BANTENRAYA.COM – Artikel ini akan membahas mengenai naskah asli KKN di Desa Penari part 2 yang filmnya mulai tayang di bioskop pada 30 April 2022.
Sejak ditayangkan di bioskop, film KKN di Desa Penari begitu diminati masyarakat tanah air.
Mereka ramai-ramai antre untuk menonton film KKN di Desa Penari.
Baca Juga: Panjatkan Doa Ini Agar Semua Amalan di Bulan Ramadhan Diterima Allah SWT
Tahukah kamu? Jika film KKN di Desa Penari diadaptasi dari sebuah kisah mistis yang viral di Twitter pada 2019 lalu.
Dan beriktu ini adalah naskah asli dari kisah KKN di Desa Penari part 2.
Untuk mengetahui kisah awalnya Anda bisa menyimak terlebih dahulu naskah asli KKN di Desa penari part 1 DI SINI.
Baca Juga: Artis Indonesia Agnez Mo jadi Kapten Los Angeles FC
Tempat menginap untuk laki-laki adalah rumah gubuk yang dulunya seringkali dipakai untuk posyandu tapi sudah diubah sedemikian rupa.
Meski beralaskan tanah, tapi di dalamnya sudah ada bayang (Ranjang tidur) beralasakan tikar.
Sedangkan untuk perempuan, menginap di salah satu rumah warga. Di dalam kamar, Widya pun bertanya, maksud ucapanya kepada pak Prabu, karena sepanjang perjalanan, bila dirasakan oleh Widya sendiri, itu lebih dari satu jam.
Ayu membantah bahwa lama perjalanan tidak sampai selama itu, anehnya, Nur memilih tidak ikut berdebad.
Nur, lebih memilih untuk diam.
“Ngene, awakmu krungu ora, nang dalan alas mau, onok suara gamelan?” (gini, kamu dengar apa tidak , di jalan tadi, ada suara orang memainkan gamelan?).
“Yo paling onok hajatan lah, opo maneh” (ya palingan ada warga yang mengadakan hajatan, apalagi).
Baca Juga: Seba Baduy Dibuka Sore Ini dan Akan Dihadiri 100 Orang
Berbeda dengan Ayu, Nur, menatap Widya dengan ngeri.
Nur, menatap Widya dengan ngeri.
sembari berbicara lirih, Nur yang seharusnya paling ceria di antara mereka berkata.
“Mbak, ra onok Deso maneh nang kene, gak mungkin nek onok hajatan, nek jare wong biyen, krungu gamelan nang nggon kene, iku pertanda elek,”(Mbak, tidak mungkin ada desa lain disini, tidak mungkin ada acara di dekat sini, kalau kata orang jaman dulu, kalau dengar suara gamelan, itu pertanda buruk).
Baca Juga: Seba Baduy Dibuka Sore Ini dan Akan Dihadiri 100 Orang
Mendengar itu, Ayu tersulut dan langsung menuding Nur sudah ngomong yang tidak-tidak.
“Nur, ra usah ngomong aneh-aneh kui, awakmu yo melok observasi nang kene ambek aku, mosok gorong sedino wes ngomong ra masuk akal ngunu,” (Nur, jangan ngomong sembarangan kamu bukanya kamu ikut observasi di kampung ini sama aku, belum sehari kamu sudah ngomong ha; yang gak masuk akal begini).
Ayu pergi, meninggalkan Widya dengan Nur.
saat itu, Nur mengatakanya. “Mbak, aku yo krungu suara gamelan iku” (Mbak, aku juga dengar suara gamelan itu) katanya.
Baca Juga: Diserbu Wisatawan, Semua Akses Menuju Pantai Anyer-Cinangka Macet Parah
“Masalahe mbak, aku yo ndelok onok penari’ne nang dalan mau,” (masalahnya, aku juga lihat ada yang menari di jalan tadi).
“Astaghfirullah” kata Widya tidak percaya.
Nur menatap nanar Widya, air matanya sudah seperti memaksa keluar, Widya hanya memeluk dan mencoba menenangkanya.
Benar kata ibunya tempo hari.
Baca Juga: Covid-19 Mereda , Met Gala Lebih Meriah di Tahun 2022
“Banyu semilir mlayu nang etan,” (air selalu mengalir ke arah timur) yang memiliki makna, bahwa timur adalah tempat dimana semua di kumpulkan menjadi satu, antara yang buruk dan yang paling buruk, dan kini, Widya harus tinggal di hutan paling timur.
Cerita tentang Nur dan Widya tentang suara gamelan di sepanjang perjalanan tadi, masih awalnya saja, ibarat sebuah kopi masih sampai di rasa yang paling manis, belum sampai di rasa yang paling pahit.
Widya memang percaya terhadap hal-hal yang ghaib, itu ada di dalam ajaran agamanya.
Namun baru kali ini ia merasakan langsung pengalaman itu, meski hanya sekedar suara, berbeda dengan Nur, temanya, ia mengaku melihat yang tidak seharusnya ia lihat.
Baca Juga: BAWASLU RI Buka Pendaftaran Calon Timsel Bawaslu untuk 25 Provinsi
Mungkin Nur lebih sensitif.
Memang, sejak awal, Nur yang paling berbeda di antara yang lain, hanya dia seorang yang mengenakan jilbab, dibandingkan dengan Ayu dan dirinya sendiri.
Nur yang paling religius, karena setahu Widya sendiri, Nur jebolan pondok pesantren ternama di kota “J”.
Terlepas dari itu semua, pengalaman KKN ini, tidak akan pernah di lupakan oleh semua rombongan ini.
Baca Juga: 11 Gejala dan Cara Menurunkan Risiko Akibat Hepatitis Akut Pada Anak
“Nur,” kata Widya masih menenangkan “Nur bisa ndak, cerita ini ojok sampe nyebar yo gok arek2, kan gak enak, nek sampe kerungu ambi warga deso, opo maneh kita disini iku tamu, insyaallah, kabeh lancar, nggih”
(Nur, bisa gak cerita ini jangan sampai menyebar ke teman-teman)
(kan jadi gak enak, kalau sampai warga desa dengar, apalagi kita disini itu sebagai tamu, insyaallah, semua akan baik-baik saja. ya)
Nur mengangguk, meski enggan menjawab kalimat Widya, dan malam itu, tanpa terasa di lewati begitu saja.
Baca Juga: 11 Gejala dan Cara Menurunkan Risiko Akibat Hepatitis Akut Pada Anak
Keesokan harinya, rombongan sudah berkumpul, sesuai janji pak Prabu, hari ini, akan keliling desa.
Melihat semua proker yang sudah di ajukan oleh Ayu tempo hari, sekaligus, meminta saran untuk Proker individu yang harus di kerjakan oleh satu anak sendiri-sendiri.
“Ngene iki, walaupun saya tinggal nang kene, aku yo pernah kuliah loh dek, sarjana lagi” kata pak Prabu, bahasanya medok, campur-campur antara bahasa jawa dan bahasa indonesia,
Mendengar itu, Wahyu menimpali. “iku lo, rungokno bapak’e, walaupun wong deso, gak lali kuliah,”
Baca Juga: Jadwal one way dan ganjil genap Jumat 6 Mei 2022 di Tol Kalikangkung, Tol Cikampek, Tol Halim
(Itu loh, dengarkan bapaknya, walaupun rumahnya di desa, tidak lupa kuliah)
Wahyu melanjutkan. “bapake ambil apa dulu? perhutanan ya?”
“Bukan” kata beliau santai. “Prtanian”
“Lah ra onok sawah nang kene, piye toh pak” (lah, disini gak ada sawah, gimana sih pak?)
“Ya, memangnya sampeyan pikir hanya karena ambil pertanian harus terjun ke sawah”
Baca Juga: Momen Bintang Bollywood Shah Rukh Khan Lebaran dengan Jutaan Fans di Depan Rumahnya
Jawaban pak Prabu sontak membuat tawa pecah, Widya melirik Nur, dia sudah bisa ceria lagi, melupakan sejenak kejadian semalam.
Smpailah, mereka di pemberhentian pertama. sebuah pemakaman desa.
Aneh.
Itu yang pertama kali di pikirkan Widya, atau mungkin serombongan orang. di setiap Nisan, di tutup oleh kain hitam.
Pemakamanya sendiri, di kelilingi pohon beringin, dan di setiap pohon beringin, ada batu besar di sampingnya, disana, ada lengkap, sesajen di depanya.
Nur yang tadi ikut tertawa, tiba-tiba menjadi diam. ia menundukkan kepalanya, seolah tidak mau melihat sesuatu. pagi, itu tiba-tiba terasa gelap di dalam pikiran Widya.
“Ngapunten pak, niki nopo nggih kok” (mohon maaf pak, ini kenapa ya kok)
Belum selesai Widya bicara, pak Prabu memotongnya
“Saya tau, apa yang adik mau katakan, pasti mau tanya, kok patek (nisan) nya, di tutupi pakai kain, gitu to?”
Widya mengangguk. rombongan menatap serius pak Prabu, terkecuali Wahyu dan Anton, terdengar mereka sayup tertawa kecil.
Baca Juga: Jadwal Masuk Sekolah TK, SD dan SMP di Kabupaten Pandeglang diundur hingga Kamis 12 Mei 2022
“Ini itu namanya, Sangkarso. kepercayaan orang sini. jadi biar tahu, kalau ini loh pemakaman” terang pak Prabu, yang jawabanya sama sekali tidak membuat serombongan anak puas, sampai-sampai Wahyu dan Anton walaupun pelan sengaja menyindir. namun pak Prabu bisa mendengarnya.
“Wong pekok yo isok mbedakno kuburan karo lapangan pak” (orang bodoh juga bisa membedakan kuburan dan lapangan bola pak)
Pak Prabu yang awalnya tersenyum penuh dengan candaan, tiba-tiba diam, raut wajahnya berubah dan tak tertebak.
Baca Juga: Delapan Ciri Orang yang Mendapatkan Hidayah dari Allah, Apakah Anda Termasuk?
“Semoga saja, kalain tahu yang di omongkan ya”
Kalimat pak Prabu seperti penekanan yang mengancam, setidaknya itu yang Widya rasakan, sontak, Bima langsung merespon dengan meminta maaf, namun Wahyu dan Anton memilih diam setelah mendengar respon pak Prabu.
“Monggo pak, bisa lanjut ke tempat selanjutnya”
Tempat berikutnya adalah Sinden (Kolam, tempat air keluar dari tanah) pak Prabu mengatakan bahwa Sinden ini bisa di jadikan Proker paling menjanjikan.
Baca Juga: Ribuan Warga Padatai Panati Bagedur, Kendaraan Mengular 3 Kilo Meter
Tidak jauh darisana ada sungai, inginya pak Prabu, Sinden dan sungai bisa di hubungkan, jadi semcam jalan air.
Tanpa terasa, hari sudah siang.
Ayu dan Widya sudah memetakan semua yang pak Prabu tunjukkan, memberinya sampel warna merah sampai biru, dari yang paling di utamakan sampai yang paling akhir di kerjakan.
Namun, tetap saja. selama perjalanan, Widya banyak menemukan keganjilan.
Baca Juga: Link Nonton Pretty Little Liars Season 2 Episode 9 Versi Indonesia Lengkap dengan Jadwal Tayang
Keganjilan yang paling mencolok adalah, tidak satu atau dua kali, namun berkali-kali, ia melihat banyak sesajen yang di letakkan di atas tempeh, lengkap dengan bunga dan makanan yang di letakkan disana, di tambah bau kemenyan, membuat Widya tidak tenang.
Setiap kali mau bertanya, hati kecilnya selalu mengatakan bahwa itu bukan hal yang bagus.
Nur, setelah dari Sinden, ia ijin kembali ke rumah, karena badanya tidak enak, dengan sukarela Bima yang mengantarkanya, jadi, observasi hanya di lakukan oleh 4 orang saja.
“Kenapa tidak boleh pak?” tanya Ayu penasaran.
Baca Juga: WAJIB TAHU! Berikut Niat dan Keutamaan Puasa Syawal, Pahalanya Seperti Puasa Setahun Penuh
Pak Prabu diam lama, seperti sudah mempersiapkan jawaban namun ia enggan mengatakanya.
“Iku ngunu Alas D****** , gak onok opo-opo’ne, wedine, nek sampeyan niki nekat, kalau hilang, lalu tersesat bagaimana?”
(Itu adalah hutan belantara, gak ada apa-apanya, hanya mempertimbangkan, takutnya kalau kalian kesana, hilang, tersesat, lalu bagaimana?)
Sekali lagi, jawaban itu cukup membuat Widya yakin itu bukan yang sebenarnya. namun, perasaan merinding melihat jalanan setapak itu, nyata.
Baca Juga: Real Madrid Hancurkan Manchester City, Tsamara Amany ‘Bungkam’ Cuitan Raja Juli Antoni
Karena penulis @SimpleMan menghapus lanjutan ceritanya, Anda bisa menonton langsung film KKN Di Desa Penari di bioskop kesayanganmu untuk mengetahui akhir dari kisahnya. ***