Perkembangan teknologi informasi telah merubah sebagian besar gaya hidup masyarakat Indonesia mulai dari perdesaan sampai ke perkotaan. Masyarakat saat ini lebih cenderung menggunakan perangkat telepon pintar (smartphone) dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dilihat hampir setiap saat orang menggunakan telepon pintar untuk berinteraksi dan berkomunikasi, baik melalui saluran seluler maupun menggunakan sosial media. Hampir semua kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari telepon pintar, karena sudah terhubung dengan Internet.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat menggunakan telepon pintar mulai dari sekedar menelepon atau sms,berbincang di sosial media, berbisnis dan melakukan transaksi keuangan secara online.Pertumbuhan alat pembayaran telah meningkat begitu pesat, seiring dengan pengembangan teknologi dalam sistem pembayaran yang sedang berkembang saat ini. Penggunaan teknologi modern sebagai instrumen pembayaran non tunai, baik secara domestik maupun secara internasional, telah berkembang pesat disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada penggunaannya yang semakin efisien, aman, cepat dan nyaman.
Dampak perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran tersebut terakhir ini adalah munculnya instrumen pembayaran yang dikenal dengan uang elektronik (electronic money/e-money) dan uang virtual (virtual money). Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah, karena nilai uang yang disimpan, instrument ini dapat ditempatkan pada suatu media tertentu yang mampu diakses dengan cepat secara off-line, aman dan murah. Sedangkan uang virtual lebih ditujukan untuk transaksi keuangan online lintas Negara di Internet. Selain itu kemunculan uang elektronik juga dilatar belakangi oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 dan Nomor 16/8/PBI/2014 sebagai salah satu pendukung agenda Bank Indonesia untuk menciptakan masyarakat mengurangi penggunaan uang tunai (less cash society) di Republik Indonesia.
Perkembangan Penggunaan Uang Elektronik Di Indonesia
Perkembangan penggunaan uang elektronik di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat secara signifikan, peningkatan ini dapat diperhatikan dari angka-angka uang elektronik yang beredar seperti ditunjukan pada Tabel pada tahun 2019 terjadi kenaikan secara signifikan sampai pada November pada tahun 2021 masih terus meningkat semenjak pandemi Covid-19, uang elektronik memang semakin banyak digunakan masyarakat. Sebab, jenis transaksi tersebut dianggap lebih aman dari penularan virus corona lantaran minim kontak secara langsung. Selain itu, transaksi lewat uang elektronik juga dianggap lebih praktis dan efisien. Hal lain yang memicu masyarakat lebih sering menggunakan uang elektronik yakni banyaknya promo harga maupun diskon yang ditawarkan.
Tahun | Jumlah |
2015 | 34.314.795 |
2016 | 51.204.580 |
2017 | 90.003.848 |
2018 | 167.205.578 |
2019 | 292.299.320 |
2020 | 432.281.380 |
Oktober-2021 | 544.192.781 |
November-2021 | 558.959.664 |
Kecanggihan dan kemajuan teknologi tentu memberikan pengaruh pada perekonomian. Munculnya uang elektronik sebagai alat pembayaran yang sah di sektor riil juga pasti memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Itulah mengapa, kajian tentang uang elektronik terus dilakukan. Peraturan yang jelas sudah diberikan oleh Bank Indonesia. Penggunaan uang elektronik dan uang virtual di Indonesia semakin meningkat, ini dibuktikan makin tingginya peredaran dan transaksi uang elektronik serta makin banyaknya website uang virtual yang bermunculan di Internet yang menawarkan kemudahan dalam bertransaksi menggunakan uang virtual.
Manfaat Uang Digital
Dalam perekonomian modern lalu lintas pertukaran barang dan jasa sudah sedemikian pesatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistem pembayaran yang handal yang memungkinkan dilakukannya pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman. Penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan masalah, terutama tingginya biaya transaksi uang tunai dan rendahnya perputaran uang. Kebutuhan instrumen pembayaran mikro muncul karena apabila pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada saat ini, misalnya uang tunai, kartu debit, kartu kredit dan sebagainya menjadi tidak praktis dan efisien. Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada umumnya nilai uang yang disimpan instrument ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses cepat secara offline, aman dan murah.
Dari penjelasan yang telah disebutkan di atas maka manfaat uang elektronik dapat ditambahkan dan dirangkum dari segi pandang berbagai aspek diantaranya adalah:
- Lebih praktis, cepat, fleksibel dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil, disebabkan nasabah tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau harus menyimpan uang kembalian.
- Uang elektronik dapat diisi ulang melalui berbagai sarana yang disediakan oleh penerbit.
- Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan berkurangnya biaya transaksi.
- Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai.
- Uang elektronik mudah didapatkan dan digunakan.
- Uang elektronik lebih menjamin kepastian dan perlindungan hak konsumen.
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan uang elektronik dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan otorisasi on-line, tanda tangan maupun PIN.
- Selain menghemat uang kembalian, uang elektronik juga mendorong orang untuk berhemat dengan cara bijak memperhitungkan pengeluaran.
- Mendapatkan pelayanan khusus seperti potongan harga lebih besar,merchandise hingga promo-promo menguntungkan lainnya.
- Menggunakan uang elektronik adalah bentuk andil dan peran serta warga negara dalam mendukung program pemerintah mewujudkan less cash society.
Penulis: Faris Afif Rodiyanto dan Hafizh Nuruddin, mahasiswa prodi Ekonomi Pembangunan. Universitas Ahmad Dahlan.***














