BANTENRAYA.COM – Jalan hidup Gubernur Banten Andra Soni rupanya begitu berliku dan penuh perjuangan.
Bahkan, dia ingat perjuangan itu dimulai sejak dia masih kecil sekali, saat berusia sekitar 7 tahun.
Saat itu, Andra dan keluarganya harus masuk ke Malaysia dan menghindari pemeriksaan Polisi Diraja Malaysia.
Cerita itu dia sampaikan kepada Presiden Dunia Melayu Dunia Islam Tuan yang Terutama Tun Seri Setia Mohd Ali bin Mohd Rustam saat pelantikan dan pengukuhan pengurus Dunia Melayu Dunia Islam atau DMDI Provinsi Banten di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Rabu, 25 Juni 2025.
Baca Juga: Dipilih Prabowo Subianto, Deden Apriandhi Dinilai Pilihan Tepat sebagai Sekda Banten
Andra ingat, saat itu tahun 1983, melalui Bengkalis, Riau, dia dibawa keluarganya menyeberangi Selat Malaka menuju Semenanjung Malaya di Malaysia.
Menggunakan perahu kecil yang diisi 20 orang, selama 6 jam mereka terombang-ambing di lautan demi mencari penghidupan.
“Waktu itu kami menggunakan jasa tekong. Menggunakan perahu yang diisi lebih dari 20 orang yang mencari penghidupan di Malaysia,” kenang Andra yang lahir di Payakumbuh ini.
Agar kedatangan mereka tidak terdeteksi Polisi Diraja Malaysia, mereka berangkat pada tengah malam agar sampai di Malaysia subuh.
Baca Juga: Bukan Hanya Cetak Tahfiz, SMP Shohibul Muslimin Tunjung Teja Bekali Siswa Bahasa Inggris dan Arab
Perawakan orang Indonesia yang sama dengan warga Malaysia membuat keberadaan mereka tidak mencurigakan pihak Polisi Diraja Malaysia.
“Berangkat malam hari sampai sana subuh agar tidak ditangkap Polisi Diraja Malaysia,” katanya.
Suatu ketika terjadi razia orang asing, mereka jalan saja tidak menunjukkan hal yang mencurigakan, dan akhirnya mereka selamat dari razia tersebut.
“Kadang kalau di sini namanya razia, kalau di Malaysia disebutnya roblok, jadi ada peristiwa roblok kami jalan saja,” katanya.
Baca Juga: Pengelolaan BMD dengan Atisisbada milik Pemkab Serang Jadi Percontohan Daerah Lain
Saat itu, kata Andra, imigran gelap di Malaysia disebut dengan warga haram.
Kalau saat ini, orang semacam ini disebut dengan penduduk tanpa dokumen.
“Saya sempet bersekolah di Negeri Pahang,” katanya.
Orang tua Andra sendiri saat itu di Malaysia bekerja sebagai buruh kelapa sawit di ladang Kota Bahagia Keraton yang dikelola Tabung Haji.
Dari pengalaman hidupnya itu, Andra Soni merasa kebudayaan Melayu dan Indonesia adalah sama.
Baca Juga: Diduga Ditipu Calo Tenaga Kerja, Puluhan Warga Kragilan Sampaikan Aspirasi ke Kantor Bupati
Karena itu, dia berharap organisasi Dunia Melayu Dunia Islam atau DMDI bukan hanya sekadar organisasi melainkan gerakan kebudayaan dan keumatan yang menjembatani kearifan lokal dan ajaran Islam dalam konteks modern.
Provinsi Banten sendiri lewat Kesultanan Banten masa silam mewarisi nilai kemelayuan dan keislaman di mana Kesultanan Banten pada masa itu tidak hanya sebagai pusat ekonomi dan budaya, melainkan juga pusat pendidikan Islam.
Presiden Dunia Melayu Dunia Islam Tuan yang Terutama Tun Seri Setia Mohd Ali bin Mohd Rustam mengatakan, DMDI dibentuk pada Oktober 2000 dan saat ini sudah berusia 25 tahun.
Kepengurusan DMDI sendiri saat ini tersebar di 23 negara di dunia, mulai dari Malaysia, Indonesia, Singapura, hingga Amerika.
Baca Juga: Profil Theodora Paulina Peserta Clash of Champions Season 2, Si Jago Catur dari UNPAD
Dia berharap keberadaan DMDI bisa memberikan kontribusi positif pada dunia melalui kerja sama dalam berbagai bidang, mulai dari kebudayaan, pendidikan, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia. ***