BANTENRAYA.COM – Bulan Ramadhan 2025 atau 1446 Hijriah sudah di depan mata alias semakin dekat.
Datangnya bulan Ramadhan 2025 menandakan umat Islam di seluruh dunia akan menjalankan ibadah puasa.
Umat Islam akan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan 2025 selama sebulan penuh.
Baca Juga: Kapolres Serang Ancam Tembak di Tempat Pelaku Kejahatan Selama Ramadan
Dalam prakteknya, membaca niat merupakan salah satu rukun ibadah puasa yang harus dilakukan.
Namun, dalam pelafalan niat sendiri kerap kali menjumpai perbedaan dalam lafal yang diucapkan.
Terutama di bagian harakat kata رمضان dibaca Ramadhana atau Ramadhani ketika membacanya.
Baca Juga: Bunuh Istri Usai Tolak Buat Kopi, Suami di Kota Cilegon Divonis 14 Tahun Penjara
Biasanya, niat puasa yang digunakan ketika dibaca pada malam hari yaitu sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Namun seperti yang dikutip Bantenraya.com dari laman NU Online, menurut kaidah ilmu nahwu lafal tersebut dinilai kurang tepat.
Jika membacanya Ramadhana (dengan harakat fathah), maka kalimat selanjutnya adalah hadzihis sanata (sebagai dharaf zaman/keterangan waktu), bukan hadzihis sanati.
Baca Juga: Link Nonton Preman Pensiun 9 Episode 2: Cecep Curhat ke Gobang, Agus dan Yayat Masih Suka Malak
Ramadhana dibaca fathah sebagai alamat jar karena termasuk isim ghairu munsharif yang ditandai dengan tambahan alif dan nun sebagai illat nya.
Artinya, boleh membaca ramadhana dengan syarat kalimat selanjutnya hadzihis sanata. Akan tetapi, hal seperti ini jarang diungkapkan dalam kitab-kitab fiqih.
Sedangkan yang paling lazim digunakan membacanya dengan harakat kasrah yaitu ramadhani.
Baca Juga: 3 Remaja Pengangguran di Kota Serang Tertangkap Tangan Edarkan Ribuan Obat Terlarang
Yakni dengan meng-idhafah-kan (menggabungkan) dengan kata sesudahnya. Sehingga, kalimat tersebut tidak lagi ghairu munsharif sehingga berlaku hukum sebagai isim mu’rab pada umumnya.
Hal ini sesuai dengan ungkapan Al-‘Allâmah Abû ‘Abdillâh Muhammad Jamâluddîn ibn Mâlik at-Thâî alias Ibnu Malik dalam nadham Alfiyah:
وَجُرَّ بِالْفَتْحَةِ مَا لاَ يَنْصَرِفْ ¤ مَا لَمْ يُضَفْ اَوْ يَكُ بَعْدَ اَلْ رَدِفْ
Artinya: Tandailah jar isim ghairu munsharif dengan fathah, selagi tak di-idhafah-kan (digabung dengan kata setelahnya) atau tidak menempel setelah ‘al’.
Baca Juga: Paling Lengkap! Bacaan Bilal dengan Jawaban Jemaah Sholat Tarawih 23 Rakaat di Bulan Ramadhan
Jika ramadhani diposisikan sebagai mudhaf (di samping sekaligus jadi mudhaf ilaih-nya ‘syahri’) maka ‘hadzihis sanati’ mesti berposisi sebagai mudhaf ilaih dan harus dibaca kasrah.
Pembacaan dengan model mudhaf-mudhaf ilaih itu paling dianjurkan. Sehingga bacaan yang tepat dan sempurna ialah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Baca Juga: Dedi Mulyadi Kembali Sindir Jalan Rusak di Pandeglang: Raripuh, Duitnya Sedikit
Artinya: Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardlu di bulan Ramadlan tahun ini karena Allah Ta’ala.
Sebagai informasi, kurang tepatnya dalam melafalkan niat tidak berpengaruh terhadap keabsahan puasa selama diniatkan dalam hati.
Sehingga, ucapan lisan hanya bersifat sekunder belaka. Akan tetapi, kurang tepatnya akan menimbulkan rasa janggal terutama di mata para ahli gramatika Arab.***



















