Keputusan, Pemilihan Rektor UIN SMH Banten Dinilai Lambat
Lebih jauh, ia menduga jika koperasi telah bertindak semena-mena terhadap pedagang yang memilih untuk tidak bergabung.
Menurutnya, ada perlakuan diskriminatif terhadap pedagang non anggota yang kerap dipersulit ketika ingin berjualan.
“Dia seolah bertindak seperti preman. Mengatur dan melarang pedagang yang bukan anggota koperasi untuk jualan. Padahal itu bukan wewenangnya,” pungkasnya.
Saat ditanya mengenai perolehan omset dari hasil berjualan di KP3B, Jen mengaku jika memang ada kenaikan omzet dibandingkan dengan berjualan di tempat lain.
Baca Juga: Edukasi Safety Riding, 80 Pelajar SMKN 2 Kota Serang Praktik Berkendara Aman Bareng Honda Banten
“Memang ada kenaikan omzet dibandingkan dengan saya berjualan di tempat biasa saya jualan, depan UIN SMH Banten. Ada kenaikan sekitar 40-50 persen,” ujarnya.
Mengenai adanya relokasi para pedagang dari luar halaman masjid ke dalam halaman masjid, Jen mengaku tidak masalah.
“Tidak masalah, walau memang jadi kesannya numpuk. Kalau soal rezeki saya percaya sudah ada yang mengatur,” tandasnya.
Seorang pedagang lain, yang enggan disebutkan namanya, juga mengaku mengalami hal serupa.
Baca Juga: Panin Bank Berikan Kredit Usaha Minimal Rp200 Juta dengan Bunga Minim untuk Pelaku Usaha
Ia menyatakan sempat diarahkan oleh Satpol PP untuk berdagang di halaman Masjid Raya Al Bantani KP3B, khusus pada akhir pekan.
Namun saat mulai berjualan, ia dikejutkan oleh kewajiban untuk bergabung ke koperasi dan membayar iuran rutin.
“Saya tanya dong, dasarnya apa ini? Apa bukan pungli berkedok koperasi namanya ini? Kok dipaksa gini,” katanya kepada wartawan.
Ia menjelaskan, untuk menjadi anggota koperasi, pedagang harus membayar Rp100 ribu sebagai simpanan pokok, Rp50 ribu sebagai simpanan wajib, serta iuran operasional harian sebesar Rp5.000.
Baca Juga: Jadwal Tayang Series Swiper Right Episode 3 4 5, Lengkap dengan Spoiler dan Link Nonton
Ia mengakui sempat mendengar janji akan ada pembagian Sisa Hasil Usaha atau SHU dan kemudahan kredit untuk tenda atau bahan pokok, namun semua itu belum terbukti.
“Kalau dari informasi yang saya dapet sih itu nanti ada SHU, bisa kredit bahan pokok. Tapi ini bukan iuran retribusi resmi. Ini benar-benar koperasi. Lalu katanya nanti bakal dikasih ID card. Kalau nggak punya ID card, ya nggak bisa jualan di KP3B,” ungkapnya.
“Tapi kalau dengan caranya dipaksa seperti ini kan kami juga merasanya seperti ditodong. Padahal hanya ingin berjualan, yang awalnya juga KP3B ini kan ruang bebas,” imbuhnya.
Sementara itu, terpisah, Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) pada Satpol PP Provinsi Banten, Paundra Bayu Ajie menyampaikan, saat ini belum ada arahan dan aturan resmi yang mengatur untuk menarik retribusi dari para pedagang.
Baca Juga: BRILink Permudah Transaksi Koperasi Desa Merah Putih, BRI Siapkan Skema Pembiayaan Sehat
Ia mengatakan, saat ini para pedagang hanya diminta tertib dan menjaga kebersihan, serta mengikuti arahan petugas Satpol PP yang bertugas.
“Memang wacananya seperti itu (akan ditarik retribusi), tapi sejauh ini belum. Para pedagang bebas saja mau buka lapak berjualannya di mana, yang penting kami minta ikuti arahan petugas yang mengatur di lapangan agar tidak crowded, serta jaga kebersihan sebagai bentuk tangggung jawab dalam menjaga lingkungan kantor pusat pemerintah,” kata Paundra.***