BANTENRAYA.COM – Polemik pelantikan 14 Pelaksana Tugas (Plt) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menimbulkan berbagai reaksi. Sejumlah pihak mempertanyakan legalitas kebijakan yang diambil oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten, A. Damenta.
Seorang pengamat pemerintahan dan dosen Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Teguh Aris Munandar, mengingatkan agar perdebatan ini dapat disikapi secara bijak dan proporsional.
Menurut Teguh, jika ada kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan aturan, langkah pertama yang sebaiknya dilakukan adalah memberikan masukan dan klarifikasi melalui mekanisme yang tersedia.
“Setiap kebijakan pemerintah harus tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku. Jika ada yang dianggap keliru, ada wadah untuk mendiskusikan dan mengklarifikasinya,” ujar Teguh, Jumat, 7 Maret 2025.
Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah penerapan Pasal 55 dan 56 KUHP tentang keterlibatan seseorang dalam tindak pidana di dalam kasus ini. Teguh menilai penggunaan pasal ini dalam konteks pelantikan pejabat daerah dianggap kurang tepat.
Baca Juga: Walikota Cilegon Robinsar Pastikan Tak Ada Pemotongan TPP ASN, Tapi Pejabat Bawah Saling Lempar
“Urusan administrasi pemerintahan memiliki aturan tersendiri yang diatur dalam undang-undang pemerintahan daerah, bukan dalam KUHP yang mengatur tindak pidana,” jelasnya.
Lebih lanjut, Teguh menegaskan bahwa, pengangkatan Plt atau Pelaksana Harian (Plh) pada dasarnya tidak memerlukan proses pelantikan formal. Mekanisme yang berlaku cukup dengan surat perintah dari pejabat berwenang, dalam hal ini gubernur.
“Plt dan Plh bersifat sementara dengan kewenangan terbatas, sehingga tidak perlu pelantikan resmi seperti pejabat definitif,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam kondisi tertentu, pemerintah daerah harus bisa mengambil langkah cepat demi kelancaran roda pemerintahan.
“Jadi tidak semua kebijakan yang diambil harus langsung diperdebatkan di ranah hukum tanpa melihat konteks yang lebih luas. Maka kita perlu menyikapi persoalan ini secara bijak, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk regulasi yang berlaku dan kepentingan pemerintahan daerah dalam menjalankan tugasnya,” pungkasnya. (***)