BANTENRAYA.COM – Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN RI Said Didu menyebut proyek Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 di Kabupaten Serang tidak masuk Proyek Strategis Nasional atau PSN.
Hal itu disampaikan Said Didu saat kegiatan Musyawarah Rakyat Banten Menolak Tunduk, Lawan PIK 2, yang digelar di Aula Kantor Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang pada Minggu, 15 Desember 2024.
Said Didu mengatakan, proyek PIK yang masuk PSN hanya sebesar 1.775 hektare lahan saja.
Sisanya dikelola oleh pihak swasta dari sekitar 7.000 hektare lahan dengan cara membeli tanah yang harganya sangat murah.
Baca Juga: Harga Telur Ayam di Pasar Induk Rau Kota Serang Merangkak Naik, Sudah Tembus Rp 30 Ribu
“Yang jelas bahwa seluruh wilayah di luar 1.775 hektare lahan itu bukan PSN, artinya kegiatan itu hanya bisnis to bisnis. Yang kita pertanyakan adalah, apa urusan pemerintah, kepala desa yang menjadi pendukung pembebasan lahan? Sedangkan ini bukan proyek pemerintah, melainkan proyek swasta,” ujar Said Didu.
Ia menjelaskan, pembebasan lahan juga dilakukan dengan cara yang tidak wajar, karena bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan petani dan penambak ikan di kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara.
“Bisa bayangkan, masuk akal enggak harga tanah misalnya Rp50 ribu per meternya. Jika saya hitung dalam satu hektare lahan tambak yang bagus bisa menghasilkan Rp500 juta setahun, padi kalau dijadikan sawah teknis maka dia bisa menghasilkan Rp100 sampai Rp200 juta per tahun, dan masa dibeli dengan harga Rp500 juta juga,” katanya.
Said Didu menuturkan, meski proyek PIK berhasil dibangun, tapi kerugian akan tetap berdampak pada pemilik lahan yang akan kehilangan mata pencahariannya.
Baca Juga: Rangkaian Dies Natalis, STAI Syekh Manshur Gelar Stadium General Literasi Finansial
“Kalau berhasil dibangun, tenaga kerja apa yang menampung dari petani dan penambak yang bisa menghasilkan ratusan juta sampai satu miliar per tahun. Masa mau jadi satpam atau cleaning service, tapi mereka membanggakan itu karena bisa menyerap tenaga kerja.” jelasnya.
Selain itu, ia menyebut kegiatan tersebut merupakan kegiatan pertama kalinya gedung pemerintah menjadi tempat penolakan PIK oleh warga.
“Ini hari pertama kantor pemerintah diizinkan dan digunakan oleh oposisi yang membela hak rakyat, dan tidak diganggu oleh siapa pun. Saya berharap dari Pontang lah kita proklamirkan kembali Banten merdeka yang hampir terjajah oleh oligarki. Menurut saya ini adalah perubahan drastis, bahwa dulu siapa pun yang mengacaukan mereka akan dilaporkan langsung,” paparnya.
Said mengakui, selama menggaungkan penolakan soal PIK 2 ia dituduh didukung oleh HTI dan ia mempertanyakan banyak pemerintah yang seolah diam melihat kasus tersebut.
Baca Juga: Semua Pasangan Calon pada Pilkada Kota Cilegon 2024 Dinilai Patuh dalam Pelaporan Dana Kampanye
“Kenapa seluruh pejabat ini pada diam termasuk partai politik? Jadi jangan salahkan saya kalau rakyat atau tokoh curiga karena kalian ini mau membela rakyat atau bagian pada penggusur rakyat. Mereka menuduh saya didukung HTI, padahal tidak ada kaitannya, saya senang jika rakyat semakin sadar,” ungkapnya.
Warga Desa Singarajan, Kecamatan Pontang Kholid Mikdar mengatakan, saat ini warga masih diselimuti dengan kegelisahan akibat adanya pembebasan lahan yang terjadi di kawasannya.
“Kalau dirasakan warga Kabupaten Serang ini adalah keresahan, artinya masyarakat Serang utara ini merasa gelisah setelah melihat pembangunan yang ada di Tangerang utara sana. Tiga Kecamatan yang kena yaitu Pontang, Tirtayasa, dan Tanara,” ujarnya.
Ia menjelaskan, saat ini banyak para calo yang berkeliaran mencari penjual tanah di kawasan Pontang Tirtayasa dan Tanara untuk dibeli dengan harga yang sangat murah.
Baca Juga: Penyerapan DIPA 2025 di Provinsi Banten, Pj Gubernur Tekankan Efektivitas dan Dampak bagi Masyarakat
“Seharusnya proses pembangunan ini tidak boleh berlangsung, tapi yang terjadi calo-calo tanah mulai berkeliaran dan beberapa tanah juga juga sudah di jual tanpa melakukan transaksi secara jelas. Menurut saya, itu transaksi ilegal karena yang namanya transaksi itu harga harus diputuskan oleh pemilik lahan, enggak boleh pembeli. Bayangin aja, masa harganya masih mahalan sebungkus rokok dari pada harga tanah,” paparnya.
Kholid menuturkan, banyak petani dan penambak ikan yang dirugikan karena hilangnya tempat mata pencaharian.
“Kepala desa sudah pasti mendukung (PIK) dan sudah menjadi hukum alam karena administrasinya juga lewat kantor desa. Seharusnya perangkat desa ini melindungi masyarakatnya dari penjajahan, karena proyek PIK 2 ini mengambil tanah, mengambil air,” ungkapnya.***