BANTENRAYA.COM – Para buruh di Banten mengaku akan terus menyuarakan aspirasinya agar upah minimum di 2022 dinaikan.
Hal itu sebagai respons buruh atas pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang akan tetap menentukan upah minimum 2022 sesuai aturan dari pemerintah pusat.
Berdasarkan catatan Bantenraya.com, sejauh ini buruh telah melakukan aksi demo terkait upah minimum 2022 setidaknya tiga kali dalam kurun waktu dua minggu.
Aksi pertama dilakukan pada 26 Oktober 2021, selanjutnya kembali dilakukan pada 2 November 2021 dan terakhir pada 10 November 2021.
Dalam aksinya, mereka menuntut agar upah minimum provinsi (UMP) naik sebesar 8,9 persen dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) naik 13,5 persen.
Usulan kenaikan UMP 8,9 persen sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Banten dalam setahun terakhir.
Baca Juga: Cara Cepat Menurunkan Berat Badan dari 85Kg jadi 65Kg kata dr. Zaidul Akbar
Sementara untuk kenaikan UMK 13,5 persen berdasarkan kebutuhan hidup layak dari hasil survei di sejumlah pasar di Banten.
Ketua Bidang Sosial Politik Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten Ahmad Saukani mengatakan, bahwa perjuangan buruh agar aspirasinya didengar tidak akan pernah surut.
Terlebih dengan pernyataan Gubernur Banten yang menyebut tak akan memenuhi tuntutan buruh meski didemo.
“Ditanggapi seperti itu semakin masyarakat buruh ini akan semakin menyampaikan kekecewaannya,” ujarnya, Rabu 10 November 2021.
Ia menjelaskan, alasan gubernur yang mengikuti aturan pusat sehingga tak mengabulkan tuntutan buruh merupakan alasan yang kurang tepat.
Menurutnya, sebagai negara hukum, benar jika daerah mengikuti ketentuan yang diatur oleh pusat.
Baca Juga: Menko Airlangga: Ekonomi Digital adalah Kekuatan Ekonomi Baru di Indonesia
Akan tetapi, jika aturan tersebut tak cocok diterapkan di daerah mengapa Banten harus terus mengikutinya.
“Artinya, justru itu menjadi sesuatu yang ingin diubah mindset-nya oleh kalangan buruh bahwa pemerintah daerah punya hak untuk melakukan diskresi,” katanya.
Saukani mengungkapkan, saat menjadi Walikota Tangerang, WH pernah mengajukan UMK yang justru melebihi DKI Jakarta. Oleh karena itu, mengapa saat ini hal itu tak kembali dilakukan.
Baca Juga: Pandeglang Masuk Daerah Kategori Bencana Tinggi, Warga Diminta Waspada
Bahkan, Ia merasa kecewa dengan Gubernur Banten karena selama dirinya menjadi perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SPSB) di Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, orang nomor satu di Banten itu tidak pernah duduk bersama.
“Kekecewaan yang amat sangat, dua periode saya mewakili dari unsur SPSB, yang notabene ketua LKS adalah Gubernur Banten tapi enggak pernah duduk bareng,” ungkapnya.
“Didatengi ke rumah dinas lari ke rumah pribadi, Didatengi ke rumah pribadi dia kabur lagi,” ungkapnya.
Baca Juga: Yakin Bisa Entaskan Pengangguran, DPRD Terus Godok Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan
Ia menegaskan, dengan semakin mepetnya waktu penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan UMK 2022 maka buruh akan terus mengawal dan menyampaikan aspirasi secara langsung dengan berunjuk rasa.
“Itu (berunjuk rasa) sih selalu karena sekarang ini sudah seperti anak bertingkah kepada orang tua lah. Siapa tahu orang tuanya mau mikirin,” tegasnya. ***


















