BANTENRAYA.COM – Asosiasi Pengusaha Indonesia atau APINDO Kabupaten Lebak menilai usulan kenaikan upah minimum bagi buruh di Lebak sebesar 8 hingga 10,5 persen bisa memicu hengkangnya perusahaan.
Usulan kenaikan upah itu dipastikan akan menambah beban operasional bagi perusahaan.
Terlebih, perusahaan yang eksis di Kabupaten Lebak saat ini sebagian besar hanya berupa ritel dan pergudangan.
“Dari 130 anggota APINDO, kebanyakan ritel dan pergudangan. Ada juga sedikit di sektor jasa. Nah karena pergudangan ini, sangat mudah bagi pemilik untuk memindahkan ke daerah lain,” kata Bendahara APINDO Lebak, Aceh Sumirsa Ali, Senin, 15 Desember 2025.
Ace menyebut beberapa daerah lain di Pulau Jawa, masih memiliki upah minimum yang masih bersaing karena relatif murah.
Menurutnya, hal itu harus menjadi pertimbangan ketika buruh meminta kenaikan upah minimum.
“Pengusaha di Banten juga engap-engapan untuk bisa survive. Itu terbukti ketika PWI di Cikande hengkang karena tak kuat bayar UMR. Kalau kabur, ya habis karena memang industri di Lebak sedikit. Ada beberapa daerah lain bahkan upahnya 50 persen di bawah kita,” ujarnya.
BACA JUGA: UMK Kota Cilegon 2026 Masih Misteri, Disnaker: Harus Untungkan Dua Belah Pihak
Ace bahkan menilai, kenaikan upah minimum bukan jalan keluar bagi buruh untuk mendapatkan kesejahteraan.
Menurutnya, sulitnya buruh bisa sejahtera ialah inflasi yang terus terjadi.
Dalam hal ini, pemerintah harusnya hadir untuk bisa menjaga stabilitas harga dan menekan inflasi.
“Persoalannya ketika upah naik, harga-harga juga naik. Itu terjadi setiap tahun. Jadi mau berapapun gajih buruh, akan sulit sejahtera karena inflasi,” tuturnya.
Diketahui, besaran UMK Lebak tahun 2025 sendiri ialah sebesar Rp3.176.384, dan belum lama ini Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Lebak mendorong agar Pemkab menyepakati kenaikan upah minimum hingga 10,5 persen tahun 2026.
“Kenaikan itu berdasarkan hasil kajian akademik teman-teman buruh,” kata ketua SPN Lebak, Sidik Uen.***

















