BANTENRAYA.COM – Dalam rangka memutus rantai kemiskinan dan memberikan pemerataan pendidikan, pemerintah pusat mulai mengeksekusi program strategis nasional melalui program Sekolah Rakyat (SR).
Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten, Dicky Hardiana, menjelaskan bahwa program ini merupakan gagasan langsung Presiden Prabowo Subianto, dengan menunjuk Kementerian Sosial sebagai leading sector.
Di Provinsi Banten sendiei terdapaf dua sekolah rakyat yang diproyeksi siap berjalan mulai awal Agustus 2025 dengan menyasar ratusan anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
“Tujuannya (Sekolah Rakyat) itu untuk memutus mata rantai kemiskinan sebagaimana cita-cita bapak presiden. Karena kan kita sering lihat tuh anak-anak miskin terpaksa ngamen, ikut kerja orang tua. Nah, Sekolah Rakyat ini hadir supaya anak-anak ini tidak terus diwarisi kemiskinan,” kata Dicky, Minggu, (20/7/2025).
Baca Juga: Kukerta Kelompok 01 UIN SMH Banten di Desa Sidamukti Dampingi Proses Sertifikasi Halal Bagi UMKM
Menurut Dicky, sasaran dari program ini adalah anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang selama ini sering kali terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
Dalam banyak kasus, mereka justru terjebak menjadi pengamen, pengemis, atau bekerja membantu orang tuanya sejak kecil.
“Melalui Sekolah Rakyat, kita tarik mereka dari jalanan, lalu kita beri kesempatan untuk sekolah, tinggal di asrama, dan belajar dalam sistem yang terintegrasi. Semua kebutuhan mereka dijamin negara,” katanya.
Dicky menjelaskan bahwa, sesuai dengan nota kesepahaman antara Kemensos dan pemerintah daerah, pembiayaan sepenuhnya berasal dari pusat.
Baca Juga: Siswa Sekolah Rakyat di Kabupaten Lebak Bakal Kantongi Rp48 Juta Per Tahun
Anggarannya mencakup semua aspek kebutuhan siswa: dari makan tiga kali sehari, tempat tinggal di asrama, perlengkapan sekolah, seragam, hingga perangkat belajar digital seperti laptop atau tablet.
“Total biaya untuk satu siswa per tahun itu sekitar Rp49 juta. Orang tua tidak dibebani biaya apapun. Bahkan sebelum masuk sekolah, siswa sudah menjalani pemeriksaan kesehatan lengkap, termasuk tes mata, gigi, hingga pemetaan bakat dan tes akademik dasar yang dilakukan oleh kita melalui Dinas Kesehatan,” paparnya.
Sementara itu, Dicky menuturkan peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota difokuskan pada penyediaan lahan atau gedung, rekrutmen siswa, serta penyediaan tenaga pendidik dan kependidikan.
“Kita Pemprov Banten, karena kewenangannya ada pada SMA/SMK jadi kita menyasarnya siswa jenjang SMA/SMK, sesuai kewenangan, sementara jenjang SD dan SMP dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota,” jelasnya.
Baca Juga: Dampak Penurunan Ekonomi, Kondisi Hotel di Banten Lebih Baik dari Yogyakarta dan Bali
“Ini kan konsepnya boarding school. Jadi siswa tinggal penuh di asrama. Kita juga siapkan guru-guru yang menginap dan mendampingi namanya Wali Asuh dan Wali Asrama. Karena itu, persiapan tidak hanya soal kelas belajar, tapi juga sistem kehidupan sehari-hari,” tambah Dicky.
Untuk tahap awal, Provinsi Banten telah menyiapkan dua sekolah rakyat yang berstatus perintis—yakni memanfaatkan bangunan eksisting yang direnovasi.
Lokasinya berada di BLKI Serpong, Tangerang Selatan dan di Kabupaten Lebak.
Di BLKI Serpong, kata Dicky, sekolah menampung 150 siswa yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di Banten.
Baca Juga: Kerja Sama Pengelolaan Sampah Pemkot Tangsel dan Pemkab Pandeglang Disorot
Rinciannya antara lain: 26 siswa dari Pandeglang, 19 dari Kabupaten Serang, 33 dari Kabupaten Tangerang, 20 dari Kota Cilegon, 19 dari Kota Tangerang, dan 19 dari Kota Tangsel. Sementara di Lebak, kuotanya sebanyak 100 siswa dan seluruhnya berasal dari wilayah setempat.
Masing-masing sekolah akan menjalankan tiga rombongan belajar (rombel), dengan total enam rombel di seluruh Banten.
Proses seleksi siswa mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekstrem (DTSEN 1 dan 2), yang merupakan data resmi keluarga miskin ekstrem.
“Saat ini tahap seleksi dan pemeriksaan sudah selesai. Kemarin kita menyisir sesuai dengan data dan datang ke sekolah-sekolah menawarkan agar mereka yang terdaftar dalam DTSEN ini mau pindah. Saat ini kita tinggal menunggu rampungnya renovasi gedung yang dilakukan oleh Kementerian PUPR. Insya Allah kita targetkan Agustus ini sudah mulai kegiatan belajar,” jelas Dicky.
Meski namanya “Sekolah Rakyat”, Dicky menerangkan jika lulusan dari program ini akan memperoleh ijazah resmi yang terdaftar dalam sistem Dapodik, sebagaimana sekolah formal lainnya.
Bahkan, jenjang pendidikan yang dipilih untuk SR adalah setingkat SMA (bukan SMK), karena tujuannya bukan langsung kerja, melainkan agar siswa bisa lanjut ke perguruan tinggi.
“Anak-anak ini bukan hanya disekolahkan. Tapi juga disiapkan agar punya cita-cita lebih tinggi untuk bisa berkuliah. Jadi disiapkan untuk didorong sampai ke sana untuk mendukung capaian di Indonesia Emas 2045,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Rahmat Tamam menjelaskan bahwa Dindik Provinsi Banten juga turut ambil posisi dalam menyiapkan guru dan tenaga kependidikan untuk dua sekolah rakyat tersebut.
Baca Juga: Sewa Gedung di Leuwung Sawo Rp110 Juta Per Tahun, Klinik UMKM Pindah ke Eks Dinsos Kota Cilegon
“Ada 30 guru yang sudah kami siapkan, masing-masing 15 gueu untuk di Tangsel dan di Lebak. Mereka sementara statusnya masih perbantuan. Setelah pelantikan P3K tahap dua pada Oktober nanti, guru-guru yang baru dilantik itu akan bertugas secara definitif di sana,” ungkap Rahmat.
Selain guru, Rahmat menjelaskan jika Dindik juga menyiapkan tenaga pendukung seperti juru masak, petugas kebersihan, keamanan, dan tata usaha. Jumlah tenaga pendidik non-guru di Tangsel sebanyak 11 orang, dan di Lebak sebanyak 23 orang.
Mengenai kurikulum, Rahmat memastikan jika Sekolah Rakyat menggunakan kurikulum nasional yang sesuai dan berlaku saat ini.
“Output-nya sama. Anak-anak akan dapat ijazah, punya NISN, dan bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi tanpa hambatan administrasi,” tegasnya.
Baca Juga: Bermunculan Nama-nama Calon Sekda Kabupaten Serang, Berikut Pejabat yang Dikabarkan Melamar
Lebih jauh, ia menerangkan jika program ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam menjangkau kelompok yang selama ini luput dari sistem pendidikan.
“Kalau dulu anak-anak dari keluarga miskin ekstrem nyaris tidak punya pilihan, sekarang mereka punya tempat, punya guru, dan punya masa depan. Kita semua ingin mereka bisa membuktikan bahwa kemiskinan bukan akhir dari segalanya,” jelas Rahmat.***