BANTENRAYA.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terpaksa menunda pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2026, setelah pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp554 miliar.
Penyesuaian anggaran ini membuat rancangan KUA-PPAS 2026 belum siap dibahas bersama DPRD Banten.
Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Deden Apriandhi Hartawan menyebut, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) masih menyesuaikan struktur belanja agar tetap seimbang dan tidak mengganggu pelayanan publik.
“Ya, belum (siap,-red). Kita masih melakukan penyesuaian seperti belanja pegawai dan kegiatan administratif,” kata Deden, Rabu, (22/10/2025).
BACA JUGA: Pemprov dan IDI Banten Kolaborasi Atasi Kelangkaan Dokter Spesialis
Menurut Deden, penyesuaian itu penting untuk memastikan seluruh belanja wajib dan mandatory spending tetap terpenuhi, terutama yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Ia menegaskan, arahan Gubernur Banten Andra Soni sangat jelas, di mana program-program yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat harus menjadi prioritas utama.
“Ya, pak Gubernur kan sudah menekankan agar setiap rupiah anggaran itu harus diarahkan kepada program-program yang punya manfaat nyata bagi masyarakat Banten. Jadi, kita pastikan pelayanan publik tidak terganggu meski ada pemangkasan dari pusat,” tandasnya.
Saat ditanya mengenai kapan target akan dimulai pembahasan, Deden mengatakan bahwa pihaknya akan sesegera mungkin menyelesaikan penyesuaian penyusunan, sebelum nantinya akan dibahas bersama dengan DPRD Banten.
“Segera ya, segera kita upayakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten, Rina Dewiyanti, menjelaskan, tim anggaran kini tengah melakukan realokasi anggaran dengan memindahkan sebagian belanja administratif ke sektor produktif dan pelayanan dasar.
Langkah ini diambil agar anggaran tetap memberi dampak ekonomi di tengah keterbatasan fiskal.
“Kita lakukan penyesuaian dengan mendorong alokasi belanja ke sektor produktif. Fokusnya, agar program yang langsung dirasakan masyarakat tetap berjalan,” ujar Rina.
Selain realokasi belanja, Rina menuturkan bahwa, Pemprov Banten juga berupaya untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah melalui optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Rina mengatakan, intensifikasi pajak dan retribusi menjadi salah satu strategi utama.
“Kita akan melakukan monitoring dan evaluasi yang lebih ketat untuk memperluas basis pajak, termasuk kerja sama pemanfaatan aset daerah dengan pihak ketiga. Aset yang bisa menghasilkan, akan kita dorong agar produktif,” jelas Rina.
Diketahui, keterlambatan penyusunan KUA-PPAS ini berdampak langsung pada agenda DPRD Banten. Pasalnya, rapat paripurna penandatanganan nota kesepakatan KUA-PPAS yang semula dijadwalkan berlangsung pada Selasa (21/10) terpaksa dibatalkan.
Menurut salah seorang Anggota Komisi V DPRD Banten, Yeremia Mendrofa, menyebut, kondisi ini baru pertama kali terjadi di Banten. Ia menilai, hal itu menunjukkan adanya ketidaksiapan dalam proses perencanaan anggaran di tingkat TAPD.
“Baru pertama kali kita mengalami keterlambatan dalam pengambilan persetujuan KUA-PPAS. Artinya, perencanaan RKPD yang kemudian dirumuskan dalam KUA-PPAS 2026 di TAPD belum matang,” ungkap Yeremia.
Kendati demikian, Yeremia berharap penundaan ini bisa dimanfaatkan Pemprov untuk menyusun perencanaan yang lebih realistis dan berpihak kepada masyarakat.
“Kami tetap mendorong agar Pemprov memprioritaskan program yang menyasar kebutuhan dasar rakyat, terutama pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan,” tegas politisi PDIP itu.
Sementara, dukungan terhadap langkah penyesuaian anggaran juga turut disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Banten, Gembong R. Sumedi.
Ia menilai bahwa, momentum ini seharusnya dimanfaatkan Pemprov Banten untuk merampingkan belanja seremoni dan kegiatan yang tidak berdampak langsung bagi publik.
“Kalau memang harus ada efisiensi, lakukan di kegiatan seremoni atau administratif. Anggaran harus diarahkan ke hal-hal yang nyata, seperti pelayanan masyarakat, pendidikan, dan kesejahteraan,” ujarnya.
Menurut Gembong, penyesuaian KUA-PPAS tidak boleh dijadikan alasan untuk memperlambat pelayanan publik. Justru, kata dia, harus menjadi momentum memperbaiki efektivitas penggunaan APBD.
“Kalau kita bijak, justru pemangkasan ini bisa jadi momentum memperkuat program prioritas. Ini saatnya Pemprov lebih selektif, lebih tepat sasaran, dan benar-benar pro-rakyat,” tandasnya.***