BANTENRAYA.COM – Sejumlah pengusaha dan truk tambang di Provinsi Banten meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten meninjau ulang aturan pembatasan jam operasional truk tambang yang dibuat Gubernur Banten Andra Soni. Mereka menilai kebijakan yang saat ini berlaku tidak adil dan berdampak besar pada usaha tambang mereka, terutama pada para pekerja. Mereka bahkan menilai aturan tersebut membunuh secara perlahan para pekerja.
Pemilik tambang PT Sondol Cakra Lestari di Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Suryani, mengungkapkan kekecewaannya karena pengusaha tambang tidak dilibatkan dalam proses pembahasan aturan tersebut. Menurutnya, keputusan yang diambil tanpa dialog dengan pelaku usaha justru menimbulkan ketimpangan di lapangan.
“Kalau mau berlaku adil, seharusnya seluruh stakeholder terkait dilibatkan dan diminta pandangannya. Sehingga ada win-win solution atas persoalan truk tambang yang terjadi,” kata Suryani saat dihubungi, Rabu (5/11/2025).
Ia menambahkan, pembatasan jam operasional truk tambang seharusnya disertai dengan pengaturan rute yang lebih efisien. Jika persoalan utama berada di jalur Kramatwatu dan Bojonegara, Pemprov Banten bisa mengarahkan truk tambang untuk masuk ke jalur tol dari Cilegon Timur.
BACA JUGA : Kepgub 567 Belum Efektif, Truk Tambang di Serang Belum Ikuti Arahan
“Kami juga siap jika tonase truk-truk pengangkut dikurangi. Kami akan taat aturan, tinggal dibicarakan saja teknisnya seperti apa. Tapi sekarang kan aturannya sudah jadi, jadi mau tidak mau kita yang taat aturan ini harus manut dengan segala risiko yang ada,” ujarnya.
Suryani menilai aturan tersebut diskriminatif karena hanya menyasar truk tambang yang dianggap over kapasitas. Padahal, kendaraan-kendaraan dari industri memiliki tonase lebih besar tetapi anehnya tetap diizinkan beroperasi bebas tanpa pembatasan jam operasional.
“Harus lebih berkeadilan. Jangan ini mah truk tambang dibatasi, sementara truk kendaraan industri bebas beroperasi,” tegasnya.
Selain masalah keadilan, pengusaha juga menyoroti jam operasional yang dianggap terlalu sempit. Saat ini, truk tambang hanya diperbolehkan beroperasi antara pukul 22.00 hingga 05.00 WIB. Artinya, Pemerintah Provinsi Banten hanya memberikan waktu tujuh jam operasional dari 24 jam sehari.
“Dampaknya tentu sangat besar terhadap efektivitas sopir. Yang semula bisa dapat tiga rit, sekarang hanya satu rit saja,” katanya.
BACA JUGA : Sosialisasi Perbup Digencarkan, Truk Tambang yang Melintas di Lebak Bakal Dipaksa Putar Balik
Sebagai solusi, ia mengusulkan agar Pemprov Banten meniru kebijakan yang pernah disepakati ketika rapat di Polres Kota Cilegon, di mana pembatasan jam operasional hanya berlaku pada jam-jam sibuk. Misalnya ketika pelajar berangkat ke sekolah dan pekerja berangkat ke tempat kerja pada pagi hari. Serta jam sibuk ketika mereka pulang pada sore hari.
“Kalau pembatasannya dari jam 05.00–08.00 pagi dan 17.00–19.00 sore, itu lebih masuk akal. Jadi truk tetap bisa beroperasi tanpa mengganggu lalu lintas,” jelasnya.
Aturan Truk Tambang Minta Ditinjau Ulang
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Banten Tri Nurtopo mengatakan pihaknya akan menampung seluruh masukan dari masyarakat dan pelaku usaha. Evaluasi akan dilakukan dalam rapat bersama Gubernur Banten yang dijadwalkan minggu depan.
“Masukan yang sudah ada antara lain dari Kabupaten Lebak agar truk tambang tanpa muatan tidak dibatasi, serta dari Kota Cilegon yang mengusulkan agar semua truk tambang menggunakan truk sumbu dua atau engkel. Itu akan menjadi pertimbangan kami dalam rapat nanti,” ujarnya.
BACA JUGA : Jalan Serang-Cilegon Tanpa Pengawasan, Anggota DPRD Banten Sebut Kepgub Truk Tambang Mubazir
Namun, Tri menjelaskan alasan utama pembatasan adalah tingginya intensitas truk tambang di jalanan, yang kerap menyebabkan kemacetan panjang. Sementara kendaraan industri tidak sampai membuat kemacetan parah.
“Kalau truk industri kan paling satu dua, tidak sampai puluhan sekali jalan,” ujar Tri. (***)














