BANTENRAYA.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Serang berkomitmen menggenjot edukasi asupan gizi untuk anak stunting.
Edukasi asupan gizi perlu dilakukan karena berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang tercatat masih ada 15.960 keluarga berisiko stunting.
Diharapkan dengan memberikan edukasi asupan gizi itu dapat mengubah mindset, sehingga keluarga berisiko stunting di Kota Serang anjlok.
Walikota Serang Budi Rustandi mengatakan, pihaknya telah memprioritaskan pemberian bantuan sosial berupa bahan sembako bagi keluarga berisiko stunting untuk menurunkan angka kasus stunting di Kota Serang.
BACA JUGA: Borneo FC dan Garudayaksa FC Belum Terkalahkan di Liga, Bakal jadi Juara?
Selain itu, kata dia, keluarga berisiko stunting juga akan diberikan pemahaman terkait bagaimana menjaga asupan gizi dengan baik kepada anaknya.
“Ya atensinya sudah jelas lah untuk mereka menjaga gizi mereka dengan cara diberikan protein, susu dan lain lain. Makanya kita nanti genjot semua,” ujar Budi, kepada Bantenraya.com, Rabu 29 Oktober 2025.
Kepala DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan menyebut bahwa angka stunting di wilayahnya ada sekitar 600-an.
“Tapi yang kita hadirkan hari ini itu keluarga resiko stunting. Mulai dari kehamilan, menyusui, sampai anak usia dua tahun,” ujar Anthon.
Ia menyebutkan, hasil pendataan keluarga (PK) tahun 2024 yang dirilis Januari 2025 tercatat sebanyak 15.960 keluarga di Kota Serang beresiko mengalami stunting.
Namun, angka ini terbilang turun ketimbang data di tahun sebelumnya yang mencapai 24.000 keluarga beresiko stunting.
“Tahun sebelumnya ada di 24.000 an. Sekarang turun di angka 15.000 an. Mudah-mudahan (2025) turun lagi karena fasilitas air bersih semakin banyak pemasangan. Untuk tahun ini belum, nanti bulan Desember 2025. PK nya sudah dilakukan tapi nanti dirilis di awal Januari 2026,” katanya.
Anthon mengungkapkan, wilayah yang paling banyak berisiko stunting itu berada di Kecamatan Kasemen. Daerah tersebut merupakan salah satu wilayah yang minim tersedianya air bersih.
“Kemudian, dulu pernah dibangun satu juta WC se-Indonesia tetapi tidak dimanfaatkan. Gak tahu sekarang kondisinya, mungkin perlu edukasi lebih lanjut,” ungkap Anthon.
Ia menjelaskan, keluarga stunting adalah mereka yang tidak mengikuti arahan pemerintah dalam melakukan pencegahan stunting.
“Contoh akses air bersih mereka tidak punya, terus BAB (Buang Air Besar) masih di tempat sembarang. Itu termasuk keluarga beresiko stunting,” jelas dia.
Meski demikian, Pemerintah Kota Serang terus berupaya melakukan penanganan kepada masyarakat agar mereka yang berstatus keluarga resiko stunting tidak menjadi keluarga stunting.
“Kita datang ke masyarakat atau pun kita mengundang seperti kegiatan hari ini. Jadi biar pola hidupnya, pola makannya dan lain-lain tetap terjaga,” ucap Anthon.
Selain pemberian asupan gizi, lanjut Anthon, upaya lainnya yaitu dengan cara memberikan edukasi secara langsung kepada masyarakat.
“Kita juga datang ke calon pengantin, mereka kan dikasih bimbingan di KUA, nah kita masuk di sana. Jangan sampai sebelum usia 20 tahun, mereka melakukan pernikahan, karena reproduksi si wanitanya kurang siap,” ujarnya.
Anthon menyebutkan kendala yang sering dihadapi saat melakukan sosialisasi stunting di lapangan adalah merubah kebiasaan buruk masyarakat.
“Pola asuh, kebiasaan bagaimana memberikan asupan gizi kepada anak. Mungkin faktor ekonomi jadi apa aja yang membuat si bayi masuk, tidak dipertimbangkan gizinya. Makanya kita pernah punya program nol kepiting. Itu untuk asupan gizi mereka,” tandasnya. ***














